Thursday, April 7, 2022

Mengharapkan Perubahan

Perubahan Situasi
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 3 Apr 2022

Tahun pun berganti tahun hingga kudengar sebuah lagu yang amat kusukai. Karena aku dan teman seasrama merindukan kebebasan, seringkali kami memandang langit biru sembari menyanyikan lagu burung layang-layang. Ah, kami sungguh iri dengan kebebasan mereka. Kapan ya kami bisa seperti mereka?

BURUNG LAYANG-LAYANG (Tasya Rosmala)
Tampak jelas di langit biru jernih sekawan burung layang-layang. Dengan akrab terbang beriring-iring, dengan bebas melayang-layang.
Sungguh senang mereka terbang, turun naik berkeliling, Berkejaran tak hentinya, Damai tenang bercengkerama.

Selama masa penantian kusaksikan betapa sinisnya pandangan masyarakat terhadap wanita lajang. Beberapa guru pria pun mengajarkan bahwa wanita tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena sebaiknya langsung menikah setelah lulus SD. Ouw... aku pun memprotesnya karena aku tidak setuju dengan ajaran semacam itu.

Eh, siapa sangka di kemudian hari putrinya menjadi rekan kerjaku. Ternyata pak guru yang mengajarkan pernikahan dini sudah berubah pikiran karena setelah lulus SD anaknya itu boleh lanjut ke perguruan tinggi dan juga belum dinikahkan olehnya. Sayangnya pak guru itu telah meninggalkan dunia ini sebelum sempat kutanyakan: “Apa yang membuat bapak berubah pikiran?” Dia pun belum sempat menyaksikan pernikahan putrinya. Bahkan, murid yang sempat kubela di depannya juga telah berpulang ke rumah Bapa mendahului pak guru itu.

~ Tiada pesta yang tak usai. Kalau ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Jadi, kalau siap bertemu, tentu harus siap berpisah. ~

Lalu kudengar Yesus menjadi manusia karena ingin menolong manusia. Maka, aku bertanya-tanya: "Mengapa Tuhan harus menjadi manusia agar bisa menolong manusia?" Katanya sih Tuhan begitu agar bisa turut memahami suka duka manusia. Lantas aku berpikir: "Oh... jika begitu, aku pun harus tetap lajang agar bisa menolong para wanita lajang mengubah persepsi negatif masyarakat terhadap mereka."

Kini, kulihat persepsi masyarakat sudah tidak seperti dulu lagi. Namun, di beberapa desa hal ini masih belum berubah. Seorang teman bercerita: “Pemuda itu aneh. Dia suka berbicara sendiri.” Aku pun mencari informasi tentangnya dari beberapa orang yang mengenalnya. Seseorang berkata: “Mungkin dia stress karena dulu pernah beberapa kali menyukai cewek, tetapi ditolak. Dia juga mendapat tekanan dari keluarganya agar segera menikah karena usianya sudah 30-an. Bantuin dia mencari jodoh lho. Di sana kan ada banyak cewek.”

Lantas aku bertanya pada seorang cewek yang dijodoh-jodohkan dengannya. Cewek itu mengatakan bahwa pemuda itu aneh dan sering berbicara sendiri. Jika diajak bicara, juga tidak nyambung. Kalau ditanya A, jawabnya B. Maka, cewek itu juga minta dicarikan jodoh lain agar tak lagi dijodoh-jodohkan dengan pemuda aneh itu. Lalu kuberitahu seorang bapak yang telah cukup lama mengenalnya, tetapi dia berkata: “Pemuda itu takut sama cewek. Dia banyak menghabiskan waktunya untuk bermain online. Itu sebabnya dia suka berbicara sendiri.”

Hmm… dulu aku hanya melihat bu guru dan bu dosen yang tertekan karena pandangan masyarakat. Ternyata keluarga pun bisa memberi tekanan pada pria. Kejadian ini pun membuatku teringat akan panggilan masa kecilku itu. Oh, persepsi masyarakat memang harus diubah secara perlahan tetapi pasti. Jika tidak, tentulah akan ada orang-orang stres semacam itu.

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.