Catatan Ibadah ke-1 Minggu 12 Maret 2023
Sebelum mengalami pemulihan dan diberkati,
tentu ada yang perlu diperbaiki dan dikembalikan. Kita harus memperbaiki
kepingan hati serta mengembalikan motivasi dan tekad kita, yaitu kembali ke
kasih mula-mula.
Untuk itu, kita perlu belajar mengelola
emosi. Jika kita bicara tentang emosi, hal ini bukan hanya berkaitan dengan
perasaan acak, seperti marah atau labil. Biasanya orang yang suka marah akan
diberitahu, "kamu jangan emosian" sehingga kita berpikir bahwa emosi
identik dengan marah. Padahal, emosi manusia ada berbagai macam.
Menurut Dr. Ekman emosi utama manusia ada
lima, seperti yang ditampilkan di dalam film Inside Out, yaitu jijik,
sedih, marah, bahagia, dan takut. Jadi, sedih juga termasuk emosi. Orang yang
marah, takut, dan sedih akan memiliki detak jantung lebih cepat daripada orang
yang bahagia. Maka, jangan suka marah.
Selama ini kita mengenal marah dan takut
sebagai emosi negatif. Nah, Yesus pernah marah. Dia marah ketika Petrus tidak
taat. Dia juga marah ketika ada orang berjualan di Bait Allah. Namun, siapa
yang berani katakan bahwa Yesus adalah orang yang negatif? Tentu saja Yesus
tidak negatif. Dia marah karena ada nilai-nilai yang dilanggar.
Setiap orang memiliki hot button
atau hal-hal yang memicu emosinya. Emosi adalah reaksi seseorang terhadap
suatu peristiwa yang terjadi. Jadi, emosi bukan sekadar perasaan dan tidak
berdiri sendiri. Emosi selalu dipicu oleh peristiwa.
Emosi kita bisa dibaca melalui wajah kita.
Sekalipun kita bisa bersilat lidah, kita tidak bisa bersilat wajah. Kita bisa
mengatakan bahwa kita tidak jijik terhadap kecoa. Namun, saat kecoa diletakkan
di depan kita, rasa jijik itu bisa terlihat di wajah kita.
Maka, kita mengenal adanya alat lie
detector. Ketika alat itu dipasang di wajah dan dada, detak jantung dan
mimik wajah kita akan menampilkan emosi kita yang sebenarnya. Ini sebabnya kita
harus bisa mengendalikan emosi dengan pikiran yang jernih.
Ketika orang sedang marah, tentu akan
diminta berpikir dengan kepala dingin. Tidak
mungkin sebaliknya. Jika seseorang susah berpikir, kita tidak mungkin
memintanya merasakan dengan hati dingin. Ini bahaya. Orang yang tidak bisa
mengendalikan perasaan dengan pikirannya, biasanya cenderung lepas kendali.
Ada orang tertentu yang mudah marah padahal
kita beranggapan bahwa hal itu hanya masalah sepele. Ini karena dia terkena hot
button-nya. Sebenarnya dia tidak marah kepada Anda, tetapi dia marah kepada
hidupnya yang buruk. Seharusnya kita malah kasihan kepadanya karena marah-marah
terus itu capek.
Amsal 17:22
(TB) Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah
mengeringkan tulang.
Orang yang suka marah akan kehilangan
semangat. Orang yang gembira memiliki detak jantung seperti orang yang sedang
berbaring. Ini sebabnya kita diminta berhenti marah sebelum matahari terbenam.
Jika marah, berkata-katalah dalam hatimu sambil berbaring.
0 komentar:
Post a Comment