Friday, April 3, 2015

Darah-Ku telah Menguduskanmu

Pendahuluan Ibadah ke-2 Jumat Agung, 3 April 2015

Suatu pagi di hari Rabu (1 April 2015) aku mendapat sebuah kejutan tetapi bukan perayaan April Mop. Pagi itu aku sedang duduk dengan tenang di depan televisi. Namun, tiba-tiba papa turun dari lantai atas sambil memegang dahinya dan berkata: “Ambilkan Hansaplast.” Tanpa mengetahui kejadiannya aku bergegas lari untuk mengambilkan hansaplast yang dia minta.

Ketika aku mendatanginya, aku melihat darah berceceran di lantai sehingga aku bergegas menempelkan hansaplast di dahinya tetapi darahnya tetap mengucur tak terbendung dan papa bergegas ke kamar mandi. Karena panik, kupanggil mama untuk menangani darah yang berceceran dan meminta titiku untuk mengantar papa ke rumah sakit. Namun, papa tidak mau ke dokter dan minta diambilkan perban dan betadine.

Hari itu titiku tidak bekerja sehingga kuserahkan masalah tersebut kepada mama dan titiku karena tak ada lagi yang bisa kulakukan. Lantas aku segera mencuci kedua tanganku yang berlumuran darah dan berpamitan untuk pergi bekerja. Di dalam perjalanan ke kantor aku hanya bisa berdoa agar darahnya berhenti dan hati kecilku berkata: “Jangan khawatir, darahnya sudah berhenti.”
“O... terima kasih Tuhan.”

Darah Yesus menguduskan manusia
Sesampai di kantor aku menanyakan keadaan papa dan darahnya memang sudah berhenti (seperti yang dikatakan oleh suara hatiku). Puji Tuhan. Lalu aku ke kamar mandi kantor dan baru menyadari bahwa seragamku juga terkena cipratan darah. Saat itu aku langsung teringat kepada Bapa. Kata-Nya: “darah-Ku telah menguduskanmu sekali untuk selamanya.”

Huff... Biasanya pada hari Rabu Abu umat Katolik menerima abu di dahi mereka sebagai tanda pertobatan. Namun, pada hari Rabu kelabu ini aku malah mendapat percikan darah. Setelah mengalami sendiri betapa beratnya memikul salib, kini kurasakan pula betapa ngerinya saat melihat darah berceceran di lantai.

Perjalanan salib Yesus sungguh amat sangat mencekam. Salib-Nya terasa amat sangat berat dan rasa sakitnya melebihi batas ketahanan seorang manusia. Darah-Nya berceceran di sepanjang jalan yang dilalui-Nya, menetes-netes dari kaki dan tangan yang berlubang paku, juga dari kepalanya yang bermahkotakan duri. Namun, Dia malah menolak anggur asam yang dapat mengurangi sakitnya.

Betapa takutnya, betapa paniknya, dan betapa sedihnya sanak keluarga dan para murid Yesus kala itu. Tak ada yang bisa mereka perbuat selain berdoa. Alam semesta pun turut berduka hingga siang itu mentari pun tak mampu tersenyum. (Lukas 23:44-47) Hiks...hiks...hiks... betapa besarnya pengorbanan-Mu untuk menebus dosa manusia tetapi sayangnya masih ada yang tega menghina-Mu dan meragukan-Mu.

Telah kulihat bukti kasih-Mu, Kau menderita gantikanku. Dengan darah-Mu Kau s'lamatkanku. Kini kuhidup menyenangkan-Mu. Terlalu besar kasih-Mu, Bapa, pengorbanan yang Kau b'rikan bagiku.
Terlalu mahal darah-Mu Yesus, tercurah untuk menebus hidupku. Terlalu Besar. Terlalu Mahal. Hati kami berterimakasih. Terima kasih Kau tebus hidupku.

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.