Memberi Hingga Sakit
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 18 Agustus
2024
Ketika rasa lelah datang menerpa, aku pun
tak berdaya. Sekalipun pikiran sudah terjaga, mata dan tubuhku tak mampu
bersiaga. Alhasil, aku hanya bisa berdoa Bapa Kami dan menyanyikan lagu
rohani di dalam hati. Beberapa jam kemudian barulah aku berhasil menghimpun
tenaga untuk membuka mata dan mulai melangkah. Namun, langkahku sempat terhenti
seketika karena suatu penghadang yang kuat tiba-tiba datang menerpaku.
Senin kemarin mendadak punggung, pinggang,
dan dada kiriku amat sakit ketika kutarik napas. Rasanya seperti ada
tulang-tulangku yang terlepas. Namun, aku tetap berusaha memaksa diriku untuk
bernapas. Sembari menahan rasa nyeri, aku pun membungkukkan badan sambil berdoa
dalam bahasa Roh. Lalu aku berkata kepada diriku, "Misiku belum
selesai. Apa cukup sampai di sini? Tidak, aku tidak boleh sakit. Semua penyakit
atau hal yang bukan berasal dari Tuhan harus segera meninggalkan tubuhku."
Seketika nyerinya hilang dan aku pun kembali
melangkah untuk beraktivitas secara normal. Beberapa jam kemudian Mr. Santuy
mengatakan bahwa kakinya sakit sehingga dia akan datang terlambat atau tidak
masuk kerja jika sakitnya parah. Huff... oke lha.
Tadi pagi aku nyaris tak bisa bernapas
karena rasa lelah yang teramat berat, tetapi Roh Kudus sudah menolongku. Jadi,
aku tak akan mempermasalahkan ketidakhadirannya. Namun, ketika dia tidak hadir
selama beberapa hari selanjutnya, aku pun agak iri terhadapnya.
Kataku kepada Tuhan, "Mengapa ada
banyak orang yang harus kubantu? Mengapa tidak mengirimkan orang lain yang juga
bisa membantu mereka? Jika terus seperti ini, aku bisa sakit lagi. Masa lebih
dari dua belas jam kuhabiskan waktuku untuk orang lain? Masa waktu untuk diriku
hanya makan dan tidur? Aku juga mau melakukan hobiku dan mengejar mimpiku. Masa
hanya bersenang-senang di alam mimpi?"
Tanya Roh Kudus, "Apa kamu mau bertukar posisi dengan Mr. Santuy?" Hehehe... tentu saja kujawab tidak. Lebih baik aku sakit dan lekas disembuhkan oleh-Nya karena masih dibutuhkan oleh banyak orang daripada sakit tidak sembuh-sembuh hingga membuat orang lain kesal. Meskipun demikian, aku merasa ada yang salah dengan konsep pahlawan dalam memberi lebih atau memberi hingga titik darah penghabisan.
Jika memberi uang, kita bisa menghitung
prosentasenya. Jika memberi waktu, kita juga masih bisa menghitung
prosentasenya. Nah, bagaimana jika memberikan tenaga dan pikiran? Bagaimana
cara menghitung prosentasenya? Ketika remaja, aku bermain video game bergenre RPG
(Role Playing Game). Dalam permainan ini kita bisa melihat energi setiap
pemainnya. Ketika mereka hampir kehabisan energi, kita bisa melihat prosentase
atau indikatornya.
Kita pun mengetahui solusinya. Bahkan, kita
juga bisa meningkatkan kapasitas energi dan keahlian mereka. Bagaimana dengan
manusia? Bagaimana cara melihat kapasitas energi kita? Jika terus
menerus memberikan tenaga dan pikiran hingga ‘titik darah penghabisan’, ini
tidak baik. Roh tidak terbatas, tetapi tubuh punya batasan. Tuhan tidak kenal
lelah karena Dia Roh. Namun, kita masih punya tubuh yang membatasi roh.
Ehm, mungkin aku harus belajar meningkatkan
energi fisikku. Mungkin aku perlu belajar jurus meringankan tubuh, seperti
Pendekar Rajawali Sakti. Namun, ternyata untuk memiliki keahlian ini dibutuhkan
latihan selama belasan hingga puluhan tahun. Alhasil, minatku hilang... wkwwkw...
Yesaya 40:31 (TB) tetapi
orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru, mereka seumpama
rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak
menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.
Ah, lebih baik meminta Tuhan menyembuhkanku
acapkali sakit itu datang. Niscaya Tuhan senantiasa mau menyembuhkan orang yang
siap memberi hingga sakit, termasuk sakit hati karena kadangkala pemberian kita
tuh disalahgunakan. Bahkan, kita pun bisa dimanfaatkan oleh orang-orang hina.
Orang hina tak selalu identik dengan orang
miskin. Ada orang kaya yang lebih hina daripada orang miskin karena mereka
selalu mencari cara untuk mengambil hak-hak orang miskin. Biasanya orang kaya
semacam ini akan mencari kesalahan pegawainya agar bisa memotong gaji mereka
sebanyak mungkin. Mereka juga akan menunda pembayaran hutang kepada supplier
dan minta diberi diskon sebanyak mungkin dari mereka.
Sebaliknya, ada orang miskin yang lebih
mulia daripada orang kaya. Mereka mau menolong dan memberi tanpa pamrih. Mereka
juga tidak mau diberi sesuatu tanpa berbuat apapun. Orang miskin semacam ini
jauh lebih terhormat daripada orang kaya semacam itu.
Ayub 5:11 (TB) Ia
menempatkan orang yang hina pada derajat yang tinggi dan orang yang berdukacita
mendapat pertolongan yang kuat;
HIDUP INI adalah KESEMPATAN
Hidup ini adalah kesempatan.
Hidup ini untuk melayani Tuhan. Jangan sia-siakan apa yang Tuhan
beri. Hidup ini harus jadi berkat.
Reff: Oh Tuhan, pakailah hidupku selagi aku masih kuat. Bila
saatnya nanti ku tak berdaya lagi, hidup ini sudah jadi berkat.
0 komentar:
Post a Comment