Start The New Year with God's Grace
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 1 Januari
2023
Titus 2:12 Ia
mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan
duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia
sekarang ini
Kasih karunia juga mendidik kita. Misalnya,
suatu hari pak Robert menerima hadiah kemeja dari istrinya. Pemberian ini
disebut kasih karunia. Karena pemberian istri, dia pun menerimanya dengan
senang hati. Ketika dicoba, kancing kemeja di bagian perutnya tidak bisa
menyatu. Kemeja itu pun tak bisa ditukar karena limited edition dan
hanya tersedia satu ukuran.
Maka, pak Robert mulai mengubah pola makan
dan gaya hidupnya. Dia mulai rajin berolah raga, tidak makan di atas jam tujuh
malam, dan menghindari gorengan hingga akhirnya kemeja itu bisa muat di
tubuhnya. Inilah ilustrasi tentang kasih karunia yang mendidik.
Banyak orang harap-harap cemas di
penghujung tahun 2022. Mereka mencemaskan masa depannya di tahun 2023. Namun,
kita yang telah beroleh kasih karunia seharusnya harap-harap bahagia. Jadi,
setelah diselamatkan, kita memiliki pengharapan penuh bahagia dengan menantikan
kedatangan Tuhan Yesus.
Titus 2:13-14 dengan
menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan
kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang telah
menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan
untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin
berbuat baik.
Untuk menjalani tahun 2023, kita juga harus bergerak dalam iman. Nokseng adalah seorang pria yang berasal dari suku Garo,desa Assam, di Timur Laut India. Pada tahun 1800-an keluarganya menerima Yesus. Ketua suku Garo tidak terima dengan hal tersebut.
Maka, dia mengunpulkan warganya dan menghakimi Nokseng. Dia diminta meninggalkan imannya jika masih mau hidup bersama keluarganya. Namun, Nokseng berkata, "Kuputuskan Mengikut Yesus; Kuputuskan Mengikut Yesus; I have decided to follow Jesus; No turning back; ku tak ingkar." Maka, kedua anaknya dibunuh.
Lantas ketua suku kembali meminta Nokseng
meninggalkan imannya jika ingin istrinya tetap hidup. Namun, Nokseng menjawab, "Tetap kuikut walau sendiri; Tetap kuikut walau
sendiri; Though none go with me, still I will follow; No turning back;
ku tak ingkar."
Istrinya pun mati dibunuh. Nokseng kembali
diminta menyangkal imannya jika masih mau hidup. Namun, Nokseng tetap menjawab,
"Dunia di belakangku, salib di depanku; The
world behind me, the cross before me; The world behind me, the cross before me;
No turning back; ku tak ingkar."
Maka, Nokseng juga dibunuh. Mereka
sekeluarga mati sebagai martir demi mempertahankan imannya. Ini karena mereka
telah merasakan kasih karunia Tuhan. Hal ini pun membuat kepala suku penasaran
sehingga dia mencari tahu kebenaran. Alhasil, dia dijamah oleh Yesus dan
diubahkan.
Lantas ketua suku itu mengumpulkan warganya
untuk menyatakan imannya kepada Tuhan Yesus. Warganya pun diminta beriman
kepada Yesus. Kematian keluarga Nokseng tidak sia-sia. Mereka menjadi benih
kekristenan bagi suku Garo.
Itulah kisah nyata tentang keluarga beriman. Kita pun harus tetap beriman kepada Yesus apa pun yang terjadi.
0 komentar:
Post a Comment