Apa Aku Tenar di Gereja?
Sebelum meninggalkan
ruang ibadah Philip Mantofa berkata: “Nanti
saya akan pergi ke lift dan saya meminta pak Yohanes untuk memimpin doa berkat.
Saya tidak akan meninggalkan ruang ibadah sebelum doa berkat selesai untuk
memberi contoh kepada jemaat. Ketika doa berkat sudah ditutup dengan kata ‘Amin’,
saya baru masuk lift.”
Ketika pak Yohanes maju
ke mimbar untuk memimpin doa berkat, aku berpikir:
* “Oh... yang ini namanya Yohanes. Yohanes...
Yohanes... Oh... iya... ya. Ini ‘kan Yohanes pembaptisku. Kok bisa lupa-lupa
ingat sich. Dia ini ‘kan juga sering memimpin doa dan membacakan pengumuman
saat ibadah. Tapi, aku masih sedikit rancu antara dia dan satu orang lagi yang
punya kesamaan tugas.”
* “Rasanya pak Yohanes ini mirip dengan orang yang
pernah bertugas mendampingi pak Welyar Kauntu saat PUSH 5 dan ibadah di gereja
ini. Kemungkinan besar orang yang satu itu namanya Andre karena hanya nama ini yang disebut pak Welyar Kauntu pada saat ibadah berlangsung.”
Sebelum PUSH 5 ada
seorang pria yang berpapasan denganku di dekat kolam baptis. Dia tersenyum
kepadaku seakan-akan dia mengenalku tetapi aku hanya mengetahui bahwa dia
pernah bertugas memimpin doa dan membacakan pengumuman. Seingatku dia belum
mengenalku dan aku yakin belum mengenalnya pula.
Karena tugasnya di gereja,
mungkin wajar bila dia berpikir bahwa setiap orang yang ada di gereja telah
mengenalnya. Mungkin itu alasan dia berusaha menyapaku tapi masa aku harus
ke-GR-an? Mungkin dia salah mengenaliku. Mungkin dia bermaksud menyapa
seseorang yang dia pikir telah dikenalnya. Mungkin juga dia sedang menyapa seseorang
yang berada amat jauh di belakangku karena aku tak melihat orang lain di
belakangku.
Karena tak ingin tenar,
aku selalu menjauhi orang-orang tenar sehingga saat bertemu muka dengan orang
tenar semacam ini, kutak tahu harus bagaimana. Jadi, aku hanya berpura-pura
tidak melihat senyumnya lalu segera duduk di bangku dekat kolam baptis dan asyik
dengan gadgetku. Lagipula masih ada
kemungkinan bahwa dia bukan menyapaku ‘kan. Masa aku harus GR? Apa aku sudah
tenar hingga dia mengenaliku tanpa pernah kukenal?
Saat PUSH 5 aku melihatnya
memimpin doa lalu hatiku bertanya-tanya: “Ini
yang bersamaku di kolam baptis (Yohanes pembaptisku) atau yang tampak
mengenalku di dekat kolam baptis (Andre). Tapi, Yohanes pembaptisku pasti tidak
mengenaliku karena hanya bertemu sekali pada saat baptisan.” Lantas hati
kecilku berkata: “Ini yang berusaha
menyapamu di dekat kolam baptis (Andre).”
Kemudian pada hari ke-2
PUSH 5 aku berpapasan dengannya (sepertinya
Andre) di dekat pintu keluar main
hall BDI tetapi dia hanya berdiri di sudut pintu dan kelihatannya tidak
mengenaliku. Maka, aku berpikir: “Benar ‘kan
dia tidak mengenaliku. Berarti waktu itu dia menyapa orang lain yang amat jauh
di belakangku atau ini memang orang yang berbeda.” Namun, hati kecilku
berkata: “Kamu pikir daya ingatnya
separah daya ingatmu dalam mengenali wajah orang baru?”
Fiuh... aku tak paham maksud hati ini. Lupakan saja lha karena belum tentu berpapasan
lagi dengannya. Hehehe... memang aku tidak berpapasan dengannya lagi tetapi aku
kembali melihatnya membacakan pengumuman. Fiuh... tiap kali melihat wajah
mereka berdua nongol di mimbar, hati ini selalu bertanya-tanya: “Ini Yohanes pembaptisku atau Andre? Ah,
seandainya kulihat mereka berdua berdiri berdampingan, mungkin lebih mudah
bagiku untuk benar-benar mengenali keduanya. Namun, mereka selalu muncul
bergantian.”
Apa Aku Tenar di Luar Gereja?
