Sunday, September 6, 2020

Masih Anak-anak

Catatan Ibadah Online Minggu 6 Sept 2020

PURA-PURA CINTA
Kurasakan ada yang berbeda saat dia tak di sini. Duh aku bingung jadinya. Setiap kali kupejamkan mataku selalu ada dia. Ku makin bingung jadinya.
Tak ku sangka jadi begini akhirnya. Semoga dia tak sadar, malu-malu hatiku. Awalnya ku pura-pura lama-lama ku jadi suka.
Tuhan inikah yang namanya cinta. Tadinya biasa saja sekarang ku benar-benar cinta. Kuharap ini sebentar saja.
Wajar 9 Tahun
"Hei, lagu apa yang kamu dengarkan ini? Mengapa mendengarkan lagu-lagu cinta? Ini tidak sesuai umurmu." tanyaku kepada seorang anak kelas 3 SD. "Kamu ini masih anak-anak. Mengapa tidak mendengarkan lagu anak-anak saja?" lanjutku. Namun, dia tetap menyelesaikan lagunya setelah berkata: “Dengarkan. Lagu ini cocok untuk paman itu.” Aduh, anak zaman dulu menyanyi: ‘airnya diobok-obok’, tetapi anak zaman sekarang kok menyanyi: ‘hatinya diobok-obok’?

Setelah kutinggal pergi tak lama berselang terdengar nyanyiannya berubah. Dia mulai memutar lagu rohani anak-anak sambil ikut menyanyikannya. Hehehe... begitulah seharusnya anak-anak. Rasanya dulu lagu anak-anak lebih banyak daripada sekarang. Hmm... apa mungkin karena sekarang aku sudah tidak tertarik lagi dengan lagu anak-anak? Namun, ada kalanya kulihat anak-anak menyanyikan lagunya orang dewasa. Apa anak zaman sekarang lebih cepat dewasa daripada anak zaman dulu?

Ketika saat teduh, tiba-tiba aku tergerak untuk memberikan Yeremia 33:3 kepada seseorang. Setelah kuberikan padanya aku pun turut penasaran. Tuhan mau bicara apa kepadanya? Maka, kubaca seluruh pasal 33 itu. Oh, rupanya Tuhan memberikan janji pemulihan.
Yeremia 33:11 akan terdengar lagi suara kegirangan dan suara sukacita, suara pengantin laki-laki dan suara pengantin perempuan, suara orang-orang yang mengatakan: Bersyukurlah kepada TUHAN semesta alam, sebab TUHAN itu baik, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya!, sambil mempersembahkan korban syukur di rumah TUHANSebab Aku akan memulihkan keadaan negeri ini seperti dahulu, firman TUHAN.
Ketika membaca ayat 11 tersebut, aku pun teringat bahwa beberapa hari lalu seorang teman yang akan menikah bercerita bahwa nantinya dia harus mengadakan resepsi pernikahan dengan memakai masker, jumlah tamu dibatasi, dan semua yang hadir harus menjalani rapid test. Selain itu, dia tampak menyesalkan karena tidak ada wedding kiss. Ada yang berseloroh: "Wedding kiss di depan kita saja supaya hanya kita yang melihatnya."

Hmm… wedding kiss itu budaya mana ya? Ini sepertinya mengadopsi budaya barat. Aku pernah membaca dulu ada pemuda keturunan Tionghoa yang hanya mencium dahi pasangannya pada saat resepsi pernikahan di gereja. Ketika ditanya, dia beralasan bahwa wedding kiss tidak sesuai dengan budaya Tionghoa dan dia juga tidak ingin merusak riasan pasangannya... wkwwk...

Iya sich, rasanya memang kurang sesuai dengan budaya timur yang cenderung tertutup. Dulu kalau ke pesta pernikahan, ortu suka menutupi mata anak-anaknya atau mengalihkan perhatian mereka pada saat acara wedding kiss. Jika melihat film Cina dan India, mana ada adegan wedding kiss dalam pernikahan? Biasanya memang hanya ada di film-film barat.

Anak Pacaran
Namun, sebelum pandemi wedding kiss seperti menjadi ritual wajib. Bahkan, beberapa ortu mulai membiarkan anaknya melihat adegan semacam itu. Padahal, mereka dilarang melihat film-film barat yang menampilkan adegan semacam itu. Meskipun demikian, masih ada beberapa ortu konservatif yang memilih menitipkan anaknya daripada mengajak mereka ke pesta pernikahan. Mereka berharap anak-anaknya tidak seperti buah karbitan yang terlalu cepat dewasa sehingga tingkat kematangannya kurang baik. Ya... semoga saja anak kecil zaman sekarang tidak terburu-buru dewasa karena melihat adegan tanpa sensor.

Resepsi pernikahan di tengah pandemi ini seharusnya membuat kita berpikir ulang tentang wedding kiss, khususnya di depan anak-anak. Namun, yang kuingat tentang pesta pernikahan bukanlah wedding kiss-nya. Maklumlah, ini karena aku masih anak-anak… hahaha… Namun, ada satu adegan wedding kiss yang kuingat karena berbeda dengan biasanya. Kala itu pendeta di GMS mempersilahkan mempelai berciuman, tetapi si pria malah balik bertanya: “Cium apanya? Cium dahi atau …?” Seketika pendeta dan hadirin senyum-senyum mendengar pertanyaannya. Beberapa menit kemudian barulah mempelai pria mencium mempelai wanita, seperti kebanyakan pengantin barat… wkwwk… Seharusnya sich terserah keyakinan dia mau ikut budaya timur atau barat.

Selain makanannya, yang kuingat dari pesta pernikahan adalah adanya nyanyian dan tarian. Jadi, aku pun bertanya kepada teman yang akan menikah tadi: "Boleh ada nyanyian dan tarian?" Jawabnya: "Band saja tidak boleh, apalagi tarian." Wah, garing ya... Untunglah, keadaan ini tak berlangsung selamanya karena Tuhan sudah memberikan janji pemulihan: akan ada lagi suara kegirangan dan suara sukacita pesta. Bangku gereja yang saat ini kosong nantinya akan kembali terisi.
AKU ANAK TUHAN
Aku anak Tuhan zaman sekarang tak mau serupa dengan dunia.
Aku anak Tuhan zaman sekarang hidupku jadi milik-Nya. Asyik! Asyik!
Tanganku, kakiku memuji Tuhan. Mulutku, hatiku bernyanyi bagi Dia.

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.