Catatan Ibadah ke-1 Minggu 22 Jan 2023
Ada sebuah video menarik tentang Imlek.
Sebenarnya penulis juga sudah pernah menontonnya beberapa tahun lalu, tetapi
sudah lupa nontonnya dimana. Video itu berkisah tentang seorang pemuda yang
diminta pulang kampung oleh orang tuanya, tetapi dia enggan pulang.
Lantas dia diberi bingkisan berupa
kacamata. Ketika kacamata itu dipakai, dia seperti berhalusinasi hingga melihat
segala sesuatunya bernuansa Imlek. Maka, tanpa sadar dia telah membuat banyak
kekacauan di dalam tempat kerjanya.
Dia pun mengira bosnya sebagai ibunya.
Lantas dia peluk bosnya sambil meminta maaf kepada ibunya karena lama tidak
pulang. Ketika dia meraba wajah bosnya, dia terkejut karena ada kumis. Seketika
dia membuka kacamatanya dan menyadari bahwa dia masih berada di dalam kantornya.
Maka, bosnya meminta dia pulang untuk menemui
ibunya. Kemudian dia pergi dengan diikuti oleh berbagai pasang mata rekan
kerjanya yang terheran-heran dengan ulahnya. Itu akibatnya karena dia tidak mau
pulang.
Filipi 3:3 karena
kitalah orang-orang bersunat, yang beribadah oleh Roh Allah, dan bermegah dalam
Kristus Yesus dan tidak menaruh percaya pada hal-hal lahiriah.
Setiap kita berasal dari suatu bangsa. Kita
pun diutus untuk memberitakan Injil kepada semua bangsa. Ini termasuk suku-suku
bangsa.
Filipi 3:5-6 disunat
pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli,
tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, tentang kegiatan aku
penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak
bercacat.
Paulus amat bangga menjadi bangsa Israel, bangsa pilihan Tuhan. Dia pun keturunan Benyamin. Benyamin merupakan anak dari Rahel, wanita yang amat dicintai oleh Yakub. Benyamin berarti pengharapan. Selain itu, dia orang Ibrani asli.
Namun, seringkali kita tidak bersyukur atas
kebangsaan yang kita miliki. Orang Jawa ingin menjadi orang Cina. Orang Cina
ingin menjadi orang Barat. Bahkan, ada orang Kristen yang ingin menjadi Yahudi
hingga mengikuti tata cara ibadah mereka. Padahal, tidak perlu seperti itu.
Kita harus bersyukur dengan kebangsaan yang kita miliki, seperti rasul Paulus.
Pak Antoni pernah ke Jogja dan ada yang
menebaknya sebagai orang timur karena bahasa Jawa ngoko-nya. Dia mengira
itu pujian dan mereka tertawa. Ternyata timur yang dimaksud adalah Surabaya. Jadi,
bahasa ngoko-nya termasuk kasar bagi mereka.
Meskipun demikian, kita harus bangga
dengan bangsa kita. Jika margamu Simorangkir, banggalah dengan Simorangkir.
Jika margamu Simanjuntak, banggalah dengan Simanjuntak. Jangan menambahkan atau
menggantinya dengan marga lain.
Dulu selain bangga dengan bangsanya, Paulus
juga bangga bisa menganiaya jemaat Tuhan. Dia pun mampu menaati hukum Taurat
tanpa cacat. Namun, setelah mengenal Yesus, dia menganggap semua kebanggaannya
itu tidak berarti.
Filipi 3:7 Tetapi
apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena
Kristus.
Sekalipun Paulus memiliki banyak alasan
untuk membanggakan hal-hal lahiriahnya, dia mengakui bahwa mengenal Kristus
justru jauh lebih mulia daripada semua itu.
KUHIDUP BAGI-MU
Verse 1: Yesus Kau kebenaran
yang menyelamatkanku. Kau memb'rikanku hidup dan pengharapan.
Verse 2: Kuikut kehendak-Mu. Kuperlu anugrah-Mu. Kunyatakan janjiku
kepada-Mu.
Chorus: Kalau kuhidup, kuhidup bagi-Mu. Hatiku tetap, tetap
menyembah-Mu. Dunia tak bisa menjauhkanku dari kasih-Mu. S'lama ku
hidup, kuhidup bagi-Mu. Mataku tetap, tetap memandang-Mu. Dunia tak bisa
menjauhkanku dari kasih-Mu.
0 komentar:
Post a Comment