Tidak Peduli
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 29 Jan 2023
Pada hari ketiga aku dipanggil bos lagi.
Dia pun kembali menawarkan tambahan dua juta rupiah tanpa anjem dan cari kos
sendiri. Namun, aku berkata, "Jika seperti ini, aku minta maaf tidak
bisa lanjut bekerja di sini."
Lalu bos menawarkan anjem dengan
pengurangan gaji tiga juta rupiah. Aku menolaknya dan salah satu bawahanku juga
berbisik untuk mendukungku. Aku pun berbisik pula kepadanya, "Jika segitu,
lebih baik aku di Surabaya saja."
Kemudian bos kembali menawarkan tambahan
dua juta rupiah dengan tinggal di mess, tetapi aku tetap menolaknya. Sekalipun
tangan kanan sekaligus penerjemahnya juga berusaha membujukku, aku tetap
bertahan pada permintaanku.
Kemudian dia menjelaskan masalah biaya sewa
mobil. Aku diam saja karena aku juga sudah mendengar hal itu dari bawahanku dan
salah satu sopir. Sebenarnya aku kasihan kepadanya. Andaikata aku sedang
berada dalam mode ramah, aku pasti bisa dinego olehnya karena rencana
awalku memang begitu. Namun, situasi berubah.
Saat ini aku masih berada dalam mode marah
sehingga aku tidak mau dinego. Kalau sudah marah, sekali A, akan tetap A. Lagipula
jika aku mau dinego, bagaimana aku mengetahui kehendak Tuhan? Aku perlu
tanda karena aku bingung dengan perubahan situasinya.
Aku sudah bilang kepada Tuhan bahwa
tandanya harus tepat seperti permintaanku. Jadi, aku hanya menjawab dengan
sepatah kata, "对不起
(Duìbùqǐ)" sambil menggelengkan kepala. Hanya
ini satu-satunya kata yang bisa kusampaikan secara langsung kepada bos tanpa
bantuan penerjemah.
Maka, bos bertanya, "Kenapa kamu
berubah pikiran?" Jawabku, "Karena aku tidak diberitahu dari awal
bahwa anjemnya hanya seminggu. Titi itu pun mengatakan bahwa di sini ada
anjemnya. Orang yang kugantikan juga dapat anjem."
Bahkan, kutahu dari sopir bahwa rumah orang itu malah lebih jauh daripada rumahku karena dia tinggal di Kertajaya, Surabaya. Aku tidak sejauh itu dan hanya sampai perbatasan. "Kenapa sih tidak disetujui padahal sudah cocok?" Bisik salah satu bawahanku.
Dalam hati aku berkata, "Bagus. Jangan
setuju. Jadi, aku bisa kembali bekerja di rumah." Lalu bos bertanya,
"Kamu bisa semuanya?" Aku mengangguk dengan yakin, padahal dalam hati
aku berkata, "Tuhan yang akan memampukanku. Segala perkara dapat
kutanggung di dalam Dia yang memberiku kekuatan."
Katanya lagi, "Dulu orang yang kamu
gantikan mengatakan bahwa dia juga bisa semuanya, tetapi ternyata tidak
bisa." Aku hanya diam saja karena kutahu masalahnya tuh bagaikan
menguraikan benang kusut. Kalau boleh memilih, sepertinya aku ingin mundur saja.
Namun, salah satu bawahanku sempat
memintaku untuk tidak kabur karena dia membutuhkan bantuanku. Dia pun siap
membantuku. Tuhan pun mengingatkan bahwa aku adalah garam dunia padahal aku ini
manusia. Masa sih aku ini asin? Padahal, banyak yang bilang aku ini manis … hehehe … Iya, ya, garam harus mencegah pembusukan.
Matius 5:13 "Kamu
adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan?
Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.
Suasana mendadak hening selama beberapa
menit. Tiba-tiba bos bicara lagi dan penerjemahnya berkata, "Bos
menyetujui permintaanmu. Kamu dapat anjem." Bawahan yang di sampingku
segera berbisik, "Pastikan gajimu tidak dipotong."
Aku pun memastikannya lalu berkata dalam
hati, "Oh Tuhan, kenapa keputusanmu seperti ini? Bukankah
permintaanku terlalu tinggi? Bagaimana jika aku tidak mampu?" Jawab
hatiku, "Tuhan saja percaya padamu, masa kamu nggak?"
Hehehe ... tentu saja tidak. Kuletakkan
kepercayaanku kepada Tuhan saja. Aku tidak bisa meletakkan kepercayaan pada
diri sendiri. Ini bukan kemauanku. Ini kemauan Tuhan. Jika aku berharap
diterima, tak mungkin kuajukan permintaan yang tidak wajar itu. Hanya Tuhan
yang membuat kemustahilan menjadi mungkin.
WAKTU YANG TEPAT (Jacqlien Celosse & Jason Irwa)
Yesus mendengar lebih dari yang kudoakan. Yesus menjawab lebih dari yang
kuharapkan. Dengan cara-Nya di waktu yang tepat ku 'kan melihat Dia
jadikan semua.
Tak selalu Tuhan menjawab doa. Namun, Dia b'ri yang terbaik di waktu yang
tepat. Ijinkanlah Tuhan untuk bekerja. Yang mustahil menjadi mungkin
oleh kar'na percaya.
0 komentar:
Post a Comment