Catatan Ibadah Paskah ke-4 Minggu 16 April 2017
Kemudian mereka berbincang
hingga ada yang mengatakan bahwa aku akan pulang Jumat. Maka, aku langsung
ditegur seseorang: "Bukankah kamu
libur di hari Sabtu?" Karena dia terlihat kecewa mendengar rencana
kepulanganku dan kulihat tak ada keponakan lain yang datang, aku pun buru-buru
berkata: "Iya aku libur tetapi adik
iparku masih bekerja di hari Sabtu. Dia sudah cuti untuk hari Kamis. Jadi,
nanti malam dia akan kemari bersama istrinya (memeku), mama, dan kedua anak
mereka tetapi Jumat siang langsung balik ke Surabaya."
Pengkhotbah 7:2 Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya.
Lalu aku berpikir dan berpikir.
Jika aku hanya ingin menyumbang gereja, aku bisa menitipkannya pada titiku yang
terkendala hadir di rumah duka ini karena masih ada tugas pelayanan di gereja
dan lain hal. Namun, jika dia juga tidak bisa ke gereja saat Jumat Agung, aku
masih bisa menyetorkan amplopku di kantong persembahan hari Minggu. Jadi, kuputuskan untuk menitipkan amplopku lalu
aku tetap membantu di rumah duka hingga saat terakhir. Jika memungkinkan,
aku akan ke gereja pada Minggu Paskah saja karena prosesi kematian ini tak
mungkin diulang lagi untuk orang yang sama.
Sementara di rumah duka aku pun
berusaha menjernihkan hubungan suk-suk di Korea dengan putrinya yang berlibur
di Malang. Pada akhirnya suk-suk tersebut memutuskan pulang ke Indonesia bulan
depan. Sementara itu putrinya mengatakan bahwa dia akan datang ke rumah duka
Jumat jam 8 pagi tetapi ditunggu hingga malam tak jua datang. Maka, kutanyakan
nomer ponselnya lalu Sabtu pagi kutanya putrinya lewat WA: "Kapan datang ke rumah duka? Apa kamu akan datang bersama kokomu
juga?" Dia segera menjawab bahwa dia akan datang nanti malam bersama
temannya dan kokonya akan datang Minggu pagi.
Ketika tiba, dia pun
menghubungiku dan segera kusambut dengan gaya SKSD (Sok Kenal Sok Dekat) lalu
kuantar menemui saudara-saudara papa kami. Lalu kukabari papanya di Korea bahwa
putrinya ada di dekatku. Maka, papanya segera meneleponku dan minta
disambungkan dengan putrinya. Dari perbincangan mereka kuketahui bahwa selama
ini telah terjadi miskomunikasi.
Papanya mengira putrinya hanya
ingin uangnya tetapi kulihat putrinya pemalu dan sinyal ponselnya memang
bermasalah sehingga susah dihubungi. Biasanya orang pemalu juga tak pandai
basa-basi dan hanya bicara seperlunya sehingga tidak mengherankan bila dia
hanya menelepon saat membutuhkan sesuatu. Kemungkinan dia juga tidak mengetahui
apa yang harus dikatakan kepada papanya yang berada nun jauh di Korea. Selain
itu, sinyal ponselnya juga kurang bagus sehingga pembicaraannya terputus-putus
hingga tak jelas.
Di telepon aku dengar putrinya
sekolah komunikasi tetapi putrinya berkata: "nggak..
dulu saya pemalu sehingga diminta
sekolah komunikasi... tapi itu dulu." Hehehe... sekarang pun masih
terlihat bahasa tubuhnya yang pemalu. Namun, ketika ko Judy mengatakan bahwa
dulunya dia pemalu, aku jadi bertanya-tanya: "Masa sich? Kok tidak kelihatan sama sekali bahwa dulu dia pemalu?
Hehehe... Dulu belum kenal sich... tapi sekarang ya malu-maluin... hehehe...
nggak kok... sekarang ko Judy sangat penuh percaya diri...^_^"
Sehari sebelum kremasi pengatur
acara minta keluarga almarhum menyiapkan 2 orang penabur bunga di samping kanan
kiri peti mati. Karena keponakan yang datang dari awal hanya aku, aku pun
berkata: "Kita bisa meminta bantuan
anak-anak putra ke-3." Namun, putra ke-2 yang juga tak menikah berkata
dengan kesal: "Iya kalau mereka
datang tetapi yang hari ini datang hanya putra pertamanya. Mereka tak bisa
dijagain. Keponakan tidak kompak semua."
Ouw... mungkin dia kesal karena
memikirkan prosesi pemakamannya di masa mendatang. Dia melihat tidak semua
keponakannya mau hadir. Namun, seharusnya dia bersyukur donk karena masih ada
satu keponakannya yang hadir dari awal dan telah memutuskan menemaninya hingga
hari terakhir. Maka, aku diminta tabur bunga untuk prosesi kremasi.