Selesai ibadah aku
bergegas ‘mengendarai mersikil’ dan beberapa menit kemudian aku tiba di sebuah
setopan lampu merah. Lantas 'kuparkirkan mersikilku’ dan kutunggu bemo. Selagi
tenang menunggu tiba-tiba ada seorang pria pengendara motor datang merapat.
Dengan gaya sok kenal sok dekat (SKSD), dia berkata: “Hai, kamu kok di sini? Nggak nyangka ketemu kamu di sini. Mau kemana
ini? Ayo bareng aku.”
Jawabku: “Nggak pak, terima kasih.” Lalu dia bertanya:
“Itu yang kecil itu namanya siapa? Yani
ya?” Jawabku: “Yuri.” Lantas katanya
lagi: “Ayo bareng aku. Aku Yudi. Aku baru
dari temanku di Kartini. Kamu darimana? Tadi naik apa?”
Jawabku: “Nggak pak, terima kasih. Baru dari gereja. Tadi
dianter. Sekarang mau ke rumah teman dulu.” Dia pun berkata: “Iya udah kalau gitu, mungkin lain kali.”
Lantas dia meninggalkanku sambil tersenyum.
Ketika melihat orang yang
mengaku-ngaku bernama Yudi ini, tiba-tiba aku teringat orang bermodus sama yang
pernah kutemui pada kisah ‘Mengenali Suara Terpendam’. Sewaktu kutuliskan kisah
tersebut aku sudah lupa helm siapa yang kukenakan. Namun, saat melihat pak Yudi
ini ingatlah aku bahwa orang itu juga membawa helm cadangan untuk calon
korbannya.
Postur tubuhnya dan
gayanya yang SKSD juga mirip sehingga hati kecilku bertanya-tanya: “Mungkinkah ini orang yang sama dengan orang
yang kujumpai di dalam kisah ‘Mengenali Suara Terpendam’? Jika benar, mengapa dia belum
bertobat? Inikah iblis yang menyamar sebagai malaikat terang: berpura-pura baik
dengan menawarkan tumpangan? Atau, mungkinkah dia memang benar-benar
mengenalku? Hh... Di Surabaya Pusat aku ‘kan belum setenar itu. Lebih baik tetap
kutolak tawaran orang-orang yang belum kukenal. Mereka yang sudah dikenal saja
bisa menipu apalagi yang belum dikenal. Fiuuh... untunglah tadi Philip Mantofa
mengatakan bahwa Tuhan mengetahui setiap
keberadaan kita.”
Ah sudahlah, daripada berusaha
mengingat-ingat pak Yudi yang tidak jelas asal usulnya, lebih baik memaklumi
keterbatasan daya ingat ini dan mendengarkan lagu yang tiba-tiba mengalir di
hatiku saat bangun tidur pagi ini: “Pagi ganti hari, Malam 'kan menjelang.”
One Way: ‘Setia’ (youtu.be/lLsh0_T615Q)
Pagi ganti hari, Malam 'kan
menjelang. Kasih adalah memberi Meski tak diberi. Walaupun Mulutmu selalu
mengatakan kau 'kan setia pada-KU, KU-tunggu.
Pagi ganti hari, Malam 'kan
menjelang. Setia sebuah penantian Meski tak kujelang.Walaupun Mulutmu selalu
mengatakan Kau 'kan setia pada-KU, KU-tunggu.
Kasih tak akan Ku-meninggalkanmu. Walau sedetik pun berarti bagi-KU.
Tiada kata berpisah di hati-KU. Meski kau pergi jauh dari diri-KU, KU ‘kan
menunggumu.
Pagi ganti hari, Malam 'kan
menjelang. Setia sebuah penantian Meski tak kujelang. Walaupun Mulutmu selalu
mengatakan kau 'kan setia pada-KU, KU-tunggu.
Kasih tak akan Ku-meninggalkanmu. Walau sedetik pun berarti bagi-KU.
Tiada kata berpisah di hati-KU. Kuserahkan s’luruh hidupku Hanya untuk kasihku.
Ooh.. Oooo... Kasih-KU, Kasih tak akan Ku-meninggalkanmu. Walau
sedetik pun berarti bagi-KU. Tiada kata berpisah di hati-KU. Meski kau pergi
jauh dari diri-KU.
Kasih tak akan Ku-meninggalkanmu. Walau sedetik pun berarti bagi-KU.
Tiada kata berpisah di hati-KU. Meski kau pergi jauh dari diri-KU, KU 'kan
menunggumu.
0 komentar:
Post a Comment