Catatan Ibadah ke-1 Minggu 30 Juli 2017
Sewaktu kecil tak ada yang
menyatakan bahwa ikut Tuhan itu harus pikul salib karena saat pertama
mengenal-Nya anak-anak akan diajari lagu 'Happy
ya... ya... ya... happy ye... ye... ye... aku senang jadi anak Tuhan. Siang
jadi kenangan, malam jadi impian. Cintaku semakin mendalam.’ Wow...
kesannya menjadi anak Tuhan itu bebas masalah. Namun, faktanya tidak begitu.
Matius 5:9 Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
Ketika aku berusaha menjadi
anak-anak Allah dengan menjadi pembawa damai, aku harus berhadapan dengan
mereka yang suka mencari gara-gara atau perkara. Mungkin awalnya masih bisa
sabar tetapi ketika ketenanganku terus menerus diusik, kesabaranku pun menipis
hingga habis. Alhasil, terjadilah baku hantam di sekolah.
Sebelum peristiwa itu seorang
teman yang pernah tidak naik kelas sempat mengatakan bahwa aku bisa menganggap
dia seperti kakaknya. Sebagai anak sulung tawaran tersebut terdengar
menyenangkan karena punya kakak rasanya seperti punya penjaga. Namun, pada saat
aku terlibat pertengkaran kakak itu malah berkata: "Maaf, aku tidak bisa membantumu. Aku di sini karena mendapatkan
beasiswa dari suster. Jika aku sampai terlibat perkelahian, aku bisa
dikeluarkan dari sekolah padahal saat ini kita hampir memasuki ujian kelulusan
SD."
Oke... aku mengerti. Aku juga
tak akan bisa membiayai sekolahnya jika dia sampai dikeluarkan. Namun, saat itu
aku sudah amat sangat marah dan tak peduli sekalipun aku harus dikeluarkan dari
sekolah. Jika kakak itu tidak bisa membelaku, tak masalah. Aku akan selesaikan
sendiri dengan melaporkan musuhku kepada suster asrama. Seorang temanku panik
melihat kenekatanku lalu membuntutiku. Suster asrama membelaku dan musuhku itu
harus meminta maaf kepadaku. Di depan suster dia meminta maaf dan bodohnya aku
mau mempercayai dia. Keesokan harinya aku baru mengetahui bahwa permintaan maafnya palsu.
Semenjak hari itu aku tidak mau percaya kepada siapapun. Aku sudah bertekad untuk kabur dari asrama jika aku tak
segera dikeluarkan dari kurungan itu dan aku tak akan peduli semua yang akan
terjadi nantinya. Karena aku selalu melakukan apa yang kukatakan, orang tuaku
pun setuju membebaskanku dari asrama setelah aku lulus SD. Oke... tak
masalah... sudah tinggal hitungan hari untuk menghirup udara segar.
Namun, semua kekecewaan itu akhirnya membuatku juga kecewa kepada Yesus. Pikirku aku akan lebih bahagia seandainya
aku tidak ikut Yesus. Aku singkirkan Alkitabku dan aku berhenti berdoa. Aku
juga marah kepada orang tuaku. Saat itu aku berkata kepada mama: "Kenapa mama melahirkanku? Aku tidak
pernah minta dilahirkan." Kemudian koko sepupuku yang muslim taat
berusaha menasehatiku tetapi aku tidak peduli. Setiap perkataannya hanya
membentur daun telingaku dan saat itu aku
sudah bertekad untuk membuat setiap orang susah karena aku tidak mau susah
sendiri.
0 komentar:
Post a Comment