Sunday, November 1, 2020

Tak Rela Ditanam

A Blessed and Impactful Life
Catatan Ibadah Online Minggu 01 Nov 2020

Mengapa banyak orang selalu menyarankan agar benih disemai di dalam kegelapan? Mengapa kegelapan bisa membuat benih bertumbuh? Mengapa benih tak bisa disemai di tempat terang? Inilah misteri alam. Mengapa pula aku sering ditanam di tempat-tempat gelap? Mengapa aku tidak bisa memilih media tanamnya? Beberapa tanaman zaman sekarang masih memiliki pilihan. Ada benih yang disemai di rockwool, kapas, spon, cocogrow, dan air. Media tanam tersebut tentulah tak segelap tanah. Bahkan, setelah itu ada yang ditanam dengan hidrogel, hidroton, air nutrisi, dan media lain yang tidak segelap tanah.

Dulu ketika tak tahan dengan kegelapan yang ada, rekor tercepatku adalah meninggalkan media tanam tersebut dalam tempo satu bulan. Namun, sekalipun sudah pindah-pindah tanah, tetap saja kegelapan tak bisa dihindari. Mereka yang biasa bertumbuh di tanah sengketa terus saja mencari gara-gara. Ilalang dan hama sungguh menyiksa pertumbuhan tanaman. Di tempat-tempat yang gelap seringkali kujumpai Ifrit yang suka meledak-ledak seperti gunung berapi. Letusannya pun melukai hati orang-orang yang ada di sekitarnya. Wew...

Mengapa Tuhan memberi kekuasaan pada orang-orang sakit mental tersebut? Ketika berurusan dengan orang-orang itu, seringkali kudengar orang-orang berkata: "Biarkan saja mereka, yang waras (sehat) lebih baik mengalah." Ketika kupikir mereka benar, ada yang berkata: "Jangan mau mengalah terus. Jika orang waras selalu mengalah, dunia ini bisa dipimpin oleh orang gila." Hmm... Lalu kapan harus mengalah dan kapan harus melawan? Jawabannya kutemukan di dalam postingan Instagram Josua Iwan Wahyudi"... kamu berhak memperjuangkan sesuatu dan tak harus selalu mengalah, apalagi jika sudah menyangkut prinsip kebenaran dan mempengaruhi hal-hal berharga dalam hidupmu..." Namun, perjuangan itu sendiri membutuhkan keberanian untuk meninggalkan kenyamanan.

"Kamu bisa pilih berani, atau kamu bisa pilih nyaman. Tapi tidak bisa keduanya." (Brene Brown)

Jika kurenungkan, kutipan tersebut ada benarnya. Ketika aku berani melawan ketidakbenaran, secara otomatis aku harus kehilangan kenyamanan karena yang kuhadapi adalah penguasa yang selalu harus dibenarkan. Entah salah atau benar, mereka selalu minta dibenarkan. Aku pun pantang mengalah terus menerus kepada mereka. Ada saatnya aku pun melawan.

Yohanes 7:7 Dunia tidak dapat membenci kamu, tetapi ia membenci Aku, sebab Aku bersaksi tentang dia, bahwa pekerjaan-pekerjaannya jahat.

Sekalipun Yesus dibenci oleh para pelaku kejahatan, Dia tidak ambil pusing. Jadi, mengapa kita harus ambil pusing jika dimusuhi oleh orang-orang semacam itu? Namun, kita ini manusia dengan kualitas anti gores hati yang berbeda-beda. Nah, ada kalanya anti gores di hati ini bisa pecah. Namun, biasanya aku sudah berseru-seru kepada Tuhan sebelum anti gores itu pecah: 
"Aduh Tuhan, orang itu tuh jahatnya sudah nggak ketulungan. Emosinya labil seperti orang berkepribadian ganda atau pengidap bipolar, tetapi Engkau yang tahu kebenarannya. Kalau dia lagi baik, baik sekali. Kalau lagi kumat,dia  seperti singa lapar. Wedhus gembel-nya bisa membuat banyak orang kepanasan. Singa itu bisa marah-marah karena hal kecil seolah-olah dia baru kehilangan hartanya yang paling berharga hingga marah-marah tanpa sebab musabab yang jelas. Intinya, aku tidak sanggup menolong orang semacam itu. Anti gores di hatiku bisa pecah jika terus berurusan dengannya. Jadi, jika Engkau masih sanggup menolongnya, lakukan saja, tetapi jangan libatkan aku lagi ya..."

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.