Kebangkitan
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 9 April 2023
Beberapa minggu lalu ketika aku baru saja
akan tidur, tiba-tiba mendapat pesan WA, "Sudah tidur? Ada yang mau
kutanyakan. Aku boleh menelepon?" Karena sudah mengantuk, kujawab,
"Ya, sudah" dan dia menjawab, "Ya udah, besok saja."
Namun, seketika aku merasa tak tega karena
sepertinya dia punya masalah. Kalau tidak, tak mungkin jam 11 malam mau
mengganggu waktu tidurku. Jadi, kulanjutkan jawabanku, "Sebenarnya baru
mau tidur. Ini baru check-in di hotel. Besok mau cengbeng. Kamu mau
nanya apa?"
Dia langsung meneleponku dan curhat cukup
panjang. Rupanya dia juga mau cengbeng (ziarah kubur), tetapi khawatir akan
suatu hal. Dengan mata terpejam kudengarkan dia dan kujawab dengan sisa-sisa
energi yang ada, "Begitulah saudara. Kamu jangan terlalu berharap
kepada mereka. Tidak usah didengar. Cuek saja."
Dia menjawab lagi, "Aku tidak bisa secuek dirimu." Sebelumnya dia bercerita bahwa pada cengbeng tahun lalu dia membawa beberapa potong roti dan mentraktir makan semua saudara-saudara mamanya. Namun, salah satu tantenya malah berkata, "Kok tidak ada roti yang isi daging? Iya, kita dikasih yang murah-murah. Yang mahal dimakan sendiri."
Padahal, temanku tidak membawakan roti isi
daging karena khawatir dagingnya basi di jalan. Pagi-pagi benar pada minggu
pertama dia berangkat ke kuburan engkongnya sehingga rotinya dibeli pada hari
sebelumnya. Papanya sudah lama berpulang ke rumah Bapa sehingga dia hanya pergi
bersama mamanya dan saudara-saudara mamanya. Cecenya yang sudah menikah pergi cengbeng
ke kerabat pihak mertuanya.
Tahun lalu saat makan di restoran, tantenya
juga berkata, "Kok makan di tempat seperti ini? Harusnya bisa di tempat
yang lebih mahal." Padahal, kalau tantenya yang mentraktir, makannya juga
di tempat biasa. Bahkan, menunya dipilihkan olehnya.
Namun, mama dan cecenya tidak setuju jika
memilihkan menu makanan pada saat mentraktir mereka. Jadi, temanku jengkel
karena merasa terjepit di tengah-tengah. Mama dan ceceku tidak mendukungku.
"Ya udahlah, kalau mamamu maunya seperti itu, kamu ikuti saja. Buat apa
kamu ribut dengannya karena tante-tantemu?"
"Kalau begitu, kamu tidak usah ikut
cengbeng daripada ribut," kataku kepadanya. Dia menjawab, "Tidak
bisa. Mereka akan datang ke rumah untuk menjemput mamaku. Masa aku tidak ikut?
Ya, tidak enak." Jawabku, "Bilang aja ada pekerjaan atau sedang tidak
enak badan."
Dia berkata, "Sebenarnya aku ingin
pergi, tetapi ya apa kalau tanteku berkata seperti tahun lalu lagi?"
Karena sudah makin mengantuk, aku pun menjawab sekenanya, "Kalau aku yang
mengalaminya, aku akan menjawab, "Oh, Tante gak mau ya? Sini, balikin aja
biar kumakan sendiri." Lanjutku, "Trus kalau dia gak suka
makan di tempat biasa, kujawab, "Ya, doakan rejekiku banyak ya jadi tahun
depan bisa makan di tempat yang mewah."
Maka, dia mulai terinspirasi. "Oh,
Tante gak suka rotinya ya? Kalau begitu, tahun depan aku gak perlu bawa
roti lagi ya? Kalau Tante mau makan di tempat mewah, boleh kok, tapi Tante yang
traktir ya?" Lantas dia mengucapkan terima kasih dan mengakhiri
pembicaraan.
Sekalipun mata sudah terpejam, untunglah
pikiranku masih terjaga sehingga percakapan tidak berhenti di tengah jalan. Aku
pun langsung tidur setelah meletakkan ponsel di meja kecil yang ada di samping
tempat tidur.
PELANGI KASIH
Apa yang kau alami kini mungkin
tak dapat engkau mengerti. Cobaan yang engkau alami tak melebihi
kekuatanmu. Tuhanmu tak akan memberi ular beracun pada yang minta
roti. Satu hal tanamkan di hati indah semua yang Tuhan b'ri. Tangan
Tuhan sedang merenda suatu karya yang agung mulia. Saatnya 'kan
tiba nanti kau lihat pelangi kasih-Nya.
0 komentar:
Post a Comment