Sunday, July 25, 2021

Menghadapi Kematian

Langit Baru, Bumi Baru
Catatan Ibadah Online Minggu 25 Juli 2021

Sekalipun orang-orang Kristen mengetahui adanya kehidupan kekal setelah kematian pertama atau kematian fisik, tetap saja beberapa orang takut mati. Ada yang takut mati karena hartanya banyak dan anaknya masih kecil-kecil. Maka, dia tak pernah mau bepergian dalam satu kendaraan dengan pasangannya. Jadi, jika dia sampai meninggal, masih ada pasangan yang akan menjaga hartanya.

Matius 6:27 Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?

Ada pula yang takut meninggal karena mencemaskan ortunya yang sudah tua atau anaknya yang berkebutuhan khusus. Jika meninggal duluan, siapa yang akan menjaga mereka? Ada yang takut meninggal karena takut pasangannya menikah lagi dengan orang lain.

Ada pula yang takut meninggal karena tidak mengetahui cara meninggalnya. Tak seorang pun bisa memilih tempat kelahirannya dan cara dilahirkannya secara normal atau operasi. Begitu pula halnya dengan kematian. Mungkin kita semua berharap bisa meninggal dengan tenang di atas tempat tidur tanpa rasa sakit yang berarti. Namun, kita melihat ada orang-orang yang meninggal dengan cara tragis. Bahkan, ada jenasah yang raib bak ditelan bumi. Hal ini membuat beberapa orang takut naik pesawat karena tidak mau meninggal tanpa ditemukan jenasahnya.

Orang yang takut mati tidak selalu membutuhkan harapan akan kehidupan kekal karena beberapa di antara mereka tetap saja belum bisa mempercayai hal itu sekalipun tertulis di Alkitab. Mereka tetap saja bertanya: "Siapa yang pernah melihat surga dan neraka? Iman tiap orang berbeda-beda. Jadi, tak usah membahas kehidupan kekal. Kita bicarakan kehidupan saat ini saja yang sudah jelas terlihat." Ya, ada yang bisa percaya tanpa melihat, tetapi ada yang sulit percaya sebelum melihat.

Namun, jika di bumi ini mereka dapat merasakan jamahan kasih Yesus, tentulah mereka akan tertarik untuk mengenal pribadi-Nya. Jika mereka sudah bisa mengalami hadirat-Nya seperti Ayub, tentulah segala ketakutan itu akan sirna dengan sendirinya.

Ayub 1:21 katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!"

KUPERLU YESUS di HIDUPKU
Kuperlu Yesus di hidupku. Ku tak dapat hidup tanpa-Mu. Kuingin bersama-Mu s'lalu. Peganglah tanganku.
Reff: Sekalipun aku harus melewati maut, aku mampu bila Engkau s'lalu besertaku. Ya Allahku jangan pernah Kau tinggalkan aku. Kuperlu Kau dalam hidupku.

Ketika ada perkabungan, jarang sekali ada yang meratap seperti ini: "Mengapa kamu harus meninggal sebelum bertobat? Mengapa kamu harus meninggal sebelum percaya kepada Kristus?" Sebagian besar orang justru meratapi kematian seseorang karena orang yang meninggal tersebut sangat berarti atau sangat berfungsi dalam kehidupan mereka. Beberapa di antaranya meratap seperti ini:

* Pa, mengapa kamu meninggal duluan? Kamu ini tulang punggung keluarga. Bagaimana kami bisa hidup jika kamu meninggalkan kami? Anak kita masih kecil pa.
* Nak, kamu ini satu-satunya harapan hari tua papa mama. Mengapa kamu malah meninggal duluan? Seharusnya kami duluan.
* Suamiku, kau berjanji menemaniku sampai tua, tetapi mengapa kau ingkari? Mengapa kau pergi begitu cepat?
* Istriku, mengapa kamu tinggalkan kami? Bagaimana aku bisa merawat anak-anak kita? Selama ini kamu yang telah memasak untuk kami dan menyiapkan segala kebutuhan kami.

2 Raja-raja 4:28 Lalu berkatalah perempuan itu: "Adakah kuminta seorang anak laki-laki dari pada tuanku? Bukankah telah kukatakan: Jangan aku diberi harapan kosong?"

Jadi, jika orang yang telah meninggal memegang banyak fungsi selama hidupnya, tentulah semakin banyak dan semakin lama diratapi. Namun, jika orang yang telah meninggal kurang berfungsi, biasanya orang itu hanya diratapi sesaat lamanya oleh beberapa orang saja. Mereka baru bisa berhenti meratapi kematian orang-orang yang dikasihinya setelah ada orang-orang yang menggantikan fungsi mereka. Mereka membutuhkan harapan yang nyata untuk menjalani sisa hidupnya yang fana.

2 Samuel 12:22-23 Jawabnya: "Selagi anak itu hidup, aku berpuasa dan menangis, karena pikirku: siapa tahu TUHAN mengasihani aku, sehingga anak itu tetap hidup. Tetapi sekarang ia sudah mati, mengapa aku harus berpuasa? Dapatkah aku mengembalikannya lagi? Aku yang akan pergi kepadanya, tetapi ia tidak akan kembali kepadaku."

Namun, mereka juga bisa berhenti meratap ketika mereka berserah kepada Tuhan dan menerima keputusan-Nya, seperti Daud yang bisa menerima kematian anaknya. Sekalipun demikian, orang-orang yang sudah meninggal tersebut akan tetap hidup di hati mereka.

WAKTU TUHAN
Bila Kau ijinkan sesuatu terjadi, kupercaya semua untuk kebaikanku. Bila nanti telah tiba waktu-Mu, kupercaya kuasa-Mu memulihkan hidupku.
Chorus: Waktu Tuhan pasti yang terbaik walau kadang tak mudah dimengerti. Lewati cobaan, ku tetap percaya waktu Tuhan pasti yang terbaik.

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.