Pintu yang Ditutup
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 14 Mei 2023
"Ni shi Taiwan ren," tanya Mr. Ckckck kepada Lui. Dengan tegas Lui menjawab, "No.
Indonesian." Lantas Lui berpikir, "Kok aku menjawab dengan galak?
Seharusnya kujawab, "bu shi, wo shi yindunixiya ren". Apa
sebaiknya kucoba menanyakan sesuatu kepadanya?"
Lalu Lui tersadar. "Tidaklah. Aku
tahu kenapa kesal terhadapnya. Beberapa hari lalu orang Taiwan tersebut
telah membuat mobil bau rokok. Masker dua lapis pun tak bisa mencegah baunya.
Eh, sekarang dia juga membuatku kedinginan."
Sekitar jam enam pagi Mr. Ckckck menghubungi pak Entar agar dirinya dijemput sopir.
Lantas pak Entar menghubungi pak Udi, tetapi dia tidak menjawab. Lalu dia
menghubungi Lui, tetapi juga tak dijawab. Maka, dia menghubungi pak Yusi yang
langsung mengangkatnya.
Ketika Lui masuk ke dalam mobil, pak Yusi
bertanya, "Katanya pak Entar menghubungimu." Lui segera membuka
ponselnya. Ternyata pak Entar meminta pak Yusi menjemput Mr. Ckckck. Katanya
Mr. Ckckck sudah siap jam 7.15, tetapi ternyata dia baru siap sekitar sejam
kemudian.
Pagi itu di Surabaya turun hujan dan
udaranya dingin. Lui telah mematikan AC mobil untuk kursi penumpang, tetapi
tetap saja dingin.
Maka dari itu, Lui kesal kepadanya.
"Cukup sekali ini saja memberinya tumpangan. Selain merokok, kok lelet
juga sih? Dia pakai jam apa sih? Untung aku tak sampai membeku karena
menunggunya terlalu lama. Kalau memang tak bisa siap pagi-pagi, kenapa tidak
minta dijemput siang saja? Bikin bete."
Dia pun kesal kepada penerjemah itu. Dia
bergumul antara membela diri dengan berkata, "na li? mei you"
atau minta bantuan penerjemah lain. Namun, dia khawatir penerjemah itu diterkam
singa mengamuk. Maka, Lui hanya menjawab dalam bahasa yang tak dipahami oleh
orang Taiwan itu, "Mana? Tidak ada."
Namun, dia sempat berteriak memanggil nama
penerjemah itu untuk menceritakan kebenarannya. Lalu penerjemah itu mengirim
bukti percakapannya dengan Mr. Manut kepada Lui. Sabar. Sabar. Lui pun
menenangkan hatinya dan menjawab, "Oh, kamu kirim ke pak Manut."
Pikir Lui, "Ini tidak benar. Kalau mau
meralat jam pertemuan, seharusnya dia info kepadaku dan bukan kepada pak Manut.
Tapi, maklum saja deh karena dia banyak pekerjaan hingga kurang fokus."
Sabar. Sabar. Maka, Lui memutuskan untuk membiarkan kesalahpahaman
tersebut.
Penerjemah lain pun menengahi, "Ini misskomunikasi."
Iya, sehingga tidak perlu ada Miss Angry. Lalu dia menerjemahkan perkataan
orang Taiwan itu, "Lain kali jangan terlambat. Kalau mau datang terlambat,
beritahu dulu. Hargailah yang lain." Lui hanya mengangguk. Dia mengira
bahwa orang Taiwan itu selalu tepat waktu.
Eh, ternyata orang itu malah terkenal
sebagai Telat Lover. Jam 12 bisa jadi jam 2 siang. Rupanya dialah yang
tidak menghargai orang lain, tetapi minta dihargai. Emang dimana-mana orang
semacam itu selalu benar. Mereka yang menasihati orang lain, belum tentu
melakukan nasihat tersebut.
Eh, selang sehari kemudian penerjemah yang
cari aman itu tetap tak bisa menghindari geraman singa karena lain hal. Itu
pembelaan Tuhan atau hanya kebetulan ya? Entahlah, kasihan juga dia. Maksud
hatinya mencari alasan agar terhindar dari geraman singa, eh tetap saja dia tak
bisa menghindarinya.
ALLAH yang BELA / YA TUHAN KUPERCAYA
Allah yang bela. Siapa lawan
dia? Lebih dari pemenang dalam s'gala hal.
Kupasti dapat lakukan semua. Yesus yang b'ri kekuatan. O terpujilah
nama-Nya.
Ya Tuhan kupercaya. Aku percaya. Lewati lembah air mata aku percaya
Firman-Mu ya dan amin. Aku percaya kemenangan sudah Kau jamin. Aku percaya.
0 komentar:
Post a Comment