Catatan Ibadah ke-3 Minggu 1 Mei 2016
Ps.Philip Mantofa: "Orang pintar tidak perlu 'orang pintar' karena sudah pintar."
Terkadang untuk menjadi pintar kita harus membayar
dengan harga mahal. Sekitar tahun
1997 aku sempat kehilangan jam tangan kulit dari Jepang pemberian papaku. Jam
tangan tersebut kusimpan di dalam lemari belajarku tetapi tidak kukunci. Suatu
hari ada beberapa tukang yang merenovasi rumahku tanpa diawasi.
Ketika aku pulang sekolah,
jam tangan tersebut tak ada di lemari belajar itu. Beberapa tukang pun ditanyai tetapi
semua mengaku tak mengambilnya. Karena jam tangan itu dibeli dengan Yen dan
jika dikurskan, harga saat itu berkisar Rp5juta, 2 orang tukang pun menawarkan
diri untuk mengantar kami menemui 'orang
pintar' bernama Mbah Ndok.
Aku dan papa pun pergi ke
rumahnya yang sederhana bersama kedua tukang tersebut. Mbah Ndok pun membaca
mantra sambil menggerak-gerakkan tangannya di atas api kemenyan. Tak lama
berselang dia berkata: "Saya tahu pelakunya tetapi saya tidak
bisa memberitahukannya. Namun, saya akan membuat orang itu kebingungan hingga
mengembalikan jam tangan tersebut ke tempatnya semula." Karena
Mbah Ndok tidak mau dibayar, kami pun hanya berterima kasih kepadanya lalu
segera pulang.
Beberapa hari kemudian
seorang tukang yang tidak ikut menemui 'orang pintar' tiba-tiba datang ke rumah
dan mengatakan bahwa dia mau mengambil perkakasnya yang ketinggalan. Tanpa
curiga dia pun dipersilahkan masuk untuk mengambilnya tanpa diawasi. Setelah
itu dia pergi. Ketika aku pulang sekolah, kutemukan jam tanganku sudah ada di
tempatnya (di dalam lemari belajarku / tempat semula - tepat seperti yang dikatakan 'orang pintar') padahal sebelumnya benar-benar sudah
hilang. Maka, kami pun mencurigai tukang itu tetapi tak ada yang kami lakukan
terhadapnya karena yang penting jam tangannya telah kembali... hehehe...
Sekitar akhir 2007
tiba-tiba rumah kami kedatangan si jago merah yang mencuri hampir seisi rumah
kami. Ealah... ketika kehilangan sebuah jam tangan, kami bisa meminta ‘orang
pintar’ membantu kami. Namun, ketika kehilangan sebanyak ini, ‘orang pintar’ mana
yang bisa membantu kami? Ya... hanya Tuhan Yesus yang bisa membantu kami tepat pada waktunya.
Pada akhirnya kebakaran tersebut membuat kami
belajar ikhlas. Setelah kejadian
tersebut kami tidak lagi mencari 'orang
pintar' ketika kehilangan ponsel atau semacamnya. Oh, alangkah baiknya bila
kita bisa belajar mengikhlaskan sesuatu yang kecil tanpa harus mengalami
kehilangan besar terlebih dahulu. Namun, nasi sudah menjadi bubur jadi nikmati
saja buburnya... Nikmati saja jalan ceritanya... hahaha...
Sejauh timur dari barat Engkau
membuang dosaku. Tiada Kau ingat lagi pelanggaranku. Jauh ke dalam jubir laut
Kau melemparkan dosaku. Tiada Kau perhitungkan kesalahanku.
Betapa besar kasih pengampunan-Mu
Tuhan. Tak kau pandang hina hati yang hancur. Ku berterimakasih kepada-Mu ya
Tuhan. Pengampunan yang Kau beri pulihkanku.
0 komentar:
Post a Comment