Lost: Homecoming
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 24 Sept 2023
"Ma, jika aku tidak dikeluarkan dari
sini, aku akan kabur."
"Mana bisa kabur? Di sini ada suster
yang menjaga."
"Bisa. Temanku sudah beberapa kali kabur
dari sini, tetapi dia tertangkap dan dikembalikan ke sini. Lalu suster
mengatakan kepada mamanya bahwa dia tidak mau lagi merawat anak itu jika masih
kabur lagi."
"Ya udah, nanti aku akan tanyakan papamu
dulu."
Mama itu
pun memastikan kebenaran cerita anaknya kepada Suster Belanda yang selama ini
mau menjaga dan merawat anaknya. Tentu saja suster membenarkan ceritanya.
Sekalipun penjagaan diperketat, anak-anak yang nekat tidak akan bisa dihalangi
karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa, termasuk anak-anak.
Gadis
berusia 12 tahun itu tidak main-main dengan ucapannya. Ketika memutuskan untuk
kabur dari asrama, dia sudah siap dengan segala konsekuensinya. Dia siap untuk
hidup lontang lantung di jalanan asalkan bisa bebas.
Saat itu
dia berpikir untuk kabur ke tempat yang sunyi, seperti kuburan atau hutan dan
siap mati kelaparan daripada hidup seperti burung dalam sangkar emas. Dia sudah
tak tahan lagi dengan kurungan itu. "Apa salahku hingga harus dikurung di
sini terus menerus? Lebih baik hidup singkat, tetapi bebas daripada hidup
lama, tetapi terkungkung."
Namun,
gadis itu masih mau memberi kesempatan terakhir kepada orang tuanya untuk
mengambil tanggung jawab yang memang sudah seharusnya mereka emban. Jika suster
bisa memberikan ultimatum kepada mama dari temannya yang sering kabur, dia pun
akan memberikan ultimatum kepada mamanya terlebih dahulu.
Dia pun berencana pergi tanpa mengajak memenya, kecuali memenya memang ingin pergi juga. Namun, karena melihat kesungguhan hati gadis kecil itu, Tuhan membuat kedua orang tuanya mengizinkan gadis itu kembali pulang ke rumah.
Banyak
orang sering berkata, "Hormatilah orang tuamu karena mereka adalah wakil
Tuhan di bumi." Ini berarti jika orang tua tidak mau menerima kita,
artinya Tuhan juga tidak mau menerima kita. Maka, secara fisik gadis itu memang
kembali pulang ke rumahnya, tetapi secara spiritual dia telah memutuskan untuk meninggalkan Tuhan.
Faktanya,
orang tua tidak selalu menjadi wakil Tuhan di dunia. Tuhan mengatakan bahwa Dia
melebihi orang tua. Sekalipun orang tua tidak menerima kita, Dia masih mau
menerima kita.
Yesaya 49:15 (TB) Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya,
sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia
melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau.
Nah,
beberapa hari lalu di radio terdengar berita tentang seorang anak yang hilang
dari panti asuhan. Rupanya dia kabur dari tempat itu dan beberapa jam kemudian
berhasil ditemukan. Beritanya mengatakan bahwa ibunya tinggal di desa yang sama
dengan gadis 12 tahun itu, tetapi mereka tidak saling kenal.
Namun,
gadis 12 tahun itu telah beranjak dewasa. 29 tahun telah berlalu semenjak
ultimatumnya terucap. Jadi, dia hanya berpikir, "Anak itu harus
melewati proses yang sama denganku. Proses yang tidak mudah. Semoga saja
dia berhasil melewatinya dengan baik."
Ketika
masih muda, beberapa orang tua tidak mau repot merawat anaknya, tetapi saat
sudah tua mereka justru berharap ada anak yang merawat mereka. Di sisi lain,
ada orang tua yang mau merawat anaknya, tetapi anaknya justru memilih pergi
meninggalkan mereka. Ya, beginilah realita kehidupan.
Jadi,
mana yang lebih mudah: meninggalkan orang tua atau ditinggalkan orang tua?
Tentu saja keduanya akan sama-sama menimbulkan luka dan hanya Tuhan yang bisa
memulihkan luka-luka tersebut. Jadi, setiap orang, tanpa terkecuali pasti membutuhkan
Tuhan.
DALAM ANUGRAH-MU (JPCC Worship)
Lebih
dalam kumengenal-Mu, Satu hal kutahu Kau tak lepaskanku. Kasih-Mu mengejar
langkahku. Masa laluku tunduk dalam anug’rah-Mu.
Reff : Kupercaya kuasa-Mu jadikan
s’galanya baru. Kutinggalkan semua kehidupan yang lama. Kupercaya
kehendak-Mu yang memurnikan hatiku, Menjadikanku baru sesuai dengan
kehendak-Mu.
Lebih dari yang kuhadapi, satu hal kutahu janji-Mu teruji. Pulihkan
hancurnya hatiku dan membawaku hidup dalam anug’rah-Mu.
0 komentar:
Post a Comment