Ketika lulus SD Asa meninggalkan asrama putri Katolik. Saat berpamitan
susternya berpesan: "Asa tetaplah
jujur." Asa segera menganggukkan kepalanya dengan yakin karena dia
berpikir itu mudah sebab tak ada orang yang mau dibohongi.
Tahun berganti tahun dan Asa telah bekerja sebagai staf akuntan bagian
buku besar. Lalu beberapa tahun kemudian staf pajak perusahaan mengundurkan
diri dan Asa dipercaya untuk merangkap pekerjaannya. Awalnya itu bukan beban
yang berat. Namun, beberapa waktu kemudian atasan Asa mengajaknya ke kantor
pajak untuk menemui seorang pemeriksa pajak. Di sana Asa melihat dan mendengar
atasannya tawar menawar uang suap dengan pemeriksa pajak. Asa terkejut dan
tidak menyukai fakta yang sedang terjadi. Namun, dia diam saja dan hanya
mengamati.
Setelah diperoleh kesepakatan, Asa dan atasannya segera pergi
meninggalkan ruang pemeriksa pajak. Dalam perjalanan menuju tempat parkir mobil
Asa bertanya pada atasannya: "Itu tadi dimintai
uang?" Atasannya
menjawab: "Ya, berikutnya kamu yang
tangani. Makanya aku ajak kamu ke sini untuk belajar."
Sejak saat itu timbullah pertentangan batin di hati Asa. Lalu secarik
kertas berjudul 'Surat dari Bapa' yang tersimpan di atas meja kerjanya
semakin mengusik hatinya. Tak ada yang mengetahui dengan pasti penulis surat
tersebut. Surat itu diketik dengan rapi dan beberapa penggal kalimatnya
berbunyi: "Anakku,
aku memahami pertentangan batin yang kamu alami dan aku rindu menantimu kembali
..."
Lalu Asa teringat akan firman Yesus tentang kewajiban membayar pajak. “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib
kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada
Allah.” (Matius 22:21)
Hal itu membuat Asa makin gelisah sehingga dia coba melamar kerja di
perusahaan lain meskipun belum mengundurkan diri dari tempat kerjanya. Namun,
dia mendapati kenyataan yang serupa. Teman-temannya juga bercerita bahwa 99%
perusahaan memang seperti itu... mereka tidak jujur dalam hal pajak.
Melihat fakta yang ada Asa berkata
pada Tuhan dari dalam hatinya: "Tuhan, biarlah aku
tetap mempertahankan pekerjaanku sekarang. Kelihatannya ini benar karena banyak
perusahaan menerapkan sistem pajak seperti ini. Atasanku juga bisa melakukan
pekerjaan ini dengan baik meskipun dia rajin ke gereja untuk mendengarkan
firman-Mu. Mungkin agama dan bisnis memang tak bisa disatukan. Jadi, aku akan
belajar menangani pekerjaan tersebut. Namun, seandainya keputusanku salah,
TOLONG HENTIKAN AKU TUHAN."
Lirik Lagu “Janji-Mu seperti Fajar” (Nikita)
(http://youtu.be/cJqdQyBz9U4)
(http://youtu.be/cJqdQyBz9U4)
Ketika Kuhadapi Kehidupan Ini, Jalan Mana Yang Harus Kupilih. Ku Tahu Ku
Tak Mampu, Ku Tahu Ku Tak Sanggup. Hanya Kau Tuhan Tempat Jawabanku.
Aku Pun Tahu Ku Tak Pernah Sendiri S'bab Kau Allah Yang Menggendongku. Tangan-Mu
Membelaiku, Cinta-Mu Memuaskanku. Kau Mengangkatku Ke Tempat Yang Tinggi.
Reff:
Janji-Mu Seperti Fajar
Pagi Hari Dan Tiada Pernah Terlambat Bersinar.
Cinta-Mu Seperti Sungai Yang
Mengalir Dan Ku Tahu Betapa Dalam Kasih-Mu.
0 komentar:
Post a Comment