Catatan Ibadah ke-1
Minggu 27 Okt 2019
Kalau
mendengar khotbah atau teorinya saja, rasanya ingin berkata kepada penderitanya
seperti Upin Ipin: "kasihan kasihan
kasihan". Namun, di dalam prakteknya, wew... rasanya tak sanggup
mengasihani orang sakit semacam itu. Alih-alih berkata: 'kasihan', aku justru berkata: 'orang itu jahatnya nggak ketulungan' (tidak tertolong).
Siapa yang
bisa tahan menghadapi orang yang selalu curiga? Sekalipun tidak berbuat salah,
tetap saja dipandang salah karena dicurigai ini dan itu. Korbannya bukan hanya
satu, tetapi banyak pula. Repot dech berurusan dengan orang yang selalu
berpikiran negatif. Siapa yang tahan menolong orang semacam ini? Konselor doank
kali. Namun, orang semacam itu belum tentu mau menemui konselor dan tidak semua
orang juga sanggup menjadi konselornya.
Sebenarnya
rasa curiganya bermula dari rasa iri hati yang tidak segera dibereskan.
Kabarnya sejak kecil dia dan adiknya selalu saling iri. Eh, sampai dewasa pun
sama saja. Keadaan ini mungkin diperparah dengan patah hati yang pernah
dialaminya. Karena tak cukup bahagia dengan hidupnya alias kurang bersyukur, dia selalu saja iri
ketika melihat saudaranya tampak lebih diberkati daripada dirinya.
Ketika
saudaranya diberi hadiah mobil oleh pengusaha kaya, dia pun marah-marah atas
masalah-masalah tak berarti. Mulutnya pun juahat buanget bagaikan ular berbisa.
Parah. Banyak orang terluka karenanya, tetapi dia malah tersenyum bahagia.
Hatinya tuh terbuat dari apa ya?
Ketika saudaranya
bisa membangun usaha baru, kemarahan dan kecurigaannya semakin menjadi-jadi. Mungkin dia pikir
saudaranya bisa seberuntung itu karena mengambil hak kesulungannya, tetapi tak
ada bukti yang menyatakan hal itu. Lantas dia turut mencurigai setiap orang
yang bersikap baik kepada saudaranya.
Sampai-sampai
dia berkata: "Di sini akulah
pemimpin tertingginya. Bukannya sombong. Selama ini aku tidak pernah
mencantumkan jabatanku di dalam kartu namaku, tetapi kalian harus tahu..."
Oalah, ternyata dia bukan hanya tak bisa mempercayai saudaranya sendiri, tetapi
dia juga tak bisa mempercayai dirinya sendiri. Kata-kata semacam itu biasanya
hanya diucapkan oleh pemimpin minder yang merasa terancam posisinya atau gila
hormat.
Mazmur 21:8 Sebab raja percaya kepada TUHAN, dan karena kasih setia Yang Mahatinggi ia tidak goyang.
Sebenarnya
jika dia memiliki rasa takut akan Tuhan, dia tak perlu merasa terancam karena
Tuhan itu bukan hanya Maha Tinggi, tetapi juga Maha Hadir. Entah di sini, entah
di sana, atau dimana-mana selalu ada Tuhan. Namun, tanpa Tuhan dia bisa berbuat
yang mboten mboten alias konyol.
Dia seenaknya
menempatkan orang yang tepat pada posisi yang salah. Pemilik keahlian A
ditempatkan pada posisi B dan sebaliknya. Pemilik keahlian C ditempatkan di
posisi D dan pemilik keahlian D ditempatkan di posisi E. Banyak pula yang
disingkirkan olehnya setelah dia mempersiapkan pengganti mereka. Duh, jahatnya nggak ketulungan.
0 komentar:
Post a Comment