Catatan Ibadah Paskah ke-4 Minggu 16 April 2017
2 hari sebelum Jumat Agung,
tepatnya hari Rabu sekitar jam sepuluh pagi tiba-tiba seseorang dari Korea
memberikan kabar lewat WA bahwa putra pertama dalam keluarganya (72 tahun) baru
saja meninggal. Dia dikabari oleh titinya (anak ke-12) yang ada di Tangerang
bersama mamanya. Aku pun mengabarkan hal ini kepada putra ke-4 (65 tahun) di
Sidoarjo. Sejam kemudian putra ke-2 yang ada di Malang juga menyampaikan informasi
tersebut kepada putra ke-4. Lantas putra ke-4 menyatakan bahwa dia akan ke
Malang pada saat tutup peti.
Menjelang malam putra ke-4
dikabari bahwa ketiga titi dan seorang meme beserta suaminya akan datang dari
Jakarta pada hari Kamis sehingga tutup peti akan dilangsungkan pada Kamis pagi.
Jadi, kuputuskan cuti untuk menemani putra ke-4 karena aku ingin pulang Jumat siang agar bisa mengikuti ibadah Jumat Agung di
Surabaya. Kataku kepada putra ke-4: "Aku
pulang Jumat karena aku mau menyumbang gereja."
Setiba di sana petugas rumah
duka menyiapkan segala sesuatunya untuk ibadah penutupan peti secara Konghucu.
Karena kami belum pernah mengurus prosesi semacam ini, kami belum memesan jasa
juru foto profesional. Alhasil, aku pun menjadi juru foto dan juru rekam
dadakan dengan menggunakan ponsel memenya almarhum.
Ketika sesi doa ala Konghucu
(sambil pegang hio atau dupa), aku pun tetap melakukan perekaman dan pemotretan
di dekat jenasah. Tiba-tiba bapak pengatur acara bertanya kepada
saudara-saudara kandung almarhum sambil menunjuk ke arahku: "Dia
tidak ikut berdoa?" Seseorang menjawab: "Dia tidak ikut." Lainnya menimpali: "Dia Kristen. Tidak pegang hio."
1 Raja-raja 18:22 Lalu Elia berkata kepada rakyat itu: "Hanya aku seorang diri yang tinggal sebagai nabi TUHAN, padahal nabi-nabi Baal itu ada empat ratus lima puluh orang banyaknya.
Aku pun membatin: "Wah, ternyata informasi kekristenanku
sudah tersebar di antara mereka sehingga aku tak perlu menjelaskan imanku dan
tak perlu ribut di depan jenasah berkaitan masalah hio. Tapi, bagaimanapun juga
di ibadah penutupan peti ini hanya aku
yang Kristen sendirian di tengah-tengah para sesepuh Konghucu. Ah, andai
saja koko sepupuku yang Kristen duluan ikut hadir di sini tetapi sayangnya dia
tak ikut datang dan mamanya mengatakan bahwa dia Kristen fanatik."
Aku pun berkata-kata di dalam
hati: "Ternyata orang-orang non
Kristen juga bisa dipakai oleh Tuhan untuk melakukan penginjilan. Mereka
mengetahui hal-hal yang diimani oleh orang Kristen dan segala sesuatu yang
pantang dilakukan oleh orang Kristen. Namun, sayangnya mereka belum merasakan
jamahan Tuhan Yesus sehingga informasi tersebut hanya sekedar pengetahuan belaka.”
Hehehe... ternyata di sini aku tidak sendirian seperti Elia. Sekalipun
Kristen sendirian, ternyata semua sudah banyak tahu tentang iman Kristen dan
tidak memaksakan iman mereka kepadaku. Aku pun tidak memaksa mereka mengikuti
imanku karena imanku pun merupakan karunia Tuhan dan bukan hasil usahaku.
Di saat kusendiri jalani hidup ini kutahu
Kau selalu ada memperhatikanku. Saat kutelusuri perjalanan hidupku Sungguh
hanya anugerah-Mu jadikanku berarti.
Reff: Hanya puji, hanya sembah yang dapat
kuberikan. Tiada kata dapat terucap, Hanya rasa kagumku pada-Mu Melihat semua
kebaikan-Mu nyata di dalam hidupku.
Namun, masa sich orang Kristen tidak boleh makan makanan
yang telah disembahyangi? Aku kok baru tahu ya bila ada larangan semacam
itu? Selama ini aku tidak menolak makanan yang telah disembahyangi oleh
penganut agama lain karena Yesus pernah mengatakan bahwa semua makanan halal.
Jadi, aku hanya menolak makanan yang tidak layak dikonsumsi atau tidak sesuai
selera atau tidak sesuai sikon, seperti perut sudah kenyang atau sedang tak
enak badan...^.^
Markus 7:18-19 Maka jawab-Nya: "Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya, karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban?" Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal.
0 komentar:
Post a Comment