Sunday, April 12, 2015

Hidup Kita Berharga bagi Allah: Sungguh Amat Baik

Ibadah ke-1 Minggu, 12 April 2015 oleh pdt.Stefanus Sujono - Yogyakarta

Sebenarnya saya tidak ingin berkhotbah karena saya hanya ingin menikmati hadirat Tuhan. Gembala kalian sungguh memahami isi hati Tuhan sehingga mau mendoakan kalian yang rindu memiliki anak. Tuhan memandang kehidupan ini sangat berharga.

Baca Kejadian 1:1-31
Pada hari pertama Tuhan menciptakan terang. Pada hari kedua Tuhan menciptakan cakrawala. Pada hari ketiga Tuhan menciptakan tumbuh-tumbuhan. Pada hari keempat Tuhan menciptakan benda-benda penerang di cakrawala. Pada hari kelima Tuhan menciptakan binatang-binatang. Pada hari pertama hingga hari kelima Allah melihat bahwa semuanya itu baik. Namun, pada hari keenam Tuhan menciptakan manusia dan Dia menyatakan bahwa ini sungguh amat baik.
Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam. (Kejadian 1:31)
Pada hari keenam komentar Tuhan bukan sekedar baik, tetapi amat baik karena kehidupan manusia sungguh amat berharga bagi Tuhan. Ketika menciptakan manusia, Tuhan sengaja mengotori tangan-Nya dengan debu tanah unuk membentuk manusia dengan sempurna seturut gambar dan rupa-Nya. Namun, meskipun manusia diciptakan sempurna, tak akan ada artinya bila Tuhan tidak menghembuskan nafas ilahi.
ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. (Kejadian 2:7)
Karena hidup kita berharga bagi Tuhan, kita harus BERSYUKUR dan BERBAGI.

BERSYUKUR

Kisah 1: Hidup ini Jauh Lebih Berharga daripada Harta Benda
Suatu ketika saya pergi dengan anak-anak rohani saya lalu ada seorang anak SMP yang kehilangan ponsel karena kecerobohannya. Hal ini membuat papanya marah karena ponsel yang dia hilangkan ada gambar apel digigit dan harganya jutaan rupiah. Anak itu pun meminta maaf sehingga papanya tidak marah lagi. Namun, setengah jam kemudian papanya marah lagi karena masih ingat ponsel tersebut. Kalau ponsel yang hilang, hanya bernilai ratusan ribu rupiah, mungkin papanya tidak akan marah lagi. Namun, ini harganya jutaan rupiah. Si anak hanya bisa berkata: “Maaf, Pi” dan papanya menjadi tenang kembali. Namun, hingga keesokan hari papanya masih marah lagi karena ponsel tersebut.

Selang beberapa hari kemudian saya pergi dengan mereka dan jemaat lain. Sementara orang-orang dewasa meminum air kelapa muda di pinggir pantai, papa dari anak tadi (anak yang menghilangkan ponsel) lebih memilih pergi berenang bersama anak-anak di pantai. Tanpa dia sadari tiba-tiba anak pertamanya sudah terbawa jauh ke tengah pantai. Dia berteriak memanggil anak pertamanya tetapi si anak sudah tidak bisa menjawabnya. Maka, dia segera berenang ke tengah untuk menyelamatkan anaknya tetapi ombak menghempaskan mereka berdua. Dia berupaya sekuat tenaga untuk mendorong anaknya ke pinggir pantai tetapi sia-sia. Pada akhirnya, dia pun kelelahan dan telah minum air pantai banyak-banyak hingga tak sanggup berbuat apa-apa lagi. Katanya: “Oh Tuhan, inikah akhir hidupku?”

Untunglah ada life guard (penjaga pantai) yang melihat mereka berdua terombang-ambing di tengah pantai sehingga mereka segera naik papan selancar untuk menyelamatkan keduanya. Kejadian ini pun membuat mereka masuk Metro TV dengan judul “Dua Wisatawan Terseret Ombak Pantai Parangtritis dan Selamat”.

Anak yang nyaris tenggelam merupakan anak pertama dan anak yang telah menghilangkan ponsel merupakan anak kedua. Jadi, setelah kejadian tersebut, saya bertanya kepada papa anak-anak tersebut: “Apa kamu masih memarahi anak keduamu yang telah menghilangkan ponsel?” Tentu saja si papa tidak lagi memarahi anaknya karena dia telah menyadari bahwa hidup jauh lebih berharga daripada ponsel jutaan rupiah.

Kisah 2: Selalu ada Alasan untuk Bersyukur
Bersyukur itu Menyenangkan
Februari 2015 saya diminta memimpin ibadah penghiburan yang berbeda daripada biasanya karena pada hari itu ada 3 jenasah di depan saya: seorang ibu dengan kedua anaknya. Mereka adalah korban Air Asia dan jenasah si bapak sudah ditemukan sebulan sebelumnya. Lalu pada saat itu adik korban berkata: “Kami bersyukur karena semua jenasah keluarga kami dapat ditemukan secara utuh dan lengkap sekeluarga.” Meskipun tidak ditemukan pada waktu bersamaan, setidaknya mereka semua ditemukan karena masih banyak korban-korban lain yang tidak ditemukan secara utuh dan lengkap.

Jika mereka mampu bersyukur atas hal itu, apa yang membuat kalian tidak bisa bersyukur? Apa suami atau isterimu masih hidup? Apa anakmu masih membuka mata? Bersyukurlah atas kehidupan mereka dengan berhenti mencari-cari kesalahan mereka. Orang yang selalu bersyukur tidak akan membesar-besarkan masalah kecil. Contoh: suami ingin makan bakwan tetapi isteri ingin makan lontong balap lalu mereka ribut. Buat apa? Tentu akan lebih baik bila mereka makan bakwan dulu lalu makan lontong balap.

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.