Sunday, February 17, 2019

Keinginan Mata

Cara Pengendalian Diri
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 17 Feb 2019

Ketika melihat Alkitab manula di situs pustakarajawali.com, aku pun penasaran dengan isinya. Apa sich bedanya dengan Alkitab biasa? Kok tidak ada deskripsi produknya dan foto bagian dalamnya? Kok harganya lebih mahal daripada Alkitab tanpa kata manula? Hehehe... Langsung dech cari tahu di Google perihal Alkitab manula lalu kulihat beberapa toko online ternama menjual Alkitab tersebut dengan dilengkapi deskripsi dan foto bagian dalamnya. Lho! Apa bedanya sich??? Katanya menggunakan huruf besar, tetapi kelihatannya tak jauh berbeda dari ukuran huruf di Alkitabku. Jika seperti ini, tetap saja manula yang kukenal tidak akan mau membacanya. Ini sich tetap kelihatan kecil.

Alkitab Audio
Lalu tiba-tiba ada penampakan Alkitab audio. Apa pula ini? Akhirnya pencarian Alkitab manula segera beralih ke Alkitab audio. Cari yang harganya paling murah dengan ulasannya yang paling bagus. Maka, ditemukanlah Alkitab audio versi dramatisir. Nah, ini dia yang sesuai untuk manula yang kukenal. Hahaha... Langsung beli dech dan kuberikan ke manula tersebut. Dia pun menyukainya dan mendengarkannya hampir tiap hari...^.^

Oleh karena itu, aku pun membeli lagi untuk kedua kalinya untuk kuberikan kepada manula lain. Hehehe... Di sinilah aku mulai bingung. Jika membeli produk semacam ini, tidak ada lho suara cerewet yang menggangguku, kecuali suara manusia yang keberatan dengan harganya. Hehehe... mungkin suara-suara itu tahu jika aku masih bisa mengendalikan pembelian Alkitab, beda dengan pembelian aksesoris...^.^ Maka, acapkali aku mau berbelanja aksesoris, ada aja suara-suara tak berwujud yang menggangguku, padahal harganya tidak semahal Alkitab lho.
* Untuk apa membeli itu?
# Mumpung gratis ongkir. Ada cashback dan diskonnya pula.
* Apa kamu membutuhkannya?
# Sekarang belum sich, tetapi suatu saat nanti aku pasti membutuhkannya untuk acara ini dan itu.
* Bukankah kamu sudah memilikinya?
# Iya, tetapi ini modelnya beda. Ini dikirim langsung dari luar negeri dan di sekitar sini juga belum banyak kulihat produk semacam ini.
* Jika kamu membeli sebanyak itu, apa kamu akan memakai semuanya?
# Tentu saja tidak langsung dipakai semuanya karena aku bukan etalase berjalan.
* Kalau begitu, beli 2 saja sudah cukup.
# Tidak cukup lha. Kalau beli 2, tidak gratis ongkir dan tidak ada cashback.
* Oke, beli saja sesuai batasan minimalnya dan tidak perlu tiap bulan terus menerus membelinya.
# Hehehe... yang ada mutiaranya ini aku mau lagi ya... Di toko sebelah ada lagi yang terlihat bagus lho dan harganya juga sama-sama di bawah cemban.
* Jika kamu masih menginginkannya, tunggu diberi kado saja.
# Wah, kelamaan kalau menunggu diberi kado. Aku tidak bisa memakai aksesoris imitasi lebih dari 24 jam sehingga pemberi kado pasti berpikir panjang. Jika memberi mutiara imitasi, dia akan merasa tak enak hati. Jika memberi mutiara asli, kantongnya bisa berlubang. Selain itu, pemberi kado mutiara asli seringkali tidak ikhlas.
================================================
Ilustrasi:
Mama : "Pa, salah satu anting-anting mutiara pemberian papa dihilangkan anakmu. Ini sisa sebelahnya saja."
Papa    : "Telo, goblok. Itu mutiara asli. Mengapa diberikan ke anakmu? Papa membelinya dari hasil kerja keras selama sekian bulan."
Mama : "Bukan mama yang memberikannya, tetapi anak itu mengambilnya sendiri."
Papa    : "Hilang dimana? Cari sampai ketemu."
Lukas 15:8 "Atau perempuan manakah yang mempunyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu di antaranya, tidak menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat sampai ia menemukannya?
Jika seorang perempuan kehilangan perhiasan, pasti dech dicari sampai ketemu sekalipun tidak diperintahkan. Namun, sudah dicari kemana-mana tetap tidak ditemukan. Lantas papa menyalahkan mama yang tidak menyimpan mutiara itu dengan baik. Mama pun menyalahkan anak yang diam-diam mengambil dan mencoba anting-anting mutiara mamanya.
================================================
Wah, jika punya ortu seperti itu, bisa-bisa anaknya tidak berani pulang ke rumah karena ternyata kasih papanya hanya sebesar mutiara. Ketika mutiara hilang, kasihnya pun terasa ikut hilang. Jadi, bukan anaknya yang telo atau goblok, tetapi papanya sendiri yang seperti itu. Ngapain dia memberi kado yang melebihi nilai kasihnya? Jadi, alangkah baiknya jika nilai pemberian kita tidak melebihi kasih kita agar kasih kita tidak ikut hilang ketika pemberian kita dihilangkan oleh penerima.
2 Korintus 9:7 Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.