Sunday, May 20, 2018

Takut Itu Ada Baiknya

Cara Mengatasi Ketakutan (2)
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 20 Mei 2018

Kemarin aku sempat ditanya seseorang: "besok sudah ada ibadah?" Aku sich yakin ada tetapi untuk memastikannya kubuka Facebook gereja. Di dindingnya pun sudah tercantum konfirmasinya bahwa akan diadakan ibadah perjamuan kudus. Perjamuan kudus lagi? Wah, perjamuan ekstra nich, khusus untuk jemaat ibadah pertama. ^_^

Lalu sewaktu melihat Redo Daeng Badji memimpin pujian, aku yakin 90% jika pendetanya ko Philip lagi sekalipun minggu ini bukan jadwal khotbahnya karena biasanya ko Philip update status dulu sebelum berkhotbah sesuai jadwal. Nah, ketika terlihat Ezra Lewina dalam tim pujian penyembahan Redo, 99% aku pun yakin pasti bahwa ko Philip sendiri yang berkhotbah. 1%nya sich tetap di luar prediksi karena masih ada kemungkinan ko Philip mendadak perlu setor ke bank bank tut atau keadaan darurat lainnya... hehehe... (Maklum kadang kala panggilan alam susah diprediksi.) Eh, ternyata prediksiku tepat karena hal ini memang berdasarkan pengamatan selama beberapa tahun ibadah di gereja.

Beautiful Moments Unpredictable
Namun, tidak semua hal bisa diprediksi. Sekalipun Tuhan memberiku mimpi atau lagu atau firman sebelum sesuatu terjadi, tetap saja aku tidak bisa mengetahui secara tepat peristiwa yang akan terjadi. Biasanya Tuhan memberitahuku agar aku siap ketika akan terjadi sesuatu. Meskipun demikian, petunjuknya samar-samar. Contoh:
Jadi, sekalipun aku telah belajar membaca situasi dan membuat prediksi berdasarkan pengamatan, tetap saja ada hal-hal tak terduga yang bisa membuatku takut.

Beberapa waktu lalu sewaktu ke ruang ibadah aku harus berada satu lift sendirian dengan seorang lawan jenis yang belum kukenal. Seketika aku langsung waspada sehingga aku segera menoleh ke belakang karena teringat akan perkataan beberapa pendeta bahwa kita tidak boleh berduaan dengan lawan jenis di tempat tertutup... wkwwk... Karena bagian belakang lift-nya transparan dan orang tersebut tidak tampak mencurigakan, tenanglah hatiku. Hehehe... mencegah lebih baik daripada mengobati. Takut itu memang ada baiknya untuk membuat kita waspada karena kadangkala ada serigala berbulu domba yang diam-diam menyusup di antara kita... hahaha...

Nah, kali ini sedikit berbeda daripada ibadah-ibadah sebelumnya. Pagi ini dari jarak sekitar 2 meter kulihat seorang tante kesulitan naik tangga lobi tetapi tak ada yang membantunya. Ushernya kemana ya? Aku bergegas mendatanginya lalu membantunya naik tangga pertama. Setelah itu dia bergegas ke pinggir tangga karena ingin naik tangga sambil berpegangan sendiri.

Oh, kelihatannya dia tak ingin merepotkanku dalam memapahnya sehingga aku pun membiarkan diri berusaha sendiri. Selain itu, aku sudah dihadang oleh seorang pria berseragam yang membawa alat detektor untuk memeriksa barang bawaanku. Setelah melewati pria itu, kulihat di pintu masuk gedung tak ada usher yang biasanya menyambut dengan kata 'syalom' atau 'welcome home' atau 'pagi'. Hmmm... rupanya hanya ada dua satpam atau petugas pemeriksa, pantas saja tak ada yang bersegera membantu tante itu. Ini berarti situasinya belum normal tetapi masih siaga.

Aku pun masuk ke dalam gedung dan disusul tante itu. Di depan lift kami baru berjumpa usher yang mengucapkan salam seperti biasanya. Aku pun naik lift berduaan dengan tante itu saja. Rencananya aku langsung ke lantai TR tetapi tante itu ingin lewat lantai 3 karena kakinya baru saja dioperasi dan dia agak keberatan kalau harus naik tangga di lantai TR. Dia mengatakan bahwa lebih enak lewat lantai 3 karena langsung eskalator dan tidak perlu berjalan jauh.

