Catatan Ibadah ke-1 Minggu 27 Juli 2025
Banyak
orang suka mendengar Tuhan membuat mujizat kepada orang-orang yang rumahnya
roboh karena dibangun di atas pasir. Namun, banyak orang kurang suka mendengar
orang-orang berhikmat yang membangun rumahnya di atas batu. Padahal, orang
berhikmat tidak akan roboh sekalipun diterpa oleh berbagai persoalan yang silih
berganti. Ini karena dia telah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum terjadi
masalah.
Mazmur 111:10 (TB) Permulaan
hikmat adalah takut akan TUHAN, semua orang yang melakukannya berakal budi yang
baik. Puji-pujian kepada-Nya tetap untuk selamanya.
Untuk
memiliki hikmat, kita harus memiliki rasa takut akan Tuhan terlebih dahulu.
Amsal 2:6 (TB) Karena
TUHANlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan
kepandaian.
Kita
semua merupakan orang-orang yang tidak berpengalaman karena kita tidak bisa
mengetahui hal-hal yang akan terjadi besok atau sepuluh menit ke depan. Maka,
hikmat mengundang kita untuk mempelajarinya. Hikmat bukanlah subjek yang perlu
diajarkan, melainkan subjek yang perlu dipelajari.
Amsal 9:4-6 (TB) "Siapa
yang tak berpengalaman, singgahlah ke mari"; dan kepada yang tidak
berakal budi katanya: "Marilah, makanlah rotiku, dan minumlah anggur yang
telah kucampur; buanglah kebodohan, maka kamu akan hidup, dan ikutilah jalan
pengertian."
Hikmat
seringkali dianggap bodoh karena membangun rumah di atas pasir jauh lebih cepat
daripada membangun rumah di atas batu. Inilah kebodohan. Jadi, bukan hanya
hikmat yang mengundang orang tak berpengalaman. Kebodohan pun melakukan hal
yang sama.
Amsal 9:14-17 (TB) Ia
duduk di depan pintu rumahnya di atas kursi di tempat-tempat yang tinggi di
kota, dan orang-orang yang berlalu di jalan, yang lurus jalannya diundangnya
dengan kata-kata: "Siapa yang tak berpengalaman, singgahlah ke mari";
dan kepada orang yang tidak berakal budi katanya: "Air curian manis, dan
roti yang dimakan dengan sembunyi-sembunyi lezat rasanya."
Hikmat ada dimana-mana. Kita bisa mempelajarinya lewat berbagai hal.
Amsal 1:20-21 (TB) Hikmat
berseru nyaring di jalan-jalan, di lapangan-lapangan ia memperdengarkan
suaranya, di atas tembok-tembok ia berseru-seru, di depan pintu-pintu gerbang
kota ia mengucapkan kata-katanya.
Ketika
Salomo merasa masih muda dan tak berpengalaman untuk menjadi raja, dia memilih
untuk meminta hikmat dari Tuhan. Dia menyadari bahwa dia menduduki posisi raja
karena pemberian Tuhan. Jadi, dia ingin Tuhan memberinya hikmat agar bisa
memimpin rakyat yang tak terhitung jumlahnya.
1 Raja-raja 3:9 (TB) Maka
berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang faham menimbang perkara untuk
menghakimi umat-Mu dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat,
sebab siapakah yang sanggup menghakimi umat-Mu yang sangat besar ini?"
Orang
berhikmat akan memiliki pikiran yang memahami dan hati yang mau mendengar.
1 Raja-raja 3:16 (TB) Pada
waktu itu masuklah dua orang perempuan sundal menghadap raja, lalu mereka
berdiri di depannya.
Di
sini hikmat digunakan untuk memutuskan perselisihan antara dua pelacur. Hal ini
menunjukkan bahwa hikmat yang diberikan oleh Tuhan bukanlah untuk kalangan
tertentu, melainkan untuk semua orang, tanpa terkecuali. Kedua wanita itu
memperebutkan seorang anak. Ada pelapor, ada terlapor, ada bukti, tetapi tidak
ada saksi.
Ketika
menyelesaikan masalah ini, Salomo tidak berkata, "Saya tanyakan kepada
Tuhan dulu". Lalu keluar dan berkata, "Kata Tuhan, ..." Hikmat
tidak seperti itu. Dengan hikmat, Salomo berpikir untuk memahami dan
mendengarkan keterangan kedua pihak. Lalu dia mengulangi perkataan keduanya
untuk konfirmasi ulang. Setelah itu dia baru memutuskan.
1 Raja-raja 3:25 (TB) Kata
raja: "Penggallah anak yang hidup itu menjadi dua dan berikanlah setengah
kepada yang satu dan yang setengah lagi kepada yang lain."
Ketika
mendengar keputusan raja, ibu kandung anak itu merelakan anaknya diambil oleh
wanita lain. Namun, wanita yang bukan ibu kandungnya justru setuju dengan
keputusan raja untuk membagi anak itu menjadi dua sehingga adil.
1 Raja-raja 3:27 (TB) Tetapi
raja menjawab, katanya: "Berikanlah kepadanya bayi yang hidup itu, jangan
sekali-kali membunuh dia; dia itulah ibunya."
Bagaimana
Salomo membuat keputusan seperti itu? Ini karena dia memiliki hikmat bahwa
seorang ibu kandung akan mengasihi anaknya. Kasih rela berkorban. Karena kasih,
ibu kandung rela tidak memiliki anaknya asalkan anaknya tetap hidup.
0 komentar:
Post a Comment