Catatan Ibadah ke-1 Minggu 05 Maret 2017
Wah, bagaimana jika banyak
orang meninggalkan GMS Pusat dengan alasan jauh? Sia-sia donk pak Yusuf
berputar-putar cari tempat ibadah berkapasitas minimal 3000 orang. Kalau banyak
jemaat yang tidak mau ikut pindah ke ITC, sebaiknya ya dari awal jemaat diminta
pindah sementara ke satelit-satelit lain atau gereja-gereja lain. Putar-putar itu capek lho...^_^ Kadang
kala menemui jalan buntu pula.
Hmmm... mungkin ada baiknya sekali saja aku ikut di ITC untuk melihat situasi. Jika tetap ramai seperti di Cempaka, aku akan pindah ke satelit lain saja. Mengapa aku harus jauh-jauh ke sana? Dulu aku tak boleh pindah gereja karena ada urusan yang harus diselesaikan dengan mantan atasan dan mantan bosku. Nah, sekarang untuk alasan apa?
Hmmm... mungkin ada baiknya sekali saja aku ikut di ITC untuk melihat situasi. Jika tetap ramai seperti di Cempaka, aku akan pindah ke satelit lain saja. Mengapa aku harus jauh-jauh ke sana? Dulu aku tak boleh pindah gereja karena ada urusan yang harus diselesaikan dengan mantan atasan dan mantan bosku. Nah, sekarang untuk alasan apa?
Ps.Philip Mantofa: "All we do for God: ke ITC, ke Marvel, ke Singapore, dan kembali ke sini."
Hahaha... itulah jawaban Tuhan
lewat kata-kata penutup khotbah ko Philip pada hari ini. Iya... ya... semua kita lakukan untuk Tuhan. Mau
pindah kerja belum boleh karena ada misi yang belum selesai sehingga Senin-Jumat
aku sudah menghabiskan 1,5 jam perjalanan untuk ke tempat kerja dan jika macet,
bisa 2 jam perjalanan. Ini berarti PP (pulang pergi) kerja aku membutuhkan
waktu sekitar 3-4 jam sedangkan ke ITC hanya seminggu sekali dan belumlah
selama itu. Selain itu, aku juga sudah pernah lewat ITC. Jadi, kenapa aku harus
keberatan?
Masalahnya di depan ITC tidak
ada jembatan penyeberangan dan tidak ada zebra
cross dengan tombol penyeberangan padahal aku ini agak takut menyeberang. Menyeberangi jalan raya nan besar terasa
menakutkan seperti menyeberangi sungai Yordan... hehehe... Minggu pagi yang
lalu aku turun dari bemo di seberang Gramedia Expo dan langsung dipanggil
seorang nenek: "Tolong seberangkan.
Aku takut." Hah! Sesungguhnya aku juga takut sehingga aku berkata
kepadanya: "Aku pencetkan tombol
penyeberangannya saja."
Nah, setelah tombol kupencet,
nenek bertanya: "Ini sudah bisa
menyeberang?" Kulihat lampu penyeberangan memang menyala hijau dan
kendaraan-kendaraan mulai berhenti tetapi tidak terdengar suara 'tet tot tet
tot'. Jawabku: "Iya, sudah
bisa." Si nenek menoleh ke arahku. Wah... suaranya rusak nich. Gimana
nich? Pada saat bersamaan seorang pria muda yang sedang jogging (lari pagi) lewat di
dekat nenek itu sembari ikut berkata kepada nenek: "Sudah bisa. Silahkan."
Nenek itu segera memegang
tangan pria itu sambil berkata: "Tolong diseberangkan karena aku
takut." Pria itu segera menggandeng nenek dengan tangan kiri dan
tangan kanannya diangkat ke atas seakan-akan tangannya bisa menghentikan laju
kendaraan-kendaraan... wkwwk... Dengan
melihat bahasa tubuh pria itu, aku pun bisa meninggalkan mereka dengan tenang
karena aku yakin pria tadi bisa menyeberangkan si nenek dan aku yakin dia juga
bisa menyeberang kembali. Fiuuh... syukurlah pria itu muncul pada saat yang
tepat karena aku juga takut menyeberang bila suara 'tet tot tet tot' tak
terdengar.
Selain itu, kadang kala masih
ada beberapa pengemudi buta dan tuli yang malah tancap gas sekalipun ada
penyeberang jalan yang telah menekan tombol penyeberangan. Tapi, ya syukurin
ada pengemudi mobil yang sempat ditilang polisi pada saat dia nyelonong di
depanku yang sedang menyeberang jalan. Sayangnya, karena keterbatasan polisi,
pengemudi motor berhasil nyelonong tanpa ditilang. Oleh karena itu, hati ini selalu dag dig dug acap kali harus
menyeberang jalan.
Jika tidak ada tombol
penyeberangan, jembatan penyeberangan, atau teman menyeberang, biasanya aku
akan tunggu hingga jalanan sepi sebelum menyeberang. Ada kalanya tiba-tiba
muncul seorang ibu yang menggandengku ketika hendak menyeberang jalan karena
dia terlihat lebih takut daripada aku. Jika lawan jenis yang muncul, aku tak
akan berbaik hati membiarkannya menggandengku karena bisa menambah masalah
baru. Jadi, pria yang takut menyeberang sebaiknya minta tolong pada pria lain
saja. Oke!
Namun, terhadap ibu yang ingin
ikut menyeberang bersamaku, aku berpikir: "Oke
dech, silahkan saja menggandengku jika ibu percaya akan kemampuanku
menyeberang. Namun, aku tidak mungkin menggandeng ibu karena aku tidak percaya
akan kemampuanku menyeberang. Jika aku yang menggandeng ibu, aku bisa saja
melepaskan tanganku dari ibu pada saat aku mulai takut." Jadi,
kukatakan kepada ibu itu bahwa sebenarnya aku juga takut sehingga aku biasa
menunggu agak sepi atau super macet sebelum menyeberang jalan... hehehe...
Yosua 1:2 "...bersiaplah sekarang, seberangilah sungai Yordan ini, engkau dan seluruh bangsa ini, menuju negeri yang akan Kuberikan kepada mereka, kepada orang Israel itu.
KULAPANGKAN TEMPAT KEMAHKU
Verse 1: Kulapangkan tempat kemahku. Kubentang
tenda kediamanku. Tidak menghemat, kupanjangkan tali dan kupancang kokoh patokku.
Chorus: S'bab aku 'kan mengembang ke kanan
ke kiri. Keturunanku 'kan memp'roleh bangsa-bangsa dan mendiami kota-kota sunyi. Kusiapkan diriku.
Verse 2: Tuhan ini kami hamba-Mu. Jadilah
sesuai kehendak-Mu. Kami siap jalankan Firman-Mu. Nyatakanlah kemuliaan-Mu.
0 komentar:
Post a Comment