Dark and Stars
Sebenarnya aku tidak masalah dengan naik tangga atau eskalator tetapi saat tiba di lantai 3 tante itu mengajakku ikut keluar bersamanya. Karena melihatnya susah berjalan dan lantai 3 terlihat sepi nan gelap remang-remang, akhirnya aku pun memutuskan untuk menemaninya melewati lantai 3. Dia pun menunjukkan jalan ke eskalator tetapi ternyata eskalatornya ditutup.

Pada akhirnya tante itu harus menghadapi dua pilihan sulit, yaitu:
1. naik tangga dulu sebelum naik eskalator ke bagian belakang main hall atau
2. kembali naik lift tadi dan sesudahnya baru naik tangga ke main hall.
Iyaaa, akhirnya dia mengambil pilihan pertama daripada jalan jauh kembali ke lift semula. Dia mengatakan bahwa dia bisa naik tangga sendiri karena di pinggir kanan tangga ada pegangannya. Kemungkinan besar dia tidak kidal karena memilih jalur kanan.

Maka, setelah melewati meja pemeriksaan, aku pun berniat mendahuluinya. Namun, ketika hampir tiba di puncak, aku melihat semacam papan reklame tepat diletakkan di sudut kanan puncak tangga. Ouch, papan tersebut pasti menghalangi jalan tante tersebut untuk mendapatkan pegangan. Jika tante itu kutinggalkan, bagaimana jika dia jatuh karena kesulitan naik tangga paling atas? Wew... karena takut dia jatuh, aku pun menungguinya meskipun jalannya cukup lama juga.

Hmmm... kurasa aku sedikit paham situasinya karena aku pun pernah mengalami kesulitan berjalan. Dulu ketika kakiku bengkak karena kecelakaan motor, aku pun tak mau dikasihani hingga dituntun oleh orang lain sehingga aku pun selalu mengatakan bahwa aku bisa sendiri. Jika tidak bisa, barulah aku meminta tolong. Jadi, kalau tante itu merasa bisa sendiri, aku juga tak akan memaksanya untuk dipapah. Aku hanya menunggunya saja untuk memastikan bahwa dia bisa sendiri. Jika dia terlihat kesulitan, barulah aku bantu karena aku tak mau membuat dia merasa lemah.

Ternyata prediksiku benar. Tante itu kesulitan menemukan pegangan sehingga dia bertanya: "bagaimana ini?" Karena dia tak mungkin memegang papan reklame yang terlihat rapuh sebagai penopang tubuhnya, aku pun kembali memegangi tangannya agar dia bisa tiba di puncak tangga. Berhasil... berhasil... hore... hehehe... lalu dia kembali mengatakan bahwa selanjutnya dia bisa sendiri karena setelah itu dia hanya perlu naik eskalator.

Meskipun demikian, aku tunggu dia naik eskalator terlebih dahulu. Kami pun setuju: "jika situasi lantai 3 seperti ini, ya sama saja dengan naik lift langsung ke lantai TR. (karena sama-sama jalan jauh dan naik tangga lagi)" Lalu kami bersama-sama memasuki main hall lewat pintu belakang dan aku mendahuluinya untuk duduk di tempat favoritku. Eh, dia pun menyusul lewat di dekatku untuk mengatakan bahwa dia mau duduk lebih di depan lagi. Hehehe... silahkan saja. Meskipun datang bersama, tempat duduk tak harus berdampingan lha.

Ki Hajar Dewantara
Yaa... selama ini tante-tante atau aik-aik yang kujumpai di lift memang suka duduk di depan. Aku sich sukanya emang duduk di tengah karena sesuai dengan penglihatanku. ^_^ Kalau di depan, terlalu silau. Kalau di belakang, agak buram dan enggan juga jika harus pakai kacamata. Jadi, enak di tengah, terserah tengah kanan, tengah kiri, atau tengah tengah, yang penting ada tengahnya. Ihihihi... terbawa-bawa pula ke dalam dunia. Namun, apa salahnya di tengah? Di tengah pun bisa berkarya, seperti kata Ki Hadjar Dewantara: “ing madya mangun karsa”: di tengah membangun kemauan atau niat.

KASIH ALLAH MELINGKUPI SAYA
Kasih Allah melingkupi saya, Lingkupi saya selama-lamanya. Kar'na kasih-Nya ku tak takut jua S'bab Allah s'lalu sanggup menolong saya.
Reff: Ku tak dapat hidup tanpa kasih. Kasih Yesus mengangkat aku dan menghibur aku, membebaskanku. Ku tak dapat hidup tanpa kasih, kasih Yesus mengangkat aku M'layani Tuhan dan sesama lebih sungguh.

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.