Saturday, June 17, 2017

Ngiiiing... Kebisingan Ekstra

Ngiiiing... Kebisingan Kedua

Mengapa dia tak pernah merasa bersalah? Dia yang memulai keributan dengan mengungkit masalah kemarin tetapi dia malah berpikir bahwa keributan baru terjadi pada saat penelepon kedua menjawab dengan emosi. Kalau dia mau menyelesaikannya sendiri, untuk apa kemarin aku diminta menyelesaikan masalah itu? Mengungkit masalah yang sudah selesai sama saja dengan menyulut api emosi. Wew... kapan sadarnya sich?

Mengapa selalu kami semua yang salah? Mengapa dia ingin dipercaya jika perkataan dan tindakannya selalu menyatakan hal sebaliknya? Penelepon kedua pernah mengatakan bahwa dia tidak mau berbicara dengan penelepon pertama karena penelepon pertama juga tidak mau berbicara kepadanya. Ketika kusampaikan hal tersebut, penelepon pertama langsung menyangkalnya dan ingin aku mempercayainya. Hellow... dia pasti lupa bahwa dulu dia sudah beberapa kali berkata kepadaku:
* "Hubungi penelepon kedua dan tanyakan ini dan itu. Jangan katakan kepadanya bahwa aku yang memintamu."
* "Coba tanyakan ini kepada penelepon kedua karena aku malas berbicara dengannya."
* "Tolong sampaikan hal ini kepada penelepon kedua."

Hmmm... kala itu aku tidak menceritakan apapun kepada penelepon kedua karena aku tidak ingin mereka ribut. Namun, sekalipun aku diam, rupanya penelepon kedua sadar dengan sendirinya. Ketika terjadi masalah beberapa waktu lalu, tiba-tiba penelepon kedua bercerita bahwa penelepon pertama selalu menelepon teman-temannya untuk menanyakan berbagai hal dan dia tak pernah berbicara kepadanya. Saat itu aku pun tetap bungkam padahal aku bisa saja memberitahunya bahwa hal itu benar karena aku pun telah beberapa kali diminta menanyakan atau menyampaikan sesuatu kepadanya acapkali dia sedang malas berbicara dengan penelepon kedua. Jadi, bagaimana caraku mempercayai penelepon pertama??!?!?
Amsal 10:19-20 Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi. Lidah orang benar seperti perak pilihan, tetapi pikiran orang fasik sedikit nilainya.
Ayat tersebut sesuai dengan peribahasa dari Irlandia: “Everyone is wise until he speaks”. Namun, sebagai orang Indonesia kita lebih mengenal peribahasa ‘tong kosong nyaring bunyinya’ dan ‘air beriak tanda tak dalam’. Selain itu, ada pepatah Jawa mengatakan 'esuk dele sore tempe' (pagi kedelai sore tempe) alias mencla-mencle alias tidak konsisten. Kamis dia bilang A tetapi Jumat bilang B. Dulu bilang C tetapi hari ini bilang E alias pandai bersilat kata sesuai situasi dan kondisi sehingga dia selalu terlihat sempurna dan orang lain lha yang selalu saja salah.

Senjata Makan Tuan
Oke... anggap saja dia memang pelupa. Jika dia melakukan hal itu karena memang benar-benar lupa, mau tak mau semua orang di sekelilingnya tentu saja harus bisa berlapang dada. Dengan kata lain: "Yang waras (sehat) yang harus mengalah." Namun, jika dia melakukannya untuk menjilat sekelompok orang tertentu, tunggu saja pembalasan Tuhan. Setiap perkataannya akan menikam dadanya sendiri alias senjata makan tuan karena para korbannya pasti sulit mempercayainya lagi.
Ada orang yang lancang mulutnya seperti tikaman pedang, tetapi lidah orang bijak mendatangkan kesembuhan. (Amsal 12:18) tetapi pedang mereka akan menikam dada mereka sendiri, dan busur mereka akan dipatahkan. (Mazmur 37:15)
Jadi, alangkah baiknya jika penelepon pertama selalu merekam semua perkataannya dan mendengarkannya sendiri sebelum dia mempersalahkan orang lain. Jika dia tidak mau merekamnya, alangkah baiknya jika dia tidak mudah mengomel. Ah, sudahlah... daripada kesal lebih baik aku berbahasa Roh untuk mengusir segala emosi negatif yang mulai mencemariku. _._

Nah, berikut ini ada sebuah lagu untuk para korban penelepon pertama, termasuk aku. Jumat malam secara tak sengaja kudengar lagu ini di televisi padahal sebelumnya aku hanya pernah mendengarnya di kantor. Lantas aku teringat dengan seorang bapak yang telah beberapa kali menjadi korban omelannya dan tiap akhir bulan bapak itu diajak ribut olehnya. Dulu bapak itu sering memutar lagu ini hingga banyak orang, termasuk aku amat sangat bosan mendengarnya dan minta dia berhenti memutarnya.

Namun, bapak itu benar. Kami harus bisa berlapang dada karena kami tak pandai bicara dan tak suka ribut. Kami pun harus bisa mengambil hikmahnya, yaitu untuk melatih kesabaran kami. Jadi, biarlah penelepon pertama menjadi amplas untuk menggosok emosi kami hingga akhirnya kami semakin mengkilap alias semakin sabar dan amplas itu sendiri akan habis tak berguna alias semakin suka mengomel hingga kehilangan respek dari orang-orang di sekitarnya.

Perang dengan Nyamuk
Oh, terima kasih untuk nyamuk nakal yang pagi ini membangunkan tidurku... wkwwkw... Terima kasih pula untuk penelepon pertama yang selalu berusaha mengamplas atau menghaluskan emosiku. Tak lupa kubersyukur pula atas kehadiran Roh Kudus yang selalu menghibur dan menguatkanku sehingga aku masih bisa mengendalikan emosiku. ^_^

LAPANG DADA
Apa yang salah dengan lagu ini kenapa kembali ku mengingatmu seperti aku bisa merasakan getaran jantung dan langkah kakimu? Kemana ini akan membawaku?
Reff: Kau harus bisa bisa berlapang dada. Kau harus bisa bisa ambil hikmahnya karena semua semua tak lagi sama walau kau tahu dia pun merasakannya.
Aaa... Aaa...
Di jalan yang setapak kecil ini seperti ku mendengar kau bernyanyi. Kau tahu kau tahu rasaku juga rasamu. Uuu... uuu... huu... (Back to Reff) Aaa... Aaa...
Kemana ini akan membawaku, aku tak 'kan pernah tahu. (Back to Reff)
Nana nana na na nana nana Nana nana na na nana nana Nana nana na na nana nana Nana nana na na nana nana

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.