Catatan Ibadah ke-1 Minggu 21 Jan 2024
Seorang pengusaha sukses sedang duduk
santai di teras rumahnya. Dia minum kopi sambil membaca koran. Ketika membaca headline surat kabar tersebut, dia
terkejut karena membaca berita kematian dirinya. Seharusnya yang meninggal
dunia adalah adiknya, tetapi wartawan melakukan kesalahan sehingga memberitakan
kematian dirinya.
Berita itu diberi judul "Akhirnya
Pembawa Kematian itu Mati." Pengusaha itu bernama Alfred Bernhard Nobel.
Dia menjadi kaya raya karena menemukan dinamit. Dinamit bisa digunakan untuk meledakkan
bangunan tua yang mau dirubuhkan, tetapi dinamit juga dipakai untuk perang dan
membunuh atau melukai banyak orang.
Momentum
ini membuat Alfred Nobel ingin mengubah persepsi
masyarakat terhadap dirinya ketika dia mati nanti. Maka, dia menulis surat
wasiat yang menyatakan bahwa dia akan mewariskan seluruh hartanya kepada
orang-orang yang berjasa dalam membantu kehidupan orang lain. Dari hal ini
muncullah hadiah nobel, dimulai dari nobel perdamaian, lalu disusul nobel
fisika, nobel kimia, dan lain-lain.
Karena mengetahui bahwa pesawat belum take off, dia memaksa petugas agar
diizinkan check in, tetapi petugas
menolaknya karena pintu pesawat sudah ditutup. Pintu pesawat tidak seperti
pintu rumah yang bisa dibuka tutup. Jika pintu pesawat sudah ditutup, tentu
tidak bisa dibuka lagi untuk menaikkan penumpang. Ini SOP-nya.
Dia pun marah-marah dan memutuskan untuk
komplain kepada manajer. Namun, di sana sudah ada orang lain yang menemui
manajer. Sebagai orang Amerika, sekalipun ingin meluapkan amarah, dia tetap
antri. Ini berbeda dengan orang Indonesia. Sekalipun tidak sedang marah, orang
Indonesia bisa keluar dari antrian dan tiba-tiba berada di depan.
Nah, selama menunggu antrian, pesawat yang
akan ditumpanginya sudah terbang. Tak lama berselang diberitakan bahwa pesawat
tersebut mengalami kecelakaan dan tak seorang pun selamat. Ketika mendengar hal
itu diumumkan di bandara, pembicara itu langsung menjabat tangan manajer sambil
berkata, "Petugasmu telah bekerja
dengan baik." Dia pun tidak menguangkan tiketnya yang hangus.
TUHAN yang BELA
Di dalam segala hal janji-Nya
tak berubah. Apa yang sudah difirmankan terjadi saat kita percaya.
Meskipun seribu tangan manusia menarikmu jatuh, namun Tuhan yang bela.
Tangan-Nya sanggup membuatmu naik ke gunung. Percayalah Tuhan yang bela.
Ada pelangi di setiap badai dan ada tawa di setiap air mata. Ada berkat di
setiap cobaan dan ada jawaban di setiap doa.
Dia justru membeli pigura yang bagus dan
menyimpan tiket itu di dalam pigura. Lantas tiket berpigura itu diletakkan di
salah satu ruangan yang ada di dalam rumahnya. Dia pun bercerita kepada istri
dan anaknya bahwa seharusnya dia sudah mati. Acapkali dia marah-marah, istrinya pun akan mengajak dia ke tempat
tiket itu dipajang. Ketika melihat tiket tersebut, pria itu berhenti marah
karena orang mati tidak mungkin marah-marah.
Nah, agar dapat mengenal Tuhan, kita
membutuhkan momentum ilahi. Momentum
inilah yang akan membuat kita berubah.
0 komentar:
Post a Comment