Sunday, February 27, 2022

Menghargai Bukan Menuruti

Cara Menghargai Perbedaan
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 27 Feb 2022

Seorang pemuda mengirim pesan WA kepada temannya: "Ada yang ingin kuceritakan. Enaknya cerita lewat telepon atau ketemu langsung?" Temannya menjawab: "terserah" karena dia mengetahui bahwa pemuda itu seringkali segan meneleponnya. Acapkali mau meneleponnya pemuda itu akan kirim pesan WA terlebih dahulu: "Apa aku bisa meneleponmu?"

Mungkin pemuda itu juga pernah senasib dengan ibu dan gadis tadi yang dimarahi karena tidak menjawab telepon atau sering menelepon pada waktu yang salah. Itu sebabnya dia sering segan jika mau langsung menelepon temannya. Alhasil, pemuda itu tidak menelepon tetapi kembali mengirim pesan WA: "Ok, nanti kuceritakan saat bertemu. Inti ceritanya begini sih ..."

Nah, jika inti cerita sudah diberikan, apa masih perlu bertemu? Rasanya sih tidak perlu lagi karena inti ceritanya pun tentang perpisahan. Meskipun demikian, temannya tidak protes karena temannya memahami ketakutannya. Pemuda itu sudah terbiasa menyenangkan setiap orang hingga dia rela mengorbankan impiannya sendiri.

Dia selalu tampak takut mengecewakan orang lain. Dia senantiasa berusaha menghargai setiap orang dengan menjadi seperti yang mereka mau. Alhasil, diam-diam dia malah mengecewakan mereka karena dia berusaha hidup sesuai versi orang lain dan bukan versi dirinya sendiri.

Padahal, untuk bisa menghargai orang lain, kita tidak harus senantiasa menuruti kemauan orang lain. Ada kalanya kita pun harus berani menjadi diri sendiri seperti ibu dan gadis tadi sekalipun harus dimarahi karena ditelepon dan menelepon pada saat yang tidak tepat.

Lagipula sebenarnya bapak tadi hanya marah karena tidak bisa menghargai dirinya sendiri. Jika dia bisa menghargai dirinya sendiri, dia tidak akan mudah marah terhadap sikap orang lain. Dia itu ingin dihargai oleh si ibu tanpa mempedulikan kepentingan si ibu. Di sisi lain dia pun tidak bisa menghargai si gadis karena dia hanya peduli dengan kepentingannya sendiri.

Ayub 4:8 Yang telah kulihat ialah bahwa orang yang membajak kejahatan dan menabur kesusahan, ia menuainya juga.

Lho... mau dihargai orang lain kok tidak mau menghargai orang lain? Mana bisa menabur biji anggur dan berharap menuai mangga? Pasti kecewa lha yauw...

HIDUP TANPA-MU – Louder Than Life
Dunia ini mengatakan hidup ‘tuk senang saja, hiduplah ‘tuk puaskan jiwa. Namun, kumau hidup bagi Allah Bapa.
Reff: Aku tak bisa hidup tanpa-Mu. Aku tak mau hidup tanpa-Mu. Kaulah nafas yang kuhirup. Apakah arti hidup jika hidup tanpa-Mu?
Dunia ini mengajarkan hiduplah tanpa tujuan. Namun kutahu keb’naran. Kudicipta ‘tuk berjalan bagi Bapa.
Bridge: Ku tak ‘kan dengarkan dunia. Ku tak ‘kan hidup tanpa-Mu. Ku tak ‘kan dengarkan dunia. Ku mau hidup untuk-Mu. Ku tak ’kan dengarkan dunia. Apakah arti hidup jika hidup tanpa-Mu?

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.