Catatan
khotbah ibadah ke-1 oleh pdt.Leonardo Sjiamsuri
2.
Tidak Mengenal Suara Tuhan.
1 Samuel 3:1, 7 Samuel yang muda itu menjadi pelayan TUHAN di bawah pengawasan Eli. Pada masa itu firman TUHAN jarang; penglihatan-penglihatan pun tidak sering. Samuel belum mengenal TUHAN; firman TUHAN belum pernah dinyatakan kepadanya.
>> Ayat tersebut menunjukkan bahwa
Tuhan tetap mau berbicara dengan kita meskipun kita belum mengenal-Nya.
>> Kita bisa mengenal suara seseorang
bila kita sering mendengarnya bicara. Misalnya ada seorang pria yang pergi ke
luar negeri selama tiga bulan lalu dari sana dia menelepon isterinya. Ketika
isterinya menjawab telepon, pria itu tak mungkin bertanya: "Ini siapa?" karena dia mengenal suara isterinya. Jadi,
bagaimana kita bisa mengenal suara Tuhan bila kita jarang mendengar suara-Nya?
☆☆ Renungan: Mengenali Suara Terpendam
Sekitar tahun 2010
aku pulang dari XX sendirian. Karena di seberang XX tidak ada angkot yang
kubutuhkan, kuputuskan menyeberang dan menyeberang hingga kususuri jalan di
depan kantor XXXXXXXX lalu bertanya kepada seorang ibu: "Kalau mau ke T4, naik bemo apa bu dan carinya dimana?"
Lalu ibu itu menunjukkan arah sambil berkata: "Bemo V tapi nunggunya di seberang jalan setelah air mancur
itu."
Pikirku ini tepat
seperti perkiraanku jadi aku kembali berjalan. Namun, sekitar 3 meter sebelum air mancur tiba-tiba ada seorang pemuda datang merapat
dengan mengendarai motornya sembari berkata: "Kamu kerja di pt.xx ya? Kenal sama si A dan si B 'kan."
Jawabku: "Iya, tidak kenal sich tapi
pernah kudengar tentang mereka sewaktu kerja di sana." Lalu katanya: "Kamu mau ke T4 'kan. Aku juga lewat
sana, ayo bareng aku."
Karena sudah lelah
berjalan, tanpa pikir panjang kuterima saja ajakannya tetapi kubilang aku ikut
hanya sampai seberangnya air mancur. Dia setuju
lalu dia berbelok ke kiri dengan alasan tidak boleh lurus, harus muter dulu,
dan nanti aku diturunkan di seberang sana, dan kelihatannya emang benar sich.
Setelah itu dia belok kanan dan naik ke jalan layang yang ada di depan XX.
Jadi, aku tetap duduk
tenang di atas motornya lalu dia berhenti di suatu tempat yang sepi (di
belakang toko baju batik). Dia minta ditukari uang lalu kutukari. Setelah itu
dia pamit pergi sebentar untuk menemui seseorang dengan alasan mau membayar
hutang kepadanya dan aku diminta menjaga motornya.
Beberapa menit
kemudian dia kembali memboncengku. Saat itulah hatiku berdebar-debar kencang
sehingga aku bertanya-tanya di dalam hati: "Apa
yang harus kulakukan? Bagaimana aku bisa turun dari motor ini?"
Lalu dia kembali
berhenti di jalan yang ramai (di depan toko baju batik yang sama). Sekali lagi
dia memintaku menjaga motornya. Selagi dia masuk ke toko baju batik, kuperhatikan jalanan yang asing itu. Ada sebuah
taman kecil, ada beberapa tukang becak, dan kelihatannya akan ada bemo ke T4
karena jalanan itu amat ramai.
Tak lama berselang
dia muncul kembali dan saat itulah suara hatiku berteriak-teriak: "Jangan
naik motornya lagi." Jadi,
kubilang padanya aku tidak ikut lagi lalu dia bertanya: "Yakin ta?" Kukatakan ya lalu berjalan pergi
meninggalkannya. Lalu dia berteriak: "Hei,
ayo!! Kok nggak percayaan
sich."
Aku hanya
menggelengkan kepala dan tetap berjalan menjauhinya. Kemudian dengan marah dia
mengendarai motornya dan melewatiku. Setelah dia pergi aku bertanya kepada
salah satu tukang becak yang mangkal di sana: "Pak, kalau mau ke T4 naik bemo apa dan nunggu dimana?"
Dia menjawab: "Naik bemo kuning kecoklatan, tunggu di
sini tapi agak lama."
"Terima kasih pak." Beberapa
menit kemudian ada bemo yang lewat dan segera kuhentikan lalu kupastikan pada
sopirnya: "Lewat T4?"
Jawabnya: "Iya" maka dengan yakin aku
naik bemo itu. Namun, hatiku masih berdebar-debar karena aku masih belum
mengenali jalan-jalan yang kulewati tetapi suara hatiku berkata: "Tenanglah,
kamu sudah aman." Aku
pun mulai memperhatikan setiap penumpang yang ada di dalam bemo dan mulai
merasa aman. Tak lama kemudian aku mulai mengenali jalan yang kulalui dan
semakin merasa aman. Hahaha...
Aku membela diri
dengan mengatakan bahwa aku sudah sering menerima tumpangan dari orang asing
selama aku masih bekerja di pinggiran kota dan aku diantarkan baik-baik.
Yach... siapa sangka di kota besar ada beberapa serigala berbulu domba yang
mengintai domba? Tapi, setelah ini tidak mau lagi lha...
Fiuh, untunglah aku mengenali suara terpendam Gembalaku lewat suara hati. Untunglah saat itu
tidak ada suara-suara lain yang mengacaukanku sehingga aku bisa dengan yakin
meninggalkannya ketika dia berhenti di tempat yang tepat.
☆☆ Pada kasus yang lain ada anak-anak
kecil yang berhasil diculik karena penculik mengaku-ngaku kenal dengan orang
tua si anak. Oleh karena itu, janganlah percaya kepada orang-orang semacam ini
bila kamu belum mengenalnya. Jadi, meskipun
ada orang yang mengaku kenal dengan orang tuamu, janganlah percaya padanya
kecuali orang tuamu sendiri yang mengatakan padamu tentang dia atau kamu
sendiri telah mengenalnya.
☆☆ Renungan: Trauma Terpendam
Dulu aku
bertanya-tanya kepada Tuhan: “Siapakah Philip Mantofa? Dia berasal dari -Mu atau dari setan?” lalu penggemar-penggemarnya berkata: “Philip Mantofa pasti dari Tuhan, tidak mungkin tidak.” Aku pun
membela diri dengan mengatakan bahwa aku tidak mengenalnya.
Namun,
setelah berada di gerejanya aku jadi bertanya-tanya: “Kenapa dulu bisa terlintas pertanyaan seperti itu? Kenapa sulit
mempercayainya padahal dulu aku mudah percaya sama orang?” Oooo... rupanya kejadian penculikan di atas telah
membuat pikiran bawah sadarku ikut berkata: “meskipun ada orang yang
mengaku-ngaku kenal sama Tuhan, jangan percaya sama dia sebelum kamu bertanya
sendiri kepada Tuhan.”
"Ada jalan
yang disangka lurus tetapi ujungnya menuju maut."
>> Roh Kudus mampu melihat hal-hal
yang belum kita lihat. Jika di depan kita ada bahaya, dia segera memberitahu
kita. Dengarkan suara-Nya.
0 komentar:
Post a Comment