Sunday, November 26, 2023

23 adalah Pintu

Janji Tuhan untukku
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 26 Nov 2023

Hari ini aku berjalan melewati jalan yang biasa kulalui. Ketika hendak berbelok, tiba-tiba mataku tertuju kepada sepasang pintu gerbang bertuliskan nomer 23. Di balik pintu yang sedikit terbuka tak kulihat padang berumput hijau. Justru kulihat puing-puing karena para tukang bangunan masih sibuk merenovasi sebuah gedung perkantoran.

Aku berharap Tuhan kembali berkata seperti dulu, "Lihatlah, Aku telah membuka pintu yang tidak bisa ditutup oleh siapapun ..." Karena tidak berkepentingan untuk masuk ke dalam pintu itu, aku pun tetap berjalan sambil bertanya-tanya, "Kenapa pintunya diberi nomer 23? Kenapa bukan nomer lain? Kenapa memakai nomer panggilanku di asrama? Lagipula biasanya nomer ditulis di dinding sebelah pintu."

Eh, ternyata pak Paulus berkata, "dari I am ... diteruskan menjadi you are ..." Jadi, “Aku adalah pintu” menjadi “kamu (23) adalah pintu.” Ah, tidak enak kalau menjadi pintu. Pintu tidak bisa pindah-pindah. Pintu harus tetap di tempatnya. Pintu juga harus melindungi isi ruangan.

Ih, beberapa hari lalu aku kesal dengan ulah Mr. Cina yang menghalangi orang-orang masuk melalui sebuah pintu. Sekalipun posisinya lebih tinggi dariku, aku tidak mau mengalah kepadanya karena ini bukan masalah posisi, tetapi masalah fungsi.

Karena dia tidak menjalankan fungsinya dengan baik, sudah seharusnya aku ambil fungsinya dan menyerahkannya kepada orang lain yang berfungsi. Jadi, cukuplah dia memiliki posisi, tetapi tak perlulah dia menjalankan fungsi agar tidak mengganggu kelancaran dan ketertiban.

Kuminta Mr. Taiwan menyampaikan permintaan tersebut kepada Mr. Cina, tetapi dia berkata, "Tanyakan dulu alasannya berbuat begitu karena selalu ada alasan di balik sebuah tindakan." Betul, tetapi kali ini aku tidak perlu mengetahui alasannya karena dia sudah meresahkan.

Lagipula dia sudah diberitahu oleh orang lain agar tidak berbuat seperti itu. Sayangnya, dia tidak mau mendengarkan dan tetap berbuat sesuka hatinya. Nah, kalau dia tidak mau mendengarkan orang lain, kenapa aku harus mendengarkan dia? Terpaksa aku harus turun tangan sendiri untuk melarang dia menjalankan fungsinya.

Lantas dia menyerahkan kunci pintu itu kepadaku. Kemudian kunci kuserahkan kepada beberapa orang yang kupercaya. Tentu saja dia langsung melaporkanku kepada orang pusat di Taiwan. Aku pun tidak menyangkalnya dan langsung membenarkan dengan alasan keamanan. Maka, Mr. Taiwan diminta mengusut permasalahan kami.

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.