Sunday, July 9, 2023

Mewujudkan Kasih dalam Keluarga ~ Pdt. Leonardo Sjiamsuri

Catatan Ibadah ke-1 Minggu 09 Juli 2023

Banyak orang memerlukan healing. Ada yang perlu ngopi sebagai healing. Ada yang perlu rekreasi untuk healing. Namun, sebenarnya mereka perlu healing karena mengalami kekosongan hati. Kekosongan ini tidak dapat diisi oleh materi. Kekosongan hati hanya bisa diisi oleh Tuhan. Jika hati kita kosong, pastikan hanya Tuhan yang mengisinya.

Suatu hari pak Leo melihat reel. Di sana terlihat seorang wanita berkata kepada seorang pria, "Ada banyak orang yang mencintaiku, tetapi hanya kamu yang mau menerimaku bersama anakku." Sekalipun kedua orang itu sudah berkomitmen untuk saling menerima, akankah hubungan mereka tetap baik? Tentu saja tidak bisa, kecuali ada Tuhan di dalam hubungan mereka. Ini karena komitmen manusia itu terbatas.

Efesus 3:18-19 (TB) Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. Aku berdoa, supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah.

2 dimensi berarti luas, yaitu panjang x lebar. 3 dimensi berarti volume, yaitu panjang x lebar x tinggi. Manusia selalu hidup dalam ruang 3 dimensi, tetapi ada dimensi lain yang disebut kedalaman. Itulah dimensi Tuhan. Ketika berada di ruang 3 dimensi, kita dapat merasakan segala sesuatu dengan panca indera kita, tetapi tidak dapat memasukkan dimensi itu ke dalam diri kita. Hanya Tuhan yang bisa masuk hingga ke dalam hati kita dan melakukan pemulihan dari dalam.

Kasih Tuhan harus dipahami dan dialami sendiri agar kita dapat merasakan kedalaman kasih-Nya dan membagikannya kepada orang lain. Kita dikasihi untuk mengasihi orang lain. Kita diberkati untuk memberkati orang lain. Kita dipulihkan untuk memulihkan orang lain.

Cara Mewujudkan Kasih dalam Keluarga, yaitu:

1. Tidak Suka Menyalahkan dan Menghakimi. Tidak ada orang yang suka disalahkan. Bahkan, sekalipun dia memang bersalah, orang itu pasti akan bersikap defensif (bertahan) atau ofensif (menyerang). Dia pasti akan mengatakan bahwa kesalahan itu tidak mutlak karena dia. Orang yang suka menyalahkan cenderung bermental korban.

Ciri-ciri orang yang melakukan blame game (permainan menyalahkan), antara lain:
a. Mengkritik
b. Merendahkan
c. Defensif
d. Mengelak, menghindar, dan mencari-cari alasan.

Ada seorang anak dimarahi oleh ayahnya karena nilai rapornya merah. Ibunya yang ada di dapur segera datang dan menanyakan alasan si ayah marah-marah. Ayah menjawab, “Bagaimana tidak marah? Lihat nilai rapor anakmu merah semua.” Dengan heran si ibu berkata, “Tadi dia menunjukkan rapornya yang bagus. Kenapa sekarang jadi merah semua?”

Lantas anaknya menjawab, “Ini yang tadi mau saya jelaskan kepada ayah, tetapi dia sudah terlanjur marah-marah terus. Ini nilai rapor ayah yang merah semua.” Seketika ayahnya merasa malu dan berkata, “Kenapa tidak bilang dari tadi?” Pesan moralnya, “Jangan menyimpan rapor terlalu lama hingga bisa diketahui oleh anakmu.”

Mewujudkan Kasih

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.