Culture of Honor
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 23 Juni 2024
"Me, ternyata kita senasib dengan anak
bos," kata cece.
"Mana mungkin karyawan senasib dengan
bosnya?" tanyanya.
"Iya, kita senasib. Sifat papanya tuh
mirip dengan sifat papa kita. Mereka tuh sama-sama pemarah, keras kepala, dan
sama-sama amat sangat luar biasa hemat dan penuh perhitungan, tetapi malah
sering bermurah hati kepada para tukang ngibul."
Cece menceritakan bahwa semasa remaja dia
pernah meminta komputer kepada papanya, tetapi papanya tidak mau
membelikannya komputer. Setelah ribut tanpa hasil, dia pun mendapat
komputer jadul dari adik papanya. Nah, ketika sudah bisa mencari uang sendiri,
dia pun membelikan komputer yang lebih modern untuk titinya. Eh, pada saat
bekerja dia juga pernah meminta komputer kepada bosnya, tetapi bosnya juga
tidak mau membelinya.
Setelah ribut-ribut tanpa hasil, cecenya
mau keluar dari perusahaan itu, tetapi tidak jadi karena dia mendapat bantuan
dari supplier. Selain itu, anak bosnya juga berkata, "Jika kamu
membutuhkan apapun untuk keperluan perusahaan dan papaku tidak mau
membelinya, beritahu aku."
Hehehe ... emang mereka senasib karena
sama-sama memiliki papa yang gagap teknologi dan suka pencatatan manual. Hal
ini pun berlanjut dengan kesamaan masalah lainnya. Maka, cece itu bercerita
kepada koko itu, "Aku tidak menyangka bahwa masalahku di rumah juga harus
kualami di sini." Di rumah cece itu harus membantu mamanya dalam
menghadapi papanya. Di kantor dia pun harus membantu koko itu dalam menghadapi
papanya. Fiuh...
Sambungnya, "Jika orang tua meminta
kita membunuh dan kita menurutinya, berarti kita sudah terpengaruh dengan
ajaran orang tua yang salah. Jika kita menolaknya, berarti kita sudah
mengetahui kebenaran sehingga kita bisa memberitahu orang tua kita. Jika mereka
marah saat diberitahu lalu tidak mau berbicara dan mengabaikan kita, ini
berarti dia tidak sungguh-sungguh mencintai kita. Jika sungguh-sungguh cinta,
sekalipun marah, tetaplah mereka akan mendengarkan kita."
Begitulah secuplik nasihatnya. Dia pun
mengatakan bahwa dia juga sering bertengkar dengan papanya, tetapi
bagaimanapun juga kita harus berani menyampaikan kebenaran. Nah, setelah
beberapa kali menegur papanya, dia melihat papanya mulai berubah sedikit demi
sedikit.
Nah, cece itu juga pernah membagikan
beberapa cerita yang diselipi pesan moral dan dibumbui firman agar koko itu
tidak mewarisi sifat papanya. Maka, dia berterima kasih atas cerita-cerita
kehidupan tersebut. Dia mulai membuka pikirannya setelah berpikir bahwa hal itu
ada benarnya.
Hehehe... cece itu terpancing untuk bercerita karena menghormati kesamaan nasib mereka yang sama-sama memiliki papa masa gitu. Kenapa Tuhan mempertemukan kita dengan orang yang senasib? Tentunya agar kita bisa menjadi saksi-Nya melalui cerita hidup kita. Kalau tidak bisa honor (menghormati) nasib ini, wah bisa horor karena pertikaian tanpa akhir.
Bagaimana dengan nasibmu? Deep talk terbaik adalah ketika kita bertemu dan saling menguatkan teman yang kisah hidupnya senasib dengan kita ya...
KUYAKIN dan PERCAYA
Kuberjalan dengan imanku
pada-Mu. Kudengar suara-Mu dan aku percaya. Kuterima janji-Mu dalam hidupku.
Kumelihat dan kunyatakan Kau Tuhan.
Reff: Kuyakin dan percaya Kau sanggup mengubah malam menjadi siang.
Kuyakin dan percaya Kau sanggup mengubah beban menjadi berkat.
0 komentar:
Post a Comment