Catatan
Ibadah ke-1 Minggu 17 Maret 2019
Selama beberapa minggu lalu aku telah berdoa agar rencana dinas ke luar
pulau dibatalkan dan pihak yang menugaskan lupa akan rencana tersebut.
Rencananya April aku harus ke sana sendirian, tetapi setelah berdoa, fiuh...
rencananya malah dimajukan ke Maret. Lantas aku bertanya kepada salah satu temanku:
“Apa tempat kerjamu tidak punya cabang
perusahaan? Apa kamu tidak pernah ditugaskan ke luar kota?”
Jawabnya: “Di tempatku ada 3
cabang, yaitu Bali, Jakarta, dan Makasar. Sebenarnya aku juga harus dinas ke
luar kota tiap bulan. Misalnya bulan ini seminggu di Bali, bulan depan seminggu
di Jakarta, dan bulan depannya lagi seminggu di Makasar. Tiap bulan harus
seperti itu, tetapi aku tidak bisa sehingga aku resign.” Hah!?! “Kamu resign lagi dari tempat kerjamu yang
baru ini?,” tanyaku kepadanya. Jawabnya: “Iya, lagipula aku tidak diizinkan suami pergi sendirian ke luar kota.”
Ealah... kebanyakan teman wanita yang kukenal selalu berlindung di balik suami
ketika harus dinas ke luar kota. Lha, aku alasan apa ya? Jika beralasan tidak
boleh oleh orang tua, malu donk. Jika beralasan tidak boleh oleh suami temanku,
apa hubungannya coba? Hahaha... oh Tuhan, bantu donk berikan ide untuk
melarikan diri dari tugas ini.
Eh, dalam perjalanan pulang kerja aku malah melihat bak truk berbicara
lewat tulisan: “Berjalanlah, jangan
berlari karena hidup ini adalah perjalanan, bukan pelarian.” Lalu aku
teringat lagu ‘Tangan Kuat yang Memegangku’ dan diingatkan pula kepada kata-kata
seorang lansia bahwa ‘Sendirian berarti berdua dengan Yesus.’ Di samping itu,
aku pun mulai mengingat kembali beberapa kisah hidup para lansia yang sendirian
di hari tuanya dengan beragam alasan. Ada yang telah ditinggal mati oleh
pasangan atau anaknya. Ada yang diabaikan oleh pasangan dan anaknya. Ada yang
sudah diperhatikan oleh anaknya dan kelihatannya tidak kekurangan apapun,
tetapi tetap saja merasa kurang, kurang, kurang, dan kurang karena selalu melihat
rumput tetangga yang tampak lebih hijau daripada rumput sendiri. Hmmm... kelihatannya
lansia semacam ini hanya kurang dewasa dan kurang bersyukur sich.
Alhasil, fokusku teralihkan kepada masalah mereka semua. Karena masalah
mereka terlihat lebih berat daripada masalahku, aku pun tergerak untuk membuat
video terkait masalah lansia tersebut. Ketika mendapatkan inspirasi Roh Kudus, tanpa
sadar aku pun tertawa-tawa sendiri dan baru tersadar ketika ada yang bertanya: “Kamu kenapa tertawa-tawa terus?”
Aduh, susah untuk mengatakannya karena aku harus merangkai potongan-potongan
idenya terlebih dahulu. Hahaha... beberapa orang pun turut merasa terhibur
dengan video tersebut.
Namun, tidak selesai sampai di sini. Aku mulai mengingat masa-masa awal awal
kehidupanku dan masa-masa awal kekristenanku. Dulu aku lahir sendirian, pasti
menangis dengan keras karena harus berada di negeri asing dengan orang-orang
yang asing, tetapi lama-lama aku pun terbiasa hidup dengan mereka. Lantas aku
diminta ke Bukit Doa Immanuel sendirian untuk mengikuti retreat PUSH 5. Awalnya aku merasa tergoncang, tetapi akhirnya tak jadi masalah lagi sehingga aku pun bisa
mengikuti retreat Fourth Dimension
sendirian.
0 komentar:
Post a Comment