Saturday, September 24, 2016

Tawar Menawar Harga

Alasan Bermurah Hati
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 25 September 2016

Ketika masih SMP, suatu hari aku diminta mama untuk membeli kolang-kaling di pasar. Tak lupa mama berpesan kepadaku: "ditawar lho ya..." Kemudian aku pun ke pasar dan mendatangi pedagang kolang-kaling.
Aku: "pak, kolang-kaling dua kilo berapa?"
Pedagang: "papat likur, mbak."
Aku: "empat puluh boleh?" (Seingatku selikur itu 21 sehingga di benakku papat likur itu ya kira-kira 41 atau 42 sehingga kutawar segitu.)
Pedagang terkesima menatapku seraya tersenyum lalu berkata: "maksudnya dua puluh empat, mbak."
Pembeli-pembeli lain turut melihat ke arahku seakan-akan penuh tanya: "anak mana ini?" Hahaha... mendadak maluku pindah lokasi. Hehehe... sembari tersenyum malu aku pun tak jadi menawar dan segera membelinya sesuai harga yang ditawarkan.

Sesampai di rumah kuberitahu mama perihal kejadian tersebut lalu mama berkata: "ya sudah tak apa... memang kisaran harganya segitu." Hehehe... selanjutnya tiap kali diminta membeli sesuatu di pasar, aku tanyakan dulu kisaran harganya dan tak lupa berkata: “tidak kutawar lho”. Maklum saja aku tak bisa mewarisi kemampuan mama dalam hal tawar menawar harga seperti cara-cara yang disampaikan ps.Jose. Ada kalanya aku tak tega menawar ketika penjual mengatakan bahwa keuntungannya sedikit. Namun, ada kalanya aku pun tak berani menawar karena penjualnya terkesan suka marah.

Pada kesempatan lain ada pembeli datang ke toko mama lalu menawar barang habis-habisan seperti yang biasa mama lakukan. Setelah sekian waktu lamanya barulah ada kesepakatan. Nah, selepas kepergian si pembeli mama berkata kepadaku: "mama kesel... pembeli tadi itu kalau menawar selalu berlebihan."
Jawabku: "Lah... mama sendiri juga sering menawar berlebihan. Mama pernah menawar hingga di bawah setengah harga yang ditawarkan."
Mama: "Iya lihat-lihat tempatnya. Kalau tidak menawar, bisa tertipu karena ada yang menjual barang dengan harga yang jauh lebih mahal daripada harga belinya. Di sini ya lain... tidak seperti di pasar."
Aku: "Tapi, ya sudah resiko ma. Kalau mama suka menawar harga, ya jangan kesal kalau ada orang yang juga menawar harga di toko mama... hehehe..."
Lukas 6:31 Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.

Senantiasa Bersyukur
Hmmmm... cerita ps.Jose tentang jam tangan sungguh mendukung perkataan mama bahwa memang masih ada pedagang yang menjual barang dengan harga tak wajar. Karena aku tak mampu menawar, seandainya pembeli jam itu adalah aku, ah... pastilah aku sudah tertipu membeli jam tangan seharga Rp2 juta padahal seharusnya bisa membelinya di bawah Rp1 juta. Jika hal seperti ini terjadi, aku pasti tak mau balik lagi ke pedagang tersebut dan beralih saja ke pedagang lain yang menetapkan harga secara wajar (tidak mengambil keuntungan terlalu banyak) sekalipun dia murah hati.

Yach, memang sich tak ada pedagang yang sempurna karena kesempurnaan hanya milik Tuhan. Jika telah menikmati kemurahan hati pedagang, bersyukurlah. Namun, jika pernah tertipu pedagang, bersyukurlah pula dan jangan terlalu disesali karena ini waktumu 'tuk belajar berderma atau ikhlas...hehehe...
Pengkhotbah 3:6 ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang;

SEMPURNA
KAU begitu sempurna di mataku KAU begitu indah. KAU membuat diriku akan s’lalu memuji-Mu. Di setiap langkahku ku ’kan s’lalu memikirkan diri-Mu. Tak bisa kubayangkan hidupku tanpa cinta-Mu.
* Janganlah KAU tinggalkan diriku, tak ‘kan mampu menghadapi semua. Hanya bersama-Mu ku akan bisa.
Reff: KAU adalah darahku. KAU adalah jantungku. KAU adalah hidupku. Lengkapi diriku.
Oh TUHAN-ku, KAU begitu Sempurna.. Sempurna..
KAU genggam tanganku saat diriku lemah dan terjatuh. KAU bisikkan kata dan hapus semua sesalku.
Kembali ke *

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.