Sunday, February 27, 2022

Cara Menghargai Perbedaan

Budaya Penghargaan
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 27 Feb 2022

Yakobus 1:19-20 Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.

Pada suatu hari seorang bapak marah-marah kepada seorang ibu yang baru dikenalnya karena beberapa hari sebelumnya dia tidak segera menjawab teleponnya. Dengan penuh kemarahan di depan banyak orang dia berkata: "Sekalipun kamu sudah minta maaf dan mengganti nomermu, aku akan tetap memblokir semua nomermu hingga aku merasa nyaman untuk berbicara kepadamu di telepon."

Karena sudah terlanjur marah kesetanan, bapak itu juga tidak mau menerima penjelasan apapun. Padahal, ibu itu tidak bisa segera menjawab telepon karena di rumah sedang mengurus banyak hal, seperti menyiapkan makanan untuk anaknya, memandikan dan merawat papanya yang stroke.

Seharusnya kita semua mengetahui bahwa merawat orang stroke bukanlah perkara mudah karena orang itu tidak bisa bergerak sendiri. Selain itu, si ibu juga baru mengenal si bapak sehingga wajar saja jika dia belum memahami kemauan atau karakter bapak tersebut.

Namun, orang yang selalu ingin dihargai oleh orang lain seringkali tidak pernah bisa menghargai orang lain karena kemampuannya memahami orang lain cenderung dangkal. Untunglah ibu itu bisa bersikap lebih dewasa daripada bapak itu sehingga dia bisa memaklumi dan memaafkan sikapnya yang begitu kekanakan.

Pada kesempatan lain bapak itu juga memarahi seorang gadis. Dia berkata kepadanya: "Kamu itu jangan mengganggu dengan meneleponku terus. Aku ini sudah jarang pergi ke Bali. Sekali ini pergi kok malah digangguin?" Lho... tentu saja gadis itu kebingungan karena dia tidak tahu menahu tentang intensitas kepergian bapak itu ke Bali.

Hahaha... mungkin gadis dan ibu itu harus menjadi ahli nujum yang bisa membaca pikiran dan hati si bapak ya... Namun, tentu saja hal ini tidak mungkin terjadi. Ada proses tertentu yang harus dilewati agar kita bisa “membaca” orang lain.

Jadi, bagaimana sih agar kita bisa menghargai perbedaan? Ya, tentu saja kita harus memahami penyebab perbedaan itu terlebih dahulu. Untuk bisa memahaminya, tentu saja kita perlu cepat mendengar dan lambat berbicara. Jika tidak demikian, kita bisa melakukan hal yang kekanak-kanakan seperti bapak itu lho. Mau seperti dia? Iih... malu-maluin donk.

Lebih baik menjadi seperti Yesus saja...^.^ Lebih baik belajar memahami daripada minta dipahami karena keinginan untuk dipahami seringkali menjadi sumber kekecewaan dan kemarahan yang sia-sia belaka. Dengan memahami orang lain kita pun bisa menghargai mereka. Dengan menghargai mereka kita pun akan dihargai oleh mereka karena semua yang kita taburkan pasti akan kembali ke diri kita.

BEJANA-MU
Hanya kepada-Mu kubawa seluruh kehidupanku sebagai persembahan yang hidup dan yang berkenan kepada-Mu. Kar'na kasih-Mu Kau memilihku. Kini ku datang kepada-Mu penuhi panggilan-Mu.
Reff: Ini aku bejana-Mu. Bentuklah sesuai kehendak-Mu 'tuk genapi firman-Mu. Oh Yesusku jadikanku alat yang indah di mata-Mu, bejana yang sempurna seperti-Mu.

Menghargai Bukan Menuruti

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.