Catatan
Ibadah ke-1 Minggu 07 Juli 2019
Sekitar setahun lalu si A mengajakku untuk menginap di Bromo, tetapi
kutolak karena aku enggan menginap. Enak di rumah lha daripada bepergian.
Emangnya di sana lihat apa? Gunung ya begitu-begitu aja, seperti di televisi
atau media elektronik lainnya. Selain itu, bepergian jauh pasti melelahkan dan
seringkali membuatku masuk angin. Namun, dia tak menyerah dan terus mengajakku
tiap kali ada tour ke Bromo. Maka, beberapa kali setelah ajakannya tersebut, minggu
lalu aku pun mau menemaninya ke Bromo karena tak perlu menginap pula...^.^
Aku pun mengajak si H untuk meramaikan suasana. Namun, rencananya kami
berangkat dengan mobil terpisah karena tidak cukup satu mobil jika si H
mengajak suaminya sehingga temanku sempat galau. Si H bertanya: "Bagaimana kalau di sana nanti kita
terpisah-pisah dan tidak bisa jalan bersama?" Dengan optimis
kujawab: "Tidak mungkin lha. Ntar
mobilnya pasti jalan beriringan. Biasanya tour seperti itu."
Eh, setiba di sana semua kegalauan si H malah menjadi nyata. Kami
terpisah-pisah ke dalam 5 hartop / jeep. Setidaknya si H tetap bersama suaminya
dan aku tetap bersama memeku. Namun, si A terpisah dariku. Sepupu si A juga
semobil denganku. Jadi, si A sendirian bersama orang-orang asing. Hal ini
terjadi karena tour leadernya tidak
berpengalaman.
Seharusnya tour dipimpin oleh cece M, tetapi dia beralasan sedang sakit
sehingga digantikan oleh mas A. Karena mas A tidak memahami tugasnya dengan
baik, hartop sempat datang terlambat. Begitu hartop datang menjemput, peserta
tour langsung bergegas naik, termasuk si A. Karena hartop yang ditumpangi si A
sudah penuh, aku, memeku, dan sepupunya tidak bisa menemaninya dan harus
mencari hartop lain yang masih kosong. Alhasil, rombonganku terpisah dalam 3
dari 5 hartop padahal seharusnya bisa bersama dalam 1 hartop.
Dari sejak perpisahan itu kami tidak bersua lagi dengan si A dan si H
hingga perjalanan ke Bromo berakhir karena hartop tak bisa jalan beriringan.
Mau saling janjian bertemu pun kesulitan karena sinyal ponsel tak menunjang.
Alhasil, kami menikmati perjalanan dengan disertai teman-teman baru yang
membawa cerita baru.
Kami pun sama-sama kesal terhadap tour
leader yang terkesan tidak bertanggung jawab. Lantas salah satu teman baru
kami terdengar juga menceritakan kekecewaannya terhadap tour leader perjalanan ke Israel. Kala itu dia dan temannya sempat
ditinggalkan ketika masih berada di toilet. Untungnya pesawat sempat delay sehingga mereka pun sempat
mengejar ketertinggalannya. Namun, tampaknya dia kapok mengikuti tour leader tersebut. Eh, kali ini dia
malah bertemu tour leader serupa itu
lagi.
Kataku: "Seharusnya mas A
tidak dilepas begitu saja dan diajari dulu sampai bisa." Semua
orang sepakat hal ini dan beberapa di antaranya juga tak mau lagi mengikuti tour travel cece M lagi. Karena tidak
ada pengarahan perihal waktu kunjungan dan titik kumpulnya, mau tak mau
masing-masing hartop jalan sendiri-sendiri dan ambil keputusan sendiri-sendiri.
Andai kami mengetahui bahwa perjalanannya akan seperti ini, tentulah si A bisa
berangkat sendiri karena pada akhirnya dia pun tak bisa kami temani dan harus
berbaur dengan teman-teman baru.
0 komentar:
Post a Comment