Saturday, June 17, 2017

Ngiiiing... Kebisingan Kedua

Ngiiiing... Kebisingan Pertama

Jumat itu dia kumat lagi. Untunglah aku sudah diinfo nyamuk nakal sebelum peristiwa terjadi.
Ngiiiiing... ngiiiiing... Jumat itu aku dibangunkan oleh bunyi kepakan sayap nyamuk padahal biasanya aku dibangunkan oleh alarm atau nyanyian burung gereja atau nyanyian malaikat. ^_^ Sebenarnya sich alarm sudah berbunyi tetapi langsung kumatikan dan aku tertidur lagi... ihihi... Pada dengingan pertama aku sudah berusaha memukul nyamuknya dengan mata terpejam tetapi dengingan hanya terhenti sesaat lalu kumat lagi hingga kusadari bahwa aku telah terlambat bangun selama 5 menit.

Ouch... tampaknya hari ini akan menjadi hari yang bising. Kelihatannya akan ada dua macam kebisingan. Aku harus bersiap-siap. Ulala... ternyata hari itu benar-benar ada dua kebisingan. Kebisingan pertama seperti tertulis pada kisah sebelumnya. Setelah kebisingan tersebut terjadi pula kebisingan di tempat lain.

Bicara Hati-hati
Jumat itu tiba-tiba penelepon pertama mengungkit-ungkit masalah kemarin. Batinku: "Mengapa dia masih mengungkit-ungkit masalah itu? Kemarin dia mengatakan bahwa dia tidak mau menangani masalah tersebut sehingga dia minta aku menyelesaikannya dan kemarin masalah itu sudah kuselesaikan. Dia pun telah mengetahuinya. Lha... kenapa sekarang diungkit kembali? Kenapa dia selalu mencari keributan? Bisa-bisa aku dikomplain lagi nich."

Ckrek... Kring...

Ah, benar kan. Kini giliran penelepon kedua mengajukan pertanyaan yang serupa dengan pertanyaan batinku: "Sebenarnya ada masalah apa? Mengapa penelepon pertama masih mengungkit masalah itu? Bukankah kemarin sudah kamu selesaikan? Efeknya dimana? Lagi puasa dia kok mengajak ribut? Maunya apa? bla... bla.. bla... Sekalipun aku telah memberitahunya, nanti dia juga lupa. Apakah kami harus selalu dipersalahkan?"

Aku pun berusaha menjawabnya dengan mengingat kembali semua perkataan dan perbuatannya terhadapku. Kataku kepada penelepon kedua: "Aku juga tidak mengetahui alasan dia memperpanjang masalah itu. Mungkin efeknya begini tetapi efeknya juga sudah kuselesaikan kemarin. Mungkin dia mau selanjutnya seperti ini. Ya... kelihatannya memang akan selalu dipersalahkan."

Aku mengerti perasaan penelepon kedua karena aku pun telah beberapa kali menjadi korban penelepon pertama. Ketika ada masalah, dia selalu tak pernah salah dan orang lain yang selalu salah. Dia pernah mengatakan bahwa dia memang pelupa tetapi tidak separah orang-orang pelupa yang dia bicarakan secara diam-diam. Padahal, dia tidak lebih baik dari orang itu.

Ketika penelepon pertama melupakan sesuatu, orang lain lha yang terkena dampaknya. Orang lain lha yang harus menanggung sanksinya. Dia pernah menyatakan bahwa orang lupa berani mati. YA. YA. YA. Tentu saja dia berani mati karena dengan melupakan perkataan dan tindakannya, dia akan selalu merasa benar dan orang lain lha yang selalu salah. Namun, anehnya dia dapat mengingat kesalahan orang lain dengan sangat baik.

Oh, kali ini aku pun terkena imbasnya lagi. Dia tidak bisa memaklumi kesalahan orang lain tetapi dia selalu berharap orang lain dapat memaklumi kesalahannya. Hmmm... andai saja dia lebih berfokus kepada solusi daripada berfokus kepada siapa yang salah, tentulah keributan dapat dihindarkan. Ckrek... Tak lama berselang penelepon pertama bertanya lagi: "Apa yang dikatakan oleh penelepon kedua?" Kataku: "Dia menanyakan kenapa masih mengungkit masalah yang sudah selesai? Lagi puasa kok ribut? Daripada ribut, aku sudah katakan kepadanya bahwa untuk selanjutnya ibu maunya begini."

Eh, penelepon pertama langsung emosi dan berkata: "Jadi kamu tidak percaya kepadaku? Terserah." Lalu dia ngeloyor pergi. Iya lha.. bagaimana aku mempercayainya jika aku sudah beberapa kali menjadi korban perkataan dan tindakannya? Namun, tak sampai 2 menit dia kembali lagi dan berkata: "Tadi aku bicara baik-baik kepadanya tetapi dia malah menjawab dengan emosi sehingga aku ikut emosi. Dia yang memulai ribut. Aku tidak mengungkit masalah tetapi hanya minta dia begini."

Jawabku: "Iya, aku sudah katakan kepadanya bahwa untuk selanjutnya ibu minta begini." Uuugghh... meskipun semua benar-benar terjadi seperti dugaanku, tetap saja rasanya aku ingin segera pergi ke rel kereta api dan ketika kereta api lewat, aku akan berteriak sekencang-kencangnya sepanjang badan kereta itu: "Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..."

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.