Catatan Ibadah ke-3 Minggu 16 Feb 2020
Coba sekali lagi. Inilah
yang terus menerus dilakukan oleh Thomas Alva Edison hingga dia berhasil
menerangi kegelapan malam. Sesungguhnya dia bersandar pada kekuatan apa ya? Pastinya
dia memiliki motivasi yang kuat di dalam dirinya untuk mengusir kegelapan. Jika
tidak, ngapain dia bekerja keras tanpa henti demi menemukan sebuah lampu pijar?
Seringkali motivasi intrinsik lebih
memacu seseorang untuk mencoba sesuatu berulang-ulang kali hingga berhasil.
Sekalipun dia dikatakan
bodoh oleh orang lain, dia sich bersikap masa bodoh dengan pendapat mereka. Pada
akhirnya terbuktilah bahwa dia dipilih untuk mempermalukan mereka yang menganggap
dirinya pintar. Penemuannya pun sungguh bermanfaat bagi banyak orang. Namun, apakah
ilmuwan seperti dia mempercayai keberadaan Tuhan? Mungkin ya, mungkin juga
tidak. Namun, dia pasti mengikuti dorongan hatinya.
Di Alkitab ada dua tokoh
yang menarik, yaitu Yudas Iskariot dan Simon Petrus. Keduanya sama-sama murid
Tuhan Yesus dan sama-sama pernah berbuat kesalahan besar dengan mengkhianati
kepercayaan Yesus. Namun, akhir
kehidupan mereka sungguh berbeda. Sekalipun mengenal Yesus, Yudas
Iskariot bisa dilanda putus asa hingga mati bunuh diri. Sebaliknya, Simon masih
memiliki harapan hidup sehingga memutuskan kembali ke kehidupan lamanya dan
tidak sampai bunuh diri. Mungkin Yudas Iskariot tidak benar-benar memahami
karakter Yesus yang penuh kasih dan pengampunan.
Kelihatannya sebagai
guru, Yesus pun pernah gagal. Dia gagal membangun Yudas Iskariot karena si
murid sepertinya enggan diajari. Jadi, sebaik apapun gurunya, seorang murid juga
tidak akan bertumbuh dengan baik jika tidak ada kemauan untuk belajar. Tanpa
kemauan, tak akan ada jalan. Sebaliknya, dimana
ada kemauan, di situ pasti ada jalan. Sekalipun Simon juga pernah gagal,
dia masih memiliki kemauan untuk berhasil. Jadi, kemauan lebih penting daripada
kemampuan. Selama ada kemauan, kemampuan masih bisa dipupuk dan dikembangkan.
1 Korintus 13:4a Kasih itu sabar;
Salah satu ajaran
tersulit dalam kekristenan adalah kasih. Kasih itu sabar. Ketika petani
bersabar menunggu musim tuai, dia telah mengetahui perkiraan waktunya. Petani
mengetahui berapa lama sebuah benih akan bertumbuh hingga berbuah. Namun, jika
yang ditaburi itu hati manusia, masa tumbuh dan masa tuainya tidaklah
diketahui. Dalamnya hati siapa tahu? Jadi,
sabarnya sampai kapan?
Nah, ketika melihat
cuplikan khotbah pdt. Chris Manusama tentang kisah Pertobatan Petrus, aku pun
teringat kepada suatu peristiwa yang menjengkelkan. Hari itu aku mencium aroma
tembakau yang amat menusuk hidung ketika berjumpa dengan seorang pemuda. Lantas
aku bertanya kepadanya: “Apa kamu sudah
memasang aplikasi bebas rokok yang kusarankan?” Dia menjawab: “Tidak. Aku tidak mau.”
Duh, dongkol aku. Rasanya
ingin marah dan mendiamkan dia atau ngomeli dia. Namun, kulihat dia mengatakan
hal itu tanpa berani menatapku. Maka, aku berpikir bahwa mungkin saja dia telah
berbohong. Mungkin dia telah melakukan saran-saran yang kuberikan, tetapi masih
belum berhasil melepaskan diri dari belenggu tersebut. Namun, jika benar demikian,
mengapa dia tidak berterus terang saja? Mengapa harus berpura-pura kuat? Sebel
dech...
Ketika tiba jam makan
siang, kulihat dia tak kunjung makan. Aku pun bertanya-tanya: “Apa dia sedang berusaha menghukum dirinya sendiri
karena belum berhasil berhenti merokok?”
Maka, mau tak mau aku harus memberinya makan. Oh Tuhan, beri aku kekuatan untuk
memberikan makanan ini. Lantas kusodorkan nasi bungkus kepadanya seraya
berkata: “Kamu ini kok nggak makan-makan?
Ayo makan dulu.” Tak lama
berselang dia pun makan. Astaga. Ini gila. Seharusnya aku memarahi dia atau mendiamkan
dia, tetapi aku malah memberinya makan sekalipun dengan hati yang penuh
kekesalan.
Hehehe... hal ini masih jauh
berbeda dari yang Yesus lakukan terhadap Simon Petrus. Ketika Yesus memberinya makan,
pasti hatinya dipenuhi dengan kasih dan pengampunan terhadap Petrus, tidak
seperti hatiku yang kesal saat itu. Sekalipun Petrus sempat menyangkal diri-Nya
dan meninggalkan-Nya, Yesus tetap mengasihinya dengan penuh kesabaran. Sabar.
Sabar seperti Yesus tuh berarti coba sekali lagi.
Gagal adalah ketika kita BERHENTI mencoba melakukan sesuatu. Selama kita belum berhenti mencoba, selalu ada PELUANG untuk berhasil.
ENGKAULAH PERISAIKU
Engkaulah perisaiku saat badai hidup menerpaku. Firman-Mu di dalamku, tenangkan jiwaku.
Ku 'kan berdiri di tengah badai dengan kekuatan yang Kau berikan. Sampai kapanpun ku 'kan bertahan kar'na Yesus selalu menopang.
Ku 'kan bertahan dalam tekanan dengan kekuatan yang Kau berikan. Sampai kapanpun tak tergoyahkan kar'na Yesus selalu menopang hidupku.
Engkaulah perisaiku saat badai hidup menerpaku. Firman-Mu di dalamku, tenangkan jiwaku.
Ku 'kan berdiri di tengah badai dengan kekuatan yang Kau berikan. Sampai kapanpun ku 'kan bertahan kar'na Yesus selalu menopang.
Ku 'kan bertahan dalam tekanan dengan kekuatan yang Kau berikan. Sampai kapanpun tak tergoyahkan kar'na Yesus selalu menopang hidupku.
0 komentar:
Post a Comment