Catatan Ibadah Online Minggu 29 Mar 2020
Wahyu 21:8 Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua."
Seseorang berkata: "Rasa takut itu wajar dimiliki oleh setiap
manusia." Iya, tetapi rasa takut tidak boleh berlebihan. Rasa takut
yang wajar bisa membangkitkan kepedulian dan kewaspadaan. Namun, rasa takut
berlebihan justru cenderung melumpuhkan dan bisa merusak akal sehat.
Dulu aku tidak mengerti
mengapa orang-orang penakut tidak bisa masuk Kerajaan Allah. Padahal, mereka
amat membutuhkan perlindungan, termasuk aku. Ternyata rasa takut bisa membuat
orang melakukan dosa lainnya. Oleh karena itu, rasa takut harus selalu dihadapi
dan tidak dibiarkan berlarut-larut. Ini sebabnya Tuhan sendiri terus menerus
melatih keberanianku hingga hidupku sering dag dig dug der... wkwwkw...
FEAR itu berarti Face Everything and Rise (Hadapi Segalanya dan Bangkit), bukan Forget Everything and Run (Lupakan Segalanya dan Lari) karena hidup adalah perjalanan, bukan pelarian.
Beberapa saat lalu ada
seorang lansia yang tidak bisa buang air seni. Banyak anaknya tidak mau
mengantarnya ke rumah sakit karena takut tertular Corona dan mengikuti himbauan
pemerintah untuk social distancing (jaga
jarak). Hal ini membuatku marah: "Dia ibumu, bu. Masa engkau tak
peduli?" Bagaimana jika terjadi sesuatu yang buruk kepadanya? Apa
dia tidak akan menyesalinya?
Lalu anak perempuan
wanita itu juga memarahi ibu itu sambil berkata: "Jangan mau mengantarnya ke rumah sakit itu. Di sana ada pasien
Corona dan ada banyak jalan ditutup. Kalau kamu sampai tertular, semua yang ada
di sekitarmu bisa tertular. Jika sudah
tertular, sekalipun sudah sembuh, paru-parumu tidak akan sebaik dulu lagi.”
1 Yohanes 4:18-19 Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih. Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.
Cling... tiba-tiba
ingatan akan firman itu nongol untuk memperkeruh suasana. Maka, kataku kepada
ibu itu di depan suaminya: "Ini
berarti ibu jangan sampai sakit. Kalau ibu sampai sakit selagi Corona masih
berkeliaran, jangan pernah berharap anak ibu mau mengantar ibu ke rumah
sakit." Suaminya berkata: "Kamu ini tidak mengerti. Jangan sok
pahlawan." Kataku: "Ya
sudah, biar aku yang mengantarnya ke rumah sakit, tetapi siapkan uang
berobatnya."
Sekalipun aku tidak bisa
menyetir, sekalipun aku tidak punya kendaraan, sekalipun aku bisa tertular
Corona, dan sekalipun aku bisa mati, biar aku yang mengantarnya ke rumah sakit.
Tidak bisa buang air seni itu berbahaya. Racun bisa menumpuk di dalam tubuh. Masa aku harus membiarkannya mati
perlahan-lahan dengan menahan sakit? Membayangkannya saja sudah sangat mengerikan,
seperti yang kulihat di dalam mimpi. Lantas ibu itu memberitahu salah satu
kakaknya dan dia memberitahu kakaknya yang lain yang selalu bisa menyelesaikan
masalah dengan uang.
Sementara itu dengan
masih menahan marah aku berkata kepada Tuhan: "Oh Tuhan, aku memang tidak
mengerti hal ini. Mengapa Corona
bisa membuat anak dan menantu jadi durhaka dan egois? Apa social distancing
berarti juga harus relationship distancing? Jika seperti ini terus,kasih akan
menjadi dingin dan banyak hubungan akan
rusak. Jika memang aku harus mengantarnya ke rumah sakit, akan kulakukan. Jika
tidak, sembuhkan lansia itu."
Beberapa saat kemudian
telepon kembali berdering dan penelepon menyampaikan bahwa si lansia sudah bisa
buang air seni sehingga tidak perlu ke rumah sakit. Fiuh... Jika tahu begini,
ngapain tadi aku marah-marah?
0 komentar:
Post a Comment