Menunggu Masuk Sorga
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 26 Februari
2022
Tak lama berselang Ran dan Genta mengawali
perjalanan pulang mereka dengan suram. Ran hanya mengingatkan, "Nanti
tanyakan saja kepada Conan." Kemudian dia mengalihkan fokus dari
masalah itu kepada masalah pak sopir.
Ran bertanya, "Dulu pak Genta dapat
info beasiswa darimana? Ini tahun depan anaknya pak sopir mau kuliah tapi tidak
ada uangnya." Nah, dengan mengalihkan fokus kepada masalah orang lain,
suasana suram mulai berwarna.
Setelah Genta memberi penjelasan kepada
sopir untuk mencarinya di Google dan uang jangan dijadikan penghalang untuk
mengubah keadaan. Ran pun mempertegas dengan berkata, "Jika tidak ada
uangnya, usahanya yang harus diperbesar Pak."
Selanjutnya, ketika membahas tentang Conan
yang berbisnis sendiri selagi masih muda, Genta berkata, "Aku juga pernah
mencoba usaha sendiri, tetapi gagal." Karena Ran juga bernasib semacam itu,
dia tersenyum dan menjawab, "Lebih baik mencoba dan gagal daripada
tidak pernah mencoba sama sekali."
Genta juga menyetujui hal itu lalu dia
memberanikan diri menceritakan beberapa kegagalan bisnisnya. Maka, Ran juga
terpancing untuk menceritakan kegagalannya yang mengesankan. Tadi pak Leo
bertanya, "Apa jadinya jika tangan tak berfungsi?" Nah, kisah
inilah yang dia ceritakan kepada Genta. Ketika tangan tak berfungsi, akuntan jadi pembagi brosur di setopan lampu
merah. "Lha ngapain kamu mbagi brosur?" tanya Genta sambil
tertawa.
Jawab Ran sambil tertawa pula, "Upline-ku
sukses dengan cara itu lalu dia ajarkan cara suksesnya. Padahal, cara sukses
tiap orang tidak sama. Aku menemukannya secara online. Kukira diajari
cara-cara marketing online, ternyata diajari cara membagikan brosur
karena dia sukses dengan cara itu dan bukan cara online.”
Lanjut Ran, “Saat itu tanganku sakit. Akuntan tanpa tangan, mana ada yang mau mempekerjakan? Makanya kucoba hal itu. Namun, akhirnya sakit pada tanganku menghilang setelah beberapa kali aku mondar-mandir di jalan raya. Jalan itu menyehatkan. Maka, aku kembali menjadi akuntan. Hahaha ..."
Pengkhotbah 9:10
(TB) Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu
sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat
dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi.
Genta pun bercerita bahwa dia pernah tak punya uang sepeser pun, tetapi tepat saat itu juga Tuhan memberi pekerjaan. Hal semacam ini juga pernah dialami oleh Ran hingga dibilang parasit.
Sementara itu, dulu kalau Genta datang ke rumah saudaranya, mereka akan
berkata, "Dia lagi, dia lagi."
Genta sampai pernah bekerja sebagai
pengangkat ban truk. Genta juga pernah bekerja menawarkan produk berhadiah,
tetapi hadiahnya bisa ditebus kalau membeli barangnya dulu. Semula dia benci
pekerjaan semacam ini, tetapi akhirnya dia malah mengerjakannya. Alhasil, mereka
sama-sama tertawa. Ditambah pula pengalaman Ran naik angguna ke kampus.
Kata Genta, "Enak seperti ini. Nanti
saat tua ada hal-hal yang bisa diceritakan dan ditertawakan. Hal itu
melatih kita untuk tidak terlalu peduli omongan orang. Kalau hidup mulus terus,
pasti bosan dan tidak ada yang bisa diceritakan." Ran menimpali, "Ya,
kita juga dilatih untuk memaafkan."
Hahaha ... tidak perlu menunggu tua. Tiap
kali ingat momen di bangjo itu, Ran pasti ingin tertawa sendiri. Namun, kalau
ada banyak orang, ya nunduk aja lha biar tidak dianggap gila. Masa tertawa
sendiri karena memori di masa lalu? Untung ada rambut panjang yang bisa
menutupinya. Inilah enaknya menjadi wanita.
0 komentar:
Post a Comment