Catatan Ibadah ke-1 Minggu 30 Juli 2023
Amsal 24:3-4 (TB)
Dengan hikmat rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan,
dan dengan pengertian kamar-kamar diisi dengan bermacam-macam harta
benda yang berharga dan menarik.
Mengapa rumah dibangun dengan hikmat,
kepandaian, dan pengertian? Mengapa tidak dibangun dengan cinta saja?
Pernikahan bukanlah hal yang mudah. Pernikahan tidak bisa sekadar dibangun
dengan cinta. Pada mulanya kita menikah karena jatuh cinta. Namun, lama-lama
cinta itu bisa pudar.
Maka, dalam pernikahan kita harus
membangun cinta dengan hikmat. Untuk membeli rumah, tidak bisa dengan
cinta. Untuk membeli makanan dan pakaian, tidak bisa dengan cinta. Ini sebabnya
sebelum menikah milikilah cinta yang melek (melihat), bukan cinta buta.
Pernikahan membutuhkan komitmen. Ini seperti
bermain roller coaster. Mulanya roller coaster berjalan pelan,
tetapi setelah itu akan miring ke kanan, ke kiri, bahkan jungkir balik. Lalu
ada yang menangis, ada yang berteriak, "Stop! Berhenti!", dan ada
pula yang menikmati atau tertawa. Ketika ada yang bilang, "Stop!",
apa roller coaster langsung berhenti? Tentu saja tidak. Sekali ditekan roller
coaster akan terus berjalan.
Begitu pula pernikahan kita. Sekali kita
klik atau memutuskan untuk menikah, apapun yang terjadi, kita harus tetap
bertahan. Pak Yonathan hanya sekali saja naik roller coaster karena
permainan itu membuatnya menangis. Jadi, dalam kehidupan pernikahan dia juga
akan tetap bertahan sekalipun harus berurai air mata.
Banyak orang yang melakukan konseling
pernikahan mengatakan bahwa pasangannya tidak sama dengannya. Tentu saja tidak
sama karena satu pria dan satu wanita. Ini aja sudah berbeda. Pernikahan
bukan untuk mencari kesamaan karena yang sama tidak akan bisa bersatu,
justru salah satunya bisa jatuh. Ini sesuai ilustrasi hati yang dibelah dua
secara sejajar. Kedua belahan hati ini tidak bisa disatukan.
Kejadian 2:18 (TB)
TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja.
Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia."
Tujuan pernikahan adalah memberikan penolong yang sepadan. Sepadan tidak harus sama. Sepadan itu bisa berbeda, tetapi tetap bersatu. Ini sesuai ilustrasi hati yang berlekuk-lekuk. Model lekukannya tidak sama, tetapi mereka bisa bersatu karena saling melengkapi.
Kejadian 2:24-25 (TB)
Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu
dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Mereka keduanya
telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.
Menjadi satu daging berarti intim atau
kenal dekat. Kita harus mengenal pasangan kita dengan baik. Kita memang bisa
melekat sedikit saja, tetapi saat dihembus angin, pasti jatuh. Banyak pasangan
mengalami hal ini. Namun, kalau kita intim dengan pasangan, badai apapun tak
akan bisa menggoyahkan pernikahan kita yang sudah perkasa dalam Tuhan.
Ilustrasi: Istri berpesan kepada suami,
"Saya akan pergi pelayanan. Makanan sudah saya siapkan di meja. Nanti makanlah
tepat waktu." Eh, setelah istri selesai pelayanan, dia melihat makanan
belum dimakan sama sekali.
Suami menjawab, "Tadi saya mendapat
telepon dari jemaat untuk melakukan konseling. Sebagai pendeta, saya harus
melayani jemaat seperti Om Yusuf. Jadi, saya tidak sempat makan." Istri
berkata, "Perutmu ini sedang sakit, kenapa malah makan tidak teratur? Sebelum
melayani orang lain, layani dirimu sendiri."
Cukup. Kalau diteruskan lagi, nanti bisa
hancur. Seringkali pertengkaran karena hal-hal kecil bisa terjadi di dalam
pernikahan. Pertengkaran-pertengkaran ini akan membuat masing-masing pihak
terluka. Makin banyak luka, makin banyak lubang yang bisa dimasuki oleh
iblis untuk mengintip keluarga kita.
0 komentar:
Post a Comment