Ketika kukatakan bahwa aku
tidak mengetahui caranya, dia terlihat kesal lalu menjelaskan: "Kamu
hanya perlu duduk di mobil yang berada di depan ambulans pembawa peti mati lalu
ambil sedikit bunga dan taburkan ke jalan-jalan yang dilewati."
Oke dech, nanti akan kuajari meme sepupuku (anak dari suk-suk di Korea). Minggu
pagi putra putri dari suk-suk di Korea hadir di rumah duka lalu kuajak putrinya
untuk tabur bunga bersamaku dan dia bersedia karena semasa hidupnya almarhum
pernah mengasuhnya.
Lah... bunga-bunga telah
dimasukkan dalam satu keranjang lalu di atas bunga-bunga tersebut diletakkan
beberapa lembar kertas. Wah... penipuan ini. Kok tidak dijelaskan dari awal
kalau tabur bunga dan kertas? Namun, mana mungkin aku batal tabur bunga pada
hari H? Mana pantas membuat keributan menjelang prosesi kremasi? Oke dech, aku
akan tetap tabur bunga seperti yang sudah kujanjikan pada putra ke-2 karena aku
teringat pada perkataan Naaman yang baru saja kubaca saat Jumat Agung dalam
program #iLoveMyBible.
2 Raja-raja 5:18-19 Dan kiranya TUHAN mengampuni hambamu ini dalam perkara yang berikut: Apabila tuanku masuk ke kuil Rimon untuk sujud menyembah di sana, dan aku menjadi pengapitnya, sehingga aku harus ikut sujud menyembah dalam kuil Rimon itu, kiranya TUHAN mengampuni hambamu ini dalam hal itu." Maka berkatalah Elisa kepadanya: "Pergilah dengan selamat!"
Lantas aku berdoa: "Tuhan, jangan lihat perbuatanku tetapi
lihatlah hatiku. Di mata mereka
kertas-kertas tersebut adalah uang untuk arwah tetapi di mataku kertas-kertas
tersebut hanyalah kertas."
Ketika menjelang prosesi
kremasi, keluarga besar baru terpikir untuk menyewa jasa fotografer profesional
sehingga aku pun harus mengikuti semua prosesi upacara. Ketika semua orang
berdoa sambil pegang hio dan mengangguk-angguk beberapa kali hingga tersungkur
menyembah di depan peti, hanya aku seorang diri yang berdoa sambil mengatupkan
tangan. Oh, di sinilah aku merasa sedih. Aku tak tahu harus berdoa seperti apa.
Di sebelah kiri ruang kremasi
jenasah almarhum kulihat ada patung kecil Yesus disalib diletakkan di atas
meja. Patung tersebut biasa dipasang di gereja-gereja Katolik. Jadi, aku
memejamkan mata dan berdoa: "Terima kasih Yesus, Kau hadir di sini. Terima
kasih Kau perlancar prosesinya. Kuserahkan jiwa apak kepada-Mu. Sekalipun kami
menyanyanginya, aku yakin kasih-Mu kepadanya jauh lebih besar daripada kasih
kami kepadanya. Terima kasih atas penyertaan-Mu sepanjang hidupnya. Kuatkanlah keluarga
yang ditinggalkan dan semoga mereka semua dapat mengenal Tuhan dengan benar dan
merasakan jamahan kasih-Mu. Amin."
SELIDIKI AKU
Selidiki aku, lihat hatiku. Apakah
kusungguh mengasihi-Mu Yesus. Kau yang Maha Tahu dan menilai hidupku, Tak ada
yang tersembunyi bagi-Mu.
Reff: T’lah kulihat kebaikan-Mu yang tak
pernah habis di hidupku. Kuberjuang sampai akhirnya Kau dapati aku tetap setia.
Untuk segala sesuatu yang baik, akan ada sesuatu yang buruk terjadi. Ini iman yang realistis.
ReplyDelete(youtu.be/mndbHI75mCs)
Hikmat itu bukan filsafat tetapi akan nampak dalam perbuatan. Hidup ini tidak patut merasa aman di luar Tuhan karena kita tidak mengetahui masa depan. Satu keputusan salah dapat mengakibatkan seseorang bunuh diri karena di dalam diri kita selalu ada rahasia gelap, seperti ada yang minder akan bagian tubuhnya atau ada yang minder akan beberapa fitur di dalam dirinya tetapi semuanya disembunyikan.
Kita harus berpikir dengan jelas tentang kematian. Kita harus ingatkan diri kita bahwa kita semua akan mati. Jika esok kita mati, apakah kita telah bijaksana? Jika kita mati besok, apa yang belum kita lakukan? Setelah memikirkan kematian, kita juga harus memikirkan masalah. Jika ingin bijaksana, berharaplah mendapat masalah, mulai dari masalah kecil hingga masalah besar.