Berkat Penyertaan
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 04 Des 2022
"Siapa
yang suka bermimpi?" tanya Pdt. Jonathan
Pattiasina.
Kok tiba-tiba menanyakan hal ini ya? Tahun
ini aku mendapat dua mimpi yang temanya serupa, tetapi ilustrasinya berbeda.
Nah, pertanyaannya itu malah mengingatkanku pada kedua mimpi bertema tenggelam.
Di dalam mimpi pertama aku tenggelam di
dalam laut yang gelap bersama seorang teman perempuan. Namun, kami tetap bisa bernapas dengan baik karena kami tenggelam di dalam
kapal selam yang berbentuk kapsul kaca sebening gelembung udara.
Makin lama kapal selam itu makin ke bawah
secara perlahan-lahan karena tidak ada tombol pengendalinya. Kami hanya
berdiam diri mengamati sekeliling kami yang gelap dan membiarkan diri kami
terbawa turun ke kegelapan yang dalam tanpa terlihat adanya riak air atau
gelombang.
Namun, setelah sekian waktu lamanya tiba-tiba ada cahaya terang yang muncul begitu saja. Seketika kapal selam kami perlahan-lahan naik ke permukaan. Maka, makin lama terang itu makin terlihat. Akhirnya kami tiba di darat dan bertemu seorang teman.
Nah, beberapa minggu lalu aku bermimpi lagi
tentang tenggelam. Kali ini suasananya berbeda karena langit sangat cerah. Hari
itu masih pagi menjelang siang. Kulihat sebuah bemo berhenti di tengah jalan
yang agak macet.
Rupanya diriku baru saja turun dari bemo
itu lalu melihat air banjir menggenang di sekitar sana. Airnya tampak
keruh. Pemandangan ini membuatku sempat agak menyesal karena sudah turun dari
bemo.
Namun, aku langsung menoleh ke kiri dan
berhasil menyeberang dengan aman tanpa terkena genangan air di dekat pembatas
jalan. Lantas aku duduk di atas batu besar yang dikitari tanaman. Agar kakiku
tidak basah, aku pun meletakkan kakiku di atas batu besar yang bagian bawahnya
tertutup air keruh.
Beberapa saat kemudian aku hendak berdiri
di atas batu yang kupijak itu. Seketika kusadari bahwa aku salah berpijak.
Batunya bergerak dan mengapung. Oh, rupanya itu batu apung dan bukan batu
penjuru. Maka, aku hilang keseimbangan dan jatuh seraya langsung memejamkan
mata. Tak kuhiraukan semua orang yang ada di sekelilingku. Tak sekalipun aku
berteriak meminta bantuan mereka.
Kubiarkan diriku tenggelam ke dalam air
yang jernih. Aku tidak merasa sesak napas dan amat damai. Airnya tidak
dingin dan tidak panas. Kubiarkan diriku terhanyut di dalam sungai nan jernih
itu. Perlahan-lahan aku terbawa makin jauh ke tengah.
Namun, bagaimana dia menarikku? Aku tidak memakai tas punggung. Dia juga tidak menarik bajuku. Tangannya juga tidak menyentuh punggungku. Padahal, aku juga tidak memakai rompi pelampung.
Hal itu berbeda dengan tenggelam di dunia nyata. Ketika aku tenggelam di Sungai Pekalen, pemandu arung jeram menarikku dengan memegang bagian belakang rompi pelampung. Nah, bagaimana sosok dalam mimpi itu mengangkatku? Mungkin saja dia menggunakan energi angin... hehehe...
Ah, bagaimana mungkin pada tahun ini aku
mimpi tenggelam hingga dua kali? Baptis selam aja cukup sekali dan itu pun
tenggelamnya sangat singkat. Namun, momen tenggelam di dalam mimpiku tidak sesingkat
itu. Cukup lama, tetapi tidak kelamaan.
Firaun bermimpi tentang lembu kurus dan lembu tambun, tetapi aku malah bermimpi tenggelam dalam kegelapan dan tenggelam dalam air jernih. Siapa yang bisa menafsirkannya? Andai saja Yusuf masih hidup, pasti kuminta dia menafsirkannya... hahaha...
Nah, berhubung Yusuf sudah tenang di alam
sana, aku hanya bisa mengatakan bahwa tenggelamkan dirimu dalam hadirat
Tuhan. Maka, sekalipun ada masalah yang menenggelamkan dirimu secara
perlahan-lahan, kau tetap bisa bernapas dengan baik. Tak ada cara lain. Biar
Tuhan saja yang memegang kendali. Hadirat-Nya bagaikan kapal selam di perairan
yang dalam. Hadirat-Nya bagaikan air yang jernih.
Selain itu, dengan menenggelamkan diri
ke dalam air kehidupan atau firman Tuhan, kita akan beroleh damai
sejahtera. Kita bukanlah Babel yang tenggelam dan tak bisa bangkit lagi. Mimpi itu mengatakan bahwa momen tenggelam itu tak berlangsung selamanya. Habis
gelap, terbitlah terang. Habis tenggelam, pertolongan datang. Semua adalah
berkat kasih setia-Nya.
PENOLONG HIDUPKU
Saat kudalam kesesakan yang
kuharap hanya kau Tuhan.
Saat badai hidup menerpa, masih ada Tuhan bagiku. Saat semua jalan
tertutup, Tiada yang sanggup menolong, Saat air mata tercurah, Masih ada
Tuhan bagiku.
Penolongku hanyalah Diri-Mu. Penghiburku hanya Engkau Bapaku. Selalu menyertai
hidupku, Kau Bapaku yang setia.
0 komentar:
Post a Comment