Sunday, May 3, 2015

Krisis Ingatan: Apa Aku Tenar?

Apa Aku Tenar di Gereja?

Sebelum meninggalkan ruang ibadah Philip Mantofa berkata: “Nanti saya akan pergi ke lift dan saya meminta pak Yohanes untuk memimpin doa berkat. Saya tidak akan meninggalkan ruang ibadah sebelum doa berkat selesai untuk memberi contoh kepada jemaat. Ketika doa berkat sudah ditutup dengan kata ‘Amin’, saya baru masuk lift.”

Ketika pak Yohanes maju ke mimbar untuk memimpin doa berkat, aku berpikir:
* “Oh... yang ini namanya Yohanes. Yohanes... Yohanes... Oh... iya... ya. Ini ‘kan Yohanes pembaptisku. Kok bisa lupa-lupa ingat sich. Dia ini ‘kan juga sering memimpin doa dan membacakan pengumuman saat ibadah. Tapi, aku masih sedikit rancu antara dia dan satu orang lagi yang punya kesamaan tugas.”

* “Rasanya pak Yohanes ini mirip dengan orang yang pernah bertugas mendampingi pak Welyar Kauntu saat PUSH 5 dan ibadah di gereja ini. Kemungkinan besar orang yang satu itu namanya Andre karena hanya nama ini yang disebut pak Welyar Kauntu pada saat ibadah berlangsung.” 

Sebelum PUSH 5 ada seorang pria yang berpapasan denganku di dekat kolam baptis. Dia tersenyum kepadaku seakan-akan dia mengenalku tetapi aku hanya mengetahui bahwa dia pernah bertugas memimpin doa dan membacakan pengumuman. Seingatku dia belum mengenalku dan aku yakin belum mengenalnya pula.

Karena tugasnya di gereja, mungkin wajar bila dia berpikir bahwa setiap orang yang ada di gereja telah mengenalnya. Mungkin itu alasan dia berusaha menyapaku tapi masa aku harus ke-GR-an? Mungkin dia salah mengenaliku. Mungkin dia bermaksud menyapa seseorang yang dia pikir telah dikenalnya. Mungkin juga dia sedang menyapa seseorang yang berada amat jauh di belakangku karena aku tak melihat orang lain di belakangku.

Karena tak ingin tenar, aku selalu menjauhi orang-orang tenar sehingga saat bertemu muka dengan orang tenar semacam ini, kutak tahu harus bagaimana. Jadi, aku hanya berpura-pura tidak melihat senyumnya lalu segera duduk di bangku dekat kolam baptis dan asyik dengan gadgetku. Lagipula masih ada kemungkinan bahwa dia bukan menyapaku ‘kan. Masa aku harus GR? Apa aku sudah tenar hingga dia mengenaliku tanpa pernah kukenal?

Saat PUSH 5 aku melihatnya memimpin doa lalu hatiku bertanya-tanya: “Ini yang bersamaku di kolam baptis (Yohanes pembaptisku) atau yang tampak mengenalku di dekat kolam baptis (Andre). Tapi, Yohanes pembaptisku pasti tidak mengenaliku karena hanya bertemu sekali pada saat baptisan.” Lantas hati kecilku berkata: “Ini yang berusaha menyapamu di dekat kolam baptis (Andre).”

Andai Saja Aku Kenal
Kemudian pada hari ke-2 PUSH 5 aku berpapasan dengannya (sepertinya Andre) di dekat pintu keluar main hall BDI tetapi dia hanya berdiri di sudut pintu dan kelihatannya tidak mengenaliku. Maka, aku berpikir: “Benar ‘kan dia tidak mengenaliku. Berarti waktu itu dia menyapa orang lain yang amat jauh di belakangku atau ini memang orang yang berbeda.” Namun, hati kecilku berkata: “Kamu pikir daya ingatnya separah daya ingatmu dalam mengenali wajah orang baru?”

Fiuh... aku tak paham maksud hati ini. Lupakan saja lha karena belum tentu berpapasan lagi dengannya. Hehehe... memang aku tidak berpapasan dengannya lagi tetapi aku kembali melihatnya membacakan pengumuman. Fiuh... tiap kali melihat wajah mereka berdua nongol di mimbar, hati ini selalu bertanya-tanya: “Ini Yohanes pembaptisku atau Andre? Ah, seandainya kulihat mereka berdua berdiri berdampingan, mungkin lebih mudah bagiku untuk benar-benar mengenali keduanya. Namun, mereka selalu muncul bergantian.”

