Sunday, July 24, 2022

Penjala Ikan

Berkat Pemulihan 2
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 24 Juli 2022

Tadi di bemo ada bapak dari Gorontalo yang tiba-tiba berkata: "Tadi kata sopirnya kalau sudah ada dua orang, bemo akan jalan." Nah, aku orang kedua dan bemonya belum jalan sehingga kujawab: "Iya, biasanya lama." Beberapa menit kemudian datanglah orang ketiga dan bemo langsung jalan. Hehehe... ternyata memang yang ketiga barulah mutlak / absolut jalan.

Lantas bapak tadi bercerita kalau dia sudah 40 tahun di Surabaya. Maka, kutanya: "Berarti lebih enak di Surabaya ya daripada di Gorontalo?" Jawabnya: "Ya, di Surabaya murah-murah... teman-temanku bisa beli cewek Rp150.000 - Rp200.000. Kalau di Gorontalo, mahal-mahal. Aku juga ditawari, tetapi tidak mau. Tapi, sekarang sudah banyak cewek Bojonegoro yang ke sana."

Hah! Sambil menggeleng-gelengkan kepala aku hanya bisa berkomentar: "Parah". Ah! Aku sungguh menyesal telah menanyakannya sehingga aku tidak mau bertanya-tanya lagi. Namun, dia tetap bercerita bahwa dia tidak mau merokok dan isterinya sudah meninggal. Dia pun bercerita tentang tahun kelahirannya yang ternyata sama dengan mamaku.

Lalu dia bercerita tentang anak-anak dan cucunya, kekurangannya yang tidak bisa baca tulis, pekerjaannya di Surabaya, serta salah satu kerabatnya yang meninggal saat mencari ikan di laut. Kapalnya dihantam angin badai dan jenasahnya tidak ditemukan. Wew... ternyata pekerjaan lama Petrus sebagai penjala ikan juga beresiko lho. Jadi, sebenarnya menjala ikan tuh tidak bisa dibilang nyaman.

Zona nyaman yang Tuhan maksud pasti tidak berkaitan dengan rasa nyaman atau tak nyaman, enak atau tak enak karena semua zona selalu memiliki kedua sisi itu. Ada karyawan yang tetap bertahan sebagai karyawan sekalipun dia merasa tak nyaman di sana demi gaji yang tetap. Tanpa sadar zona tersebut telah menjadi zona nyamannya karena lama-lama dia terbiasa dengan ketidaknyamanannya.

Jadi, zona nyaman yang Tuhan maksud tentulah sebuah zona yang membuat kita stagnan atau tidak bertumbuh sehingga dari dulu, sekarang, dan sampai selamanya ya kita tetap sama. Hal-hal yang dulu kita keluhkan, sekarang kita keluhkan, dan sampai selamanya tetap kita keluhkan. Ini namanya stagnan atau terjebak di zona nyaman.

Ada pengusaha yang marah-marah karena karyawan tidak menaikkan harga sabun padahal harga bahan baku sabun mengalami kenaikan. Dari dulu sampai sekarang dia memang suka menyelesaikan masalah dengan marah-marah. Mungkin sampai selamanya dia tetap seperti itu. Sekalipun tidak baik, ini juga termasuk kategori zona nyaman lho.

Sementara itu ada penjual sabun yang berkata kepada salah satu karyawan pengusaha itu: "Aku ini juga jualan sabun, tetapi produsenku tidak menaikkan harga sabun. Padahal, bosmu bilang harga bahan baku sabun tuh naik. Masa produsenku tidak memakai bahan yang sama?" Karyawan itu menjawab: "Nggak tau ya. Mungkin produsenmu mengambil dari pemasoknya langsung." Jawabnya: "Nggak kok. Dia masih home industry. Jadi, nggak mungkin beli bahan baku ke pemasoknya langsung. Tapi, harga sabunnya memang sudah dijual mahal. Meskipun mahal, anehnya tetap laku lho. Padahal, bosmu jual murah."

Jawab karyawan itu: "Kalau berkhasiat, mahal pun pasti dibeli." Penjual itu menimpali: "Iya. Sabun buatan produsen itu memang berkhasiat. Beda dengan sabun buatan bosmu. Kualitasnya itu pasaran dan isa berubah-ubah. Pantas aja dia harus keluar banyak biaya agar sabunnya laku."

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.