Saturday, March 14, 2015

Pray Until Something Happens 5 (PUSH 5) oleh pdt.Welyar Kauntu – intermezzo


Selepas doa fajar kami berlima (aku, Amel, Fulda, Eli, dan mama Eli) pergi ke mini market. Setiba di sana Fulda, Eli dan mamanya membeli sesuatu di sana. Sementara itu aku dan Amel duduk menunggu di belakang mini market. Tak lama berlalu kusadari bahwa kursiku dikerubuti banyak semut hitam sehingga aku bergegas berdiri meninggalkan kursiku dan berdiri di belakang Amel yang masih tetap duduk di kursinya.

Tiba-tiba datanglah tiga pemuda dan salah satu di antaranya mendekati kami sambil berkata: “Apa saya bisa wawancara untuk dokumentasi?”
Amel    : “Tidak. Saya bukan jemaat...”
Pemuda: “Mawar Sharon?”
Amel    : “Ya.”
Pemuda: “Tidak masalah.”
Amel    : “Tidak. Itu yang jemaat Mawar Sharon.” (sambil menunjuk ke arahku)
Pemuda: “Pertanyaannya hanya sudah berapa kali ikut PUSH dan apa yang didapat dari PUSH?”
Amel    : “Tidak. Tidak mau.”
Aku      : “Tidak lha.” (sambil tersenyum dan buru-buru pergi meninggalkannya karena tidak ada orang lain yang bisa kutunjuk)

Fiuh... ketika terdengar kata wawancara, pikiran ini langsung kosong. Bagaimana bisa berbicara tanpa berpikir? Apa yang kudapat? Aku ‘kan hanya menikmati hadirat Tuhan, menikmati sukacita dan damai sejahtera yang melampaui segala akal dan belum mengetahui dapat apa karena semua kata-kata pdt. Welyar Kauntu pun lupa...hahaha...  

Mungkin karena semalam kurang tidur juga. Tidur tak nyenyak karena mendengar suara dengkuran, suara jangkrik, suara orang mandi, dan suara orang membuka dan menutup pintu kamar. Hmmm... bila tidur di tempat asing, telinga ini jadi semakin peka dengan bunyi-bunyian.

Manis Kau Dengar - Welyar Kauntu
Alhasil, kuputuskan untuk segera tidur begitu sampai rumah. Namun, ketika kepala menyentuh bantal, kata-kata pak Welyar mulai bermunculan di benakku dan lagu ‘Manis Kau Dengar’ juga terngiang-ngiang di hatiku. Oleh karena ini, sejam kemudian aku masih terjaga. Oala... tampaknya aku harus menuangkan pikiranku dulu supaya bisa tidur...hahaha...

It’s ok. Daripada diwawancarai walau hanya sedetik, lebih baik diminta menulis walau makan waktu beberapa jam. Kalau melihat mikrofon, kamera, dan alat perekam, pikiran ini langsung kosong. Namun, ketika sesuatu ditulis, ingatan demi ingatan mulai bermunculan hingga terangkai menjadi suatu artikel plus plus...hehehe...

Pada akhirnya, tibalah pada pertanyaan yang sama dengan pak Welyar: “Kok bisa ya saya nulis seperti itu?” 
Pak Welyar menyadari bahwa lagu-lagunya ditulis oleh Tuhan lalu ditanamkan di dalam pikirannya. Oleh karena itu, pdt. Welyar Kauntu tidak keberatan bila lagu-lagunya digunakan oleh setiap orang tanpa membayar. Dia tidak ingin musik ministry menjadi musik industry

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.