Catatan Ibadah ke-1 Minggu
06 Mei 2018
Aku:
"Oh Tuhan, pekerjaan ibu rumah
tangga itu jauh lebih berat daripada pekerjaan kantor. Aku tidak sanggup ini.
Ini benar-benar di luar keahlianku. Ini
juga jauh dari impianku. Kau tahu aku tidak suka kebisingan tetapi kedua
balita itu selalu membuat kegaduhan atau keusilan. Kedua balita itu benar-benar
menguras kesabaranku, Tuhan. Nabi Elisa saja tak tahan berurusan dengan
anak-anak nakal hingga mengutuk mereka. (2 Raja-raja 2:23-24) Nah, urapanku tak
sebesar urapannya, bagaimana aku bisa lebih mampu bertahan darinya? Bagaimana
jika aku sampai kelepasan bicara karena tak tahan lagi menghadapi mereka? Kenapa Kau pilih aku dan bukan yang lain
padahal aku yakin masih ada orang lain yang mau dipakai oleh-Mu? Selain
itu, aku juga belum bisa mengampuni sesempurna diri-Mu. KAU masih bisa memberikan
kesempatan kedua kepada orang-orang yang telah menyakiti hati-MU tetapi aku ini
hanya mendaur ulang sampah yang dilontarkan kepadaku. Setelah semua hasil daur
ulang kukembalikan kepada mereka yang mengusirku, aku ya mengucapkan Sayonara
alias Selamat Tinggal untuk Selamanya agar orang-orang tersebut tidak lagi
memiliki kesempatan untuk melukaiku lagi. Jadi, aku yakin masih ada yang lebih
baik dariku untuk KAU pilih mengemban tugas berat ini."
Tuhan:
"AKU
bukan sekedar mencari orang yang mau KU-pakai tetapi AKU mencari orang yang mau
bersyukur dalam segala keadaan."
Aku:
"Fiuh... jadi aku harus bersyukur lagi?
Apa yang bisa kusyukuri dalam situasi
seperti ini? Aku bersyukur tiba-tiba mendapatkan kedua balita lucu tanpa
mengalami kesakitan terlebih dahulu. Memang sich mereka sering membuatku
seperti gunung meletus atau seperti air terjun yang mengalir deras tetapi ada
kalanya mereka membuatku seperti berada di taman bunga yang indah. Aku
bersyukur aku masih bisa mengunci diri di kamar ketika sudah tak tahan lagi
dengan mereka karena tanggung jawabku terhadap mereka belumlah 100%. Aku
bersyukur Tuhan semakin memperkaya pengalamanku. Aku bersyukur situasi ini tak akan berlangsung selamanya karena
musim pasti berganti. Aku bersyukur
karena aku masih memiliki beberapa hal yang bisa kusyukuri. Aku bersyukur
Engkau mempercayaiku mengemban tugas super berat ini. Syukur... syukur...
syukurin. Uwaah... tetap saja aku tidak sanggup Tuhan. Ini pelayanan terberat
dari semua jenis pelayanan yang pernah kukerjakan. Sekalipun aku tahu ada yang
lebih berat daripada ini, tetap saja ini sangat berat buatku. Kenapa mereka
bisa senakal itu? Jika begini terus, rasanya aku ingin kembali menjadi anak
kecil saja. Bagaimana pula aku
mencukupkan kebutuhanku sendiri?"
Eh,
aku bermimpi diajak makan oleh ketiga teman wanita di sebuah pujasera. Karena
aku sudah kekenyangan, aku pun enggan makan steak seperti mereka sehingga aku
hanya membeli dua buah roti sandwich
berbentuk segitiga yang berisi sayur, telor, dan irisan daging. Lantas aku
berencana memotong-motong kedua roti tersebut menjadi beberapa bagian kecil
agar bisa kubagikan kepada teman-temanku pula. Namun, sebelum roti kubagikan,
aku telah terbangun dari mimpi dan segera teringat pada sebuah firman tentang
roti yang diberikan pada saat tidur.
Mazmur 127:2 Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah — sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.
Karena
penasaran, aku pun mencari tahu maknanya tetapi tidak banyak situs yang
membahas tentang roti saat tidur karena kelihatannya mereka khawatir ayat
tersebut dimanfaatkan oleh para pemalas. Karena aku bukan pemalas, aku ya tetap
penasaran dengan ayat itu hingga akhirnya aku klik cuplikan kisah tentang roti
buatan janda di Sarfat untuk nabi Elia. Sekalipun aku sudah mengetahui
kisahnya, aku pun tertarik untuk membacanya lagi karena siapa tahu ada sudut
pandang berbeda di dalam tulisan tersebut. Siapa tahu roti saat tidur terselip
di dalam artikel berjudul Permulaan yang Baru.
Namun,
aku malah menemukan kesaksian pribadi pak Niko. Aku sich belum ludes des hingga
minus seperti dia tetapi dulu aku sudah pernah ludes des tanpa minus dan
sekarang aku terancam ludes des lagi karena jalanku kembali ditutup. Jadi,
tiba-tiba aku seperti terbawa perasaan pak Niko sehingga tanpa sadar aku
berkata: "Jika ada yang memintaku untuk mengikutinya, aku akan
mengikutinya, tetapi orang itu belum ada." Tiba-tiba aku pun
merasa seperti Ishak yang dilarang ke Mesir. Seandainya aku tetap di Mesir... hmmm...
Apa ya rencana Tuhan? Mau dibawa kemana aku ini?
0 komentar:
Post a Comment