Kisah Kak Tani dan Bunganya
Catatan
Ibadah ke-1 Minggu 12 Des 2023
Kemudian Méihuā ingin membeli semangka
jika searah dengan tujuan perjalanan mereka. Lantas kusir menghentikan kereta
di dekat penjual buah. Di depan toko Méihuā melihat semangkanya kurang segar.
Maka, Bakung menunjuk ke semangka yang digantung di dalam toko. Ketika mulai
memasuki toko, Méihuā melihat buket buah dan dia pun tertarik untuk membelinya.
Bakung segera menanyakan harga dan lamanya
proses pengepakan. Penjual buah berkata, "2 jam." Namun, ada pembeli
lain yang segera menimpali, "Bohong itu. Ini bisa langsung dikerjakan.
Hanya 10 menit."
Setelah buah ditata penjual ingin
meletakkan bunga-bunga plastik kecil dan daun plastik sebagai hiasan, tetapi
Méihuā menolak. Kata Bakung kepada penjual, "Jangan bunga plastik. Kasih
bunga-bunga yang masih segar." Mereka menjawab, "Tunggu nanti tak
petikkan di luar sana." Tentu saja hanya basa-basi.
Lalu penjual mengatakan bahwa hiasan itu
buatan Cina. Maka, Bakung memastikannya kepada Méihuā. Namun, Méihuā menunjukkan
foto buket buah yang biasa ada di Cina. Maka, Bakung berkata lagi, "Kasih
pita-pita." Jawabnya, "Iya. Ini tak kasih pita merah bertuliskan, 'Semoga lekas sembuh'."
Méihuā terlihat senang dan mau
menerimanya, tetapi Bakung langsung menolak. Dia berpikir bahwa tulisan itu
akan sangat cocok diberikan kepada papa Méihuā alias Ulat Daun agar dia segera
waras. Hahaha ... Méihuā pun menurutinya sekalipun Bakung sulit menjelaskan
makna kata-kata yang tertulis pada pita tersebut.
Lalu Bakung meminta pita lain yang berwarna
merah atau pink. Eh, adanya warna orange. Untunglah warna tersebut masih bisa
diterima oleh Méihuā karena dia tidak mau pita berwarna hijau yang tampak
menyegarkan.
Hehehe ... memang beda budaya. Di Indonesia buket buah biasa diberikan
kepada orang sakit, bukan orang pindahan rumah. Jadi, wajarlah kalau
penjual buah tidak menyediakan warna merah yang disukai warga Cina dalam
menyambut kegembiraan, kecuali menjelang momen Imlek.
Mereka pun melanjutkan perjalanan ke rumah
baru teman Méihuā. Sebelum tiba di tujuan Méihuā bertanya, "Kasih buket
buah atau buket bunga?" Jawab Bakung, "Semua. Keduanya." Sebelumnya kusir sempat berkata, "Kalau dia tidak mau bunganya, aku mau."
![]() |
Bunga Artifisial Omah Bunga |
Bakung dan kusir langsung melanjutkan perjalanan setelah memastikan Méihuā berada di tangan yang tepat. Oh, mereka tidak menyangka akan ada kejadian tak terduga karena buket bunga.
Beberapa bunga putih yang dibuang Méihuā masih tertinggal di dalam kereta. "Pak, di sini masih ada bunga-bunga yang dianggap sebagai pembawa sial, tetapi aku juga tidak paham jenis bunga dan maknanya. Warga Cina memang biasa memaknai alam dan warnanya... wkwwk..."
Kusir kereta pun tidak mempermasalahkan
bunga putih itu. Lantas Bakung berpikir untuk bisa secantik bunga artifisial di
Omah Bunga agar terbebas dari Ulat Daun. Pikir Bakung sembari memegang sehelai
kuntum bunga putih yang terbuang, "Tak ada gunanya menjadi bunga putih. Lebih
baik menjadi bunga hitam. Munafik harus dibalas munafik biar Ulat Daun tahu
rasanya."
Amsal 31:30 (TB) Kemolekan adalah bohong dan kecantikan
adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji.
Maka, terdengar suara kecil berbisik,
"Firman itu bukan hanya untuk istri, tetapi juga untuk semua bunga."
Wkwwkw ... ini yang namanya diluputkan dari kebinasaan. Untung Méihuā masih
cantik dan tidak terkontaminasi oleh papanya.
BESAR ANUGRAH-MU
Kuada, sebagaimana ku ada,
berdiri menghadap tahta-Mu, Bapa. Semua kar'na anug'rah-Mu yang t'lah
s'lamatkanku.
Kuhidup dalam s'gala kelimpahan. Kulayak untuk melayani Tuhan. Semua kar'na
anug'rah-Mu tercurah bagiku.
Besar anug'rah-Mu, Berlimpah kasih-Mu. Semakin hari s'makin bertambah Besar
anug'rah-Mu.
0 komentar:
Post a Comment