Perbincangan di Meja Makan
Catatan Ibadah Jumat Agung ke-1 Minggu 7
April 2023
Ibadah Jumat Agung merupakan perwujudan
kasih Tuhan kepada manusia. Bisakah Dia memutuskan untuk mengasihi kita tanpa
perasaan? Ada yang berkata, “Kasih itu keputusan, bukan perasaan.” Masa
sih? Sewaktu masih SD kelas 6 ada budaya naksir. Semua teman cewekku mulai
naksir teman cowok, kecuali aku.
Dwi, teman asrama yang sebaya denganku bertanya,
“Aku naksir Deni, kamu naksir siapa?” Seketika aku pun memutuskan untuk
ikutan naksir sehingga menjawab, “Sama, aku juga naksir Deni.” Dwi berkata, “Masa
sih? Tumben kamu bisa naksir. Biasanya tidak pernah bisa.” Hahaha … dia tuh
sudah mengetahuinya, tetapi kenapa masih bertanya pula.
Maka, kujawab, “Iya, dulu tidak ada yang
menarik hingga Deni masuk sini.” Ceritanya Deni tuh anak baru di asrama
tetangga. Lalu Dwi berkata, “Iya, Deni itu memang ganteng dan tinggi, lain dari
yang lain. Makanya aku juga naksir dia.”
Beberapa hari kemudian aku berkata kepadanya,
“Dwi, aku sudah berhenti naksir Deni.” Dia langsung bertanya, “Kenapa?”
Jawabku, “Aku tak sengaja melihat bulu keteknya panjang-panjang ketika dia
mengangkat tangannya saat ke kapel dengan memakai kaos kutungan. Apa kamu
masih mau naksir dia?”
Hahaha … Dwi tertawa dan tentu saja masih
naksir dia. Aku pun tertawa karena tidak bisa terus-terusan berpura-pura naksir
Deni. Sejak saat itu aku mengetahui bahwa kasih bukanlah sekadar keputusan
untuk ikut-ikutan orang lain. Aku tidak harus mengikuti hal-hal yang
disukai atau ditaksir atau dikagumi oleh kaum mayoritas.
Jadi, kita bisa melakukan tindakan iman dengan melakukan perbuatan kasih seperti memberi perhatian kepada musuh, tetapi tanpa perasaan, ya percuma. Jadi, kalau ada yang bilang, "Jangan hidup dengan perasaan, tetapi hiduplah dengan iman", aku pun mempertanyakan kasihnya.
1 Korintus 13:3
(TB) Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku,
bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih,
sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku.
Namun, pada kesempatan lain dia berkata, “Hiduplah
dalam kasih!” Bahasa Ibraninya, “Geje” alias tidak jelas. Bagaimana
caranya hidup dalam kasih hanya dengan iman dan tanpa perasaan? Namun, jika
ada yang berkata, “Perasaan harus dikelola dengan baik”, ini benar.
Beberapa hari lalu aku kebingungan mencari
pasangan kaos kakiku. Sebagai pemiliknya yang sah, aku tak bisa memakainya jika
dia kehilangan pasangan. Kaos kaki single hanya bisa dipakai oleh orang
istimewa yang dikaruniai satu telapak kaki.
Namun, manusia berbeda. Sekalipun tidak
punya pasangan, manusia tetap bisa dipakai oleh Tuhan. Nah, selama
orang-orang istimewa itu berusaha hidup sesuai cara mayoritas, tentu saja
mereka pasti kecewa karena Tuhan memang telah mendesain mereka anti-mainstream.
Jadi, ketika mereka memutuskan untuk hidup
secara berbeda dengan segala keistimewaan yang mereka miliki, seketika itu juga
mereka bisa menyatakan kemuliaan Tuhan. Dengan demikian, mereka pun akan mengalami
kepenuhan hidup di dalam Tuhan sehingga bisa berkata, "Asalkan ada Tuhan,
ini sudah cukup."
CUKUPLAH BAGIKU
Cukuplah bagiku S'mua
kebaikan-Mu. Pengorbanan-Mu Tuhan Hidupkan aku.
Tetapkan mataku tertuju pada-Mu. Tetapkan hatiku t'rus memandang pada-Mu.
Chorus: Kaulah Yesus Tuhan. Kusembah s'lamanya. Kutinggikan, kuagungkan
nama-Mu.
Kau bertahta, Berkuasa di bumi di surga. Cukup bagiku.. menyembah-Mu
Yesus.
Bridge: Kaulah Tuhan. Kaulah Allah. Kau s'galanya. Cukuplah bagiku.
Yang termulia Yesus Raja, Kau s'galanya. Cukuplah bagiku.
Cukup bagiku, Cukup bagiku, Cukup bagiku Menyembah-Mu Yesus.
0 komentar:
Post a Comment