Dipenuhi oleh Roh Kudus
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 28 Mei 2023
Lidah kita bisa merasakan pahit, manis,
asin, asam, dan pedas. Hati kita juga bisa merasakan hal yang sama. Namun,
semua rasa itu digambarkan dengan kata-kata yang berbeda, yaitu sedih,
terkejut, bahagia, jijik, takut, dan marah.
Nah, ketika kita mengetahui bahwa pare itu
pahit dan kita tidak menyukai rasa pahit, mana mungkin kita dengan sengaja menikmatinya?
“Duh, pahitnya pare ini. Pahit sekali sih. Makin dikunyah kok makin pahit ya?
Kapan ya pahitnya hilang? Rasa pahit ini membuatku muak. Kok ada ya yang memasak
makanan sepahit ini?”
Pasti tidak ada yang begitu toh. Jika tidak
suka pahit, pasti pare itu tidak akan dimakan. Mereka yang sengaja menikmati
pare itu hanyalah orang-orang yang memang menyukai rasa pahit. “Hmm, ini enak
lho. Memang rasanya sedikit pahit, tetapi pahitnya tak sepahit hidupku. Cobain
deh.” Pernah ketemu orang semacam ini? Pasti ada deh.
Lalu ketika tidak sengaja memakan makanan pedas dan kita merasa bahwa hal itu menyakiti lidah kita, tentulah kita buru-buru mencari penawarnya. “Air, ada air? Permen? Punya permen? Gula? Madu?” Tak mungkin kita mau berlama-lama menikmati rasa yang tidak kita sukai. Namun, orang yang menyukai rasa pedas tentulah akan berlama-lama menikmatinya.
Lalu mengapa kita harus terlarut dalam
perasaan yang tidak enak? Bukankah kesedihan atau kemarahan itu tidak enak? Kalau
sudah mengetahui rasanya tuh tidak enak, kenapa malah dinikmati berlama-lama?
“Duh, pahitnya hidupku. Kenapa aku tidak seberuntung yang lain? Kenapa tak ada yang
peduli denganku? Kenapa orang-orang selalu datang dan pergi sesuka hatinya?”
Ah, kalau tidak suka rasa semacam itu,
singkirkan saja, seperti memuntahkan makanan yang tidak enak. Bukankah rasa
bisa datang dan pergi jika kita menemukan penawarnya? “Puih, ini pasti ulah
iblis yang mau mencuri sukacitaku. Emang dia haters abadiku. Jika aku
bersedih terus menerus, dia pasti tertawa ngakak. Tapi, aku tidak akan
membiarkan dia bahagia di atas penderitaanku.”
Mazmur 42:6 (TB) Mengapa
engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada
Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!
Ya, penawarnya tidak lain dan tidak bukan
adalah air hidup, yaitu firman Tuhan. Jadi, semua rasa itu ada dalam kendali
kita. Kita sendirilah yang harus memutuskan untuk mengambil tindakan agar dapat
mengubah rasa tidak enak di hati kita itu.
Mazmur 119:103 (TB) Betapa
manisnya janji-Mu itu bagi langit-langitku, lebih dari pada madu bagi mulutku.
Ketika hati kita terasa pahit, sebaiknya
cari sesuatu yang manis, yaitu janji Tuhan. Kata Daud, manisnya tuh
melebihi rasa manisnya madu. Sudahkah kamu merasakannya? Jika belum, cobalah!
BULAN dan MENTARI ~ Hivi
Hujan kini t'lah berhenti dan diiringi sinar mentari. Dingin juga tiada lagi.
Hangat terasa di sanubari. Datang dan pergi. Pergi dan datang lagi.
*v* Begitulah hidup ini. Ada yang harus pergi agar ada yang datang temani.
Bagai bulan dan mentari silih berganti, takkan terhenti mengiringi.
Sedih tak pernah sendiri. Senang selalu setia temani. Pergi dan datang. Datang
dan pergi. Hadir dan hilang. Hilang dan hadir lagi, oh
0 komentar:
Post a Comment