Friday, July 14, 2023

Konflik Beda Generasi

Sekalipun Salah … Lanjut
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 09 Juli 2023

Keesokan harinya Shisuka berkata kepada perdana menteri, "Ngapain kamu mau tanda tangan? Kamu ini terlalu penurut." Katanya sambil tersenyum, "Aku bertanya kepada raja, 'Kalau seandainya surat itu jadi dijalankan, Raja mau aku bagaimana?'"

Jawab Shisuka, "Itu artinya kamu diminta mengabdi kepadanya seumur hidup. Aku sih tidak mau."

Sambung Shisuka, "Karena dia hanya memberikan satu komputer, ada data yang tidak akan kuinput. Kalau dia mau pencatatan manual, carikan dia pembukuan tahun 1940-an, tidak perlu cari staf administrasi dari era ini. Cari saja orang-orang seusia raja yang lahir pada tahun 1944 atau cari yang lebih tua darinya."

Beberapa orang, termasuk perdana menteri langsung tertawa mendengar perkataan Shisuka. Namun, dia masih kesal juga, "Minta data real time, tetapi pencatatan manual. Coba dia kerjakan sendiri. Apa kubawakan data-datanya ke sana? Biar raja sendiri yang input kerjaan tiga orang. Aku mau lihat bagaimana dia menyelesaikannya dalam setengah jam."

Pendengarnya kembali tersenyum dan tertawa. Pikir Shisuka, "Kok lucu sih orang-orang ini. Aku marah loh. Kenapa tiap kali mendengar kemarahanku, orang-orang itu malah tertawa?" Maka, dia pun ikut tertawa.

Salah satu bendahara raja berkata, "Dulu aku juga diminta mencatat secara manual oleh orang yang ada di posisimu. Aku bilang datanya sudah ada di komputer, tetapi dia tidak mau melihatnya. Dia maunya catatan manual. Jadi, kutinggal pergi daripada aku kerja dua kali, sudah input di komputer, kok masih diminta menyalin di buku? Tidak ada gunanya."

"Iya, andaikata bank mencatat transaksi secara manual, mana bisa kita melihat saldonya saat itu juga? Raja mencari staf administrasi masa kini untuk pencatatan manual, ya percuma, tidak ada gunanya." Balas Shisuka.

Kemudian dalam hening gelap malam Shisuka yang masih kesal bertanya kepada Raja segala raja, "Mengapa Kau selalu mempertemukan aku dengan pecinta Mamon? Raja itu benar-benar membuatku marah. Bisa-bisanya dia memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan untuk merebut kebebasanku. Papaku aja tidak pernah minta uang, kok bisa dia minta uang dariku? Ratusan juta pula."

Lantas Shisuka tergerak untuk mendengarkan sebuah lagu Mandarin berjudul 'Guang Liang'. Jika diterjemahkan, artinya kurang lebih seperti ini,

"Hembusan angin bertiup dari laut. Awan putih berduyun-duyun ke darat. Musim hujan membawa butiran pasir. Pergantian musim hangat dan dingin.
Begitu banyak kehidupan, Anda tidak perlu khawatir jejak layu lainnya.
Angin dan hujan yang tiba-tiba menerpaku saat aku sedang berlari, itu adalah cahaya yang menyala dalam kegelapan.
Mungkin Anda tidak bisa menebak nasib yang tidak diketahui, Terbang seperti meteor, tidak tahu tujuannya. Tapi ah, saya bersedia untuk percaya:
Anda yang terkecil, terlemah, terlembut, paling tak kenal takut Menanggapi dengan sekuat tenaga. Tidak ada batasan, tidak ada akhir, tidak ada solusi, selalu ada hikmahnya. Biarkan cahayanya menerangi dirimu.’
Jangan dengarkan suara hujan jatuh melalui hutan dan menimpa dedaunan. Mengenakan jas hujan berserat kasar, bersedia untuk hidup tenang seumur hidup dalam hujan berkabut.
Narasi terakhir di Paviliun Changyin. Enam ratus tahun seperti sebutir millet, Semua penderitaan di masa lalu seperti sebuah mimpi. Tapi ah, saya bersedia untuk percaya:
‘Anda yang terkecil, terlemah, terlembut, paling tak kenal takut Menanggapi dengan sekuat tenaga. Tidak ada batasan, tidak ada akhir, tidak ada solusi, selalu ada hikmahnya. Biarkan cahayanya menerangi dirimu.
Jangan dengarkan suara hujan jatuh melalui hutan dan menimpa dedaunan. Enam ratus tahun seperti sebutir millet, Semua penderitaan di masa lalu seperti sebuah mimpi.
Apa pun tujuannya, Anda yang paling berani. Jangan tanya nasib yang fana, dirimu yang paling tak kenal takut."

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.