Bring the Identity Back
Catatan Ibadah ke-1 Mingu 26 Mei 2024
"Oh, kamu sudah tidak bekerja di tempat temanmu itu. Iya
Me, kerja itu memang cocok-cocokkan. Dulu bosku suka memotong gajiku dan gaji
karyawan juga tidak pernah dinaikkan." Beginilah tetanggaku memulai
ceritanya. Aneh deh. Biasanya dia hanya bercerita kepada papa. Kalau sudah
bercerita, bapak tersebut bisa betah berjam-jam bicara tanpa henti. Jadi,
aku memilih untuk mendengarkannya saja agar dia lekas menyelesaikan ceritanya
lalu pulang.
Dia pun melanjutkan ceritanya, "Salah satu karyawan
yang berani sudah menyindirnya, "Bos, aku sudah belasan tahun bekerja di
sini, tetapi rumahku masih compang-camping." Aku pun berkata kepadanya,
"Bos, harga sampo naik tiga kali lipat." Namun, bosku bersikap seolah-olah
tidak paham. Sekalipun profitnya milyaran, karyawan hanya dibelikan semanggi dua
ribu Rupiah per bungkus. Akhirnya aku resign setelah empat tahun bekerja
di sana. Percuma setia kepada bos semacam itu."
Batinku, “Aku sih tidak akan menunggu selama empat tahun. Kalau
gajiku dipotong, kerjasama kami akan berakhir.” Katanya pula, "Sebelum resign
aku sudah berpesan kepada salah satu putrinya yang hamil, "Apapun yang
terjadi, tetaplah lahirkan anakmu karena kamu harus menanggung karma papamu
yang suka memotong gaji karyawan." Dia baru memahami perkataanku saat
bayinya terlahir kuning karena kelainan liver."
Dia pun menceritakan banyak hal lain tentang kemampuan
prediksinya yang jarang meleset. Batinku, “Untung dia tidak pernah memprediksiku.”
Dia memiliki kemampuan di bidang fengshui dan terbiasa mengambil
keputusan dengan cara Konghucu. Nah, kisahnya itu membuatku teringat pada
seorang pebisnis Budha yang papanya juga suka memotong gaji karyawan dan enggan
meningkatkan gaji mereka.
Beberapa bulan lalu aku telah meminta putra bos itu untuk membaca
buku 'The Purpose Driven Life' yang ditulis oleh Rick Warren agar
hidupnya memiliki tujuan yang tepat. Saat itu dia mengatakan bahwa dia akan
membacanya lalu membaginya denganku. Namun, dia tak pernah membahas isi buku
itu.
Maka, pada hari Waisak aku juga menulis surat berbentuk
ebook. Isinya hanya delapan halaman berbahasa Inggris sekitar 5000 kata yang
ditulis dengan bantuan Om Google. Surat ditulis dengan meniru dan memodifikasi
konsep buku Rick Warren.
Ebook kuawali dengan ajakan, "Di Hari Raya Waisak ini
marilah kita merenungkan makna hidup yang sebenarnya." Lalu kulanjutkan
dengan membagikan cerita dari tetanggaku itu. Aku pun menambahkan beberapa
gambar dan beberapa kutipan perkataan Rick Warren. Di akhir surat aku
mengajukan beberapa pertanyaan agar dia mengalami pembaharuan akal budi.
Rick Warren, “Dengarkan: Mereka yang
telah menyakitimu di masa lalu tidak dapat terus menyakitimu sekarang kecuali
Anda mempertahankan rasa terluka dengan sakit hati. Masa lalumu sudah lewat!
Tidak ada yang akan mengubahnya. Anda hanya menyakiti diri sendiri dengan kepahitan
Anda. Demi dirimu sendiri, belajarlah darinya, lalu biarkanlah itu berlalu.”
Dulu aku memikirkan setiap pertanyaan yang ada di bagian
akhir setiap bab buku Rick Warren. Jadi, aku pikir pertanyaan memang merupakan
cara yang tepat untuk memperbaharui akal budi seseorang.
0 komentar:
Post a Comment