Apa Aku Tenar di Luar Gereja?

Selesai ibadah aku bergegas ‘mengendarai mersikil’ dan beberapa menit kemudian aku tiba di sebuah setopan lampu merah. Lantas 'kuparkirkan mersikilku’ dan kutunggu bemo. Selagi tenang menunggu tiba-tiba ada seorang pria pengendara motor datang merapat. Dengan gaya sok kenal sok dekat (SKSD), dia berkata: “Hai, kamu kok di sini? Nggak nyangka ketemu kamu di sini. Mau kemana ini? Ayo bareng aku.”

Jawabku: “Nggak pak, terima kasih.” Lalu dia bertanya: “Itu yang kecil itu namanya siapa? Yani ya?” Jawabku: “Yuri.” Lantas katanya lagi: “Ayo bareng aku. Aku Yudi. Aku baru dari temanku di Kartini. Kamu darimana? Tadi naik apa?”

Jawabku: “Nggak pak, terima kasih. Baru dari gereja. Tadi dianter. Sekarang mau ke rumah teman dulu.” Dia pun berkata: “Iya udah kalau gitu, mungkin lain kali.” Lantas dia meninggalkanku sambil tersenyum.

Ketika melihat orang yang mengaku-ngaku bernama Yudi ini, tiba-tiba aku teringat orang bermodus sama yang pernah kutemui pada kisah ‘Mengenali Suara Terpendam’. Sewaktu kutuliskan kisah tersebut aku sudah lupa helm siapa yang kukenakan. Namun, saat melihat pak Yudi ini ingatlah aku bahwa orang itu juga membawa helm cadangan untuk calon korbannya.

Postur tubuhnya dan gayanya yang SKSD juga mirip sehingga hati kecilku bertanya-tanya: “Mungkinkah ini orang yang sama dengan orang yang kujumpai di dalam kisah ‘Mengenali Suara Terpendam’? Jika benar, mengapa dia belum bertobat? Inikah iblis yang menyamar sebagai malaikat terang: berpura-pura baik dengan menawarkan tumpangan? Atau, mungkinkah dia memang benar-benar mengenalku? Hh... Di Surabaya Pusat aku ‘kan belum setenar itu. Lebih baik tetap kutolak tawaran orang-orang yang belum kukenal. Mereka yang sudah dikenal saja bisa menipu apalagi yang belum dikenal. Fiuuh... untunglah tadi Philip Mantofa mengatakan bahwa Tuhan mengetahui setiap keberadaan kita.”

Ah sudahlah, daripada berusaha mengingat-ingat pak Yudi yang tidak jelas asal usulnya, lebih baik memaklumi keterbatasan daya ingat ini dan mendengarkan lagu yang tiba-tiba mengalir di hatiku saat bangun tidur pagi ini: “Pagi ganti hari, Malam 'kan menjelang.”

One Way: ‘Setia’ (youtu.be/lLsh0_T615Q)
Pagi ganti hari, Malam 'kan menjelang. Kasih adalah memberi Meski tak diberi. Walaupun Mulutmu selalu mengatakan kau 'kan setia pada-KU, KU-tunggu.
Pagi ganti hari, Malam 'kan menjelang. Setia sebuah penantian Meski tak kujelang.Walaupun Mulutmu selalu mengatakan Kau 'kan setia pada-KU, KU-tunggu.
Kasih tak akan Ku-meninggalkanmu. Walau sedetik pun berarti bagi-KU. Tiada kata berpisah di hati-KU. Meski kau pergi jauh dari diri-KU, KU ‘kan menunggumu.
Pagi ganti hari, Malam 'kan menjelang. Setia sebuah penantian Meski tak kujelang. Walaupun Mulutmu selalu mengatakan kau 'kan setia pada-KU, KU-tunggu.
Kasih tak akan Ku-meninggalkanmu. Walau sedetik pun berarti bagi-KU. Tiada kata berpisah di hati-KU. Kuserahkan s’luruh hidupku Hanya untuk kasihku.
Ooh.. Oooo... Kasih-KU, Kasih tak akan Ku-meninggalkanmu. Walau sedetik pun berarti bagi-KU. Tiada kata berpisah di hati-KU. Meski kau pergi jauh dari diri-KU.
Kasih tak akan Ku-meninggalkanmu. Walau sedetik pun berarti bagi-KU. Tiada kata berpisah di hati-KU. Meski kau pergi jauh dari diri-KU, KU 'kan menunggumu.